JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki salah satu fungsi penting yakni membuat undang-undang (legislasi). Namun sudah sepuluh bulan DPR periode 2014-2019 dilantik dan belum terlihat satu pun Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dihasilkan. DPR terlihat lebih sibuk mengurus pilkada, dana aspirasi dan sibuk "menggoyang" pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Pekerjaan rumah DPR dalam bidang legislasi kedodoran dan dinilai sangat rendah oleh publik.

Setidaknya ada lima faktor yang menyebabkan kinerja DPR periode ini lemah. Pertama, DPR periode 2014-2019 dimulai dengan konflik luar biasa antara kubu pendukung pemerintah diwakili oleh Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). Kedua, Golkar dan PPP sibuk dengan konflik internalnya masing-masing. Fokus kedua partai itu bukan lagi menjalankan fungsi-fungsi legislasi di DPR namun bagaimana memenangkan masing-masing kubu dari konflik tersebut.

Ketiga, seluruh partai kini sedang memfokuskan pada rekruitmen calon kepala daerah. Dampaknya banyak anggota DPR meninggalkan sidang di DPR bahkan banyak yang pulang ke daerah. Keempat, DPR terlihat fokus memperjuangkan kepentingan mereka sendiri seperti mewacanakan pembangunan Gedung Parlemen. Selain itu memperjuangkan habis-habisan dana aspirasi. Kelima, lemahnya partai mendorong disiplin anggota mereka di dewan menjalankan kewajibannya.

Dengan persoalan yang menumpuk tersebut sungguh berat tugas sepuluh fraksi yang memikul tanggung jawab bersama dalam menyusun RUU. Apalagi, RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2015 yang awalnya 37 menjadi 39. Tentu saja itu menambah beban DPR dalam bidang legislasi.

Badan Legislasi (Baleg) sebagai badan yang bertanggung jawab sebagai dapurnya pembuatan undang-undang di DPR menjadi sasaran kritik tersebut. Padahal, menurut Ketua Baleg Sarehwiyono, Baleg yang sekarang bukanlah seperti Baleg yang dahulu.

Menurutnya, publik harus mengerti ada perubahan drastis dalam mekanisme penyusunan undang-undang di internal DPR. Kewenangan Baleg untuk menyusun undang-undang telah diamputasi. Reporter gresnews.com, Lukman Al Haries, berkesempatan lebih dalam mengetahui soal sepak terjang Baleg dengan mewawancarai politisi dari Gerindra Sarehwiyono saat ditemui di Kantornya Gedung Nusantara 1 lantai 2 Kompleks Gedung DPR, DPD dan MPR RI, Kamis (20/8).  Berikut adalah petikan wawancara dengan mantan Ketua Pengadilan Tinggi Bandung ini:

Publik Menilai kinerja Legislasi DPR sangat rendah. Bagaimana tanggapan Baleg sebagai institusi di Internal DPR dalam hal legislasi terkait penilaian tersebut?

Rendahnya produk undang-undang yang dihasilkan DPR itu tidak berarti serta merta kinerja dewan di bidang legislasi itu rendah atau buruk. Jadi perlu dipahami dalam menjalankan fungsi legislasinya itu, dilaksanakan oleh dua lembaga. Oleh DPR dan Pemerintah. Itu yang perlu sama-sama kita ketahui. Apabila ada kekurangan-kekurangan dan tidak terpenuhinya target badan legislasi yang ada di DPR ini, jangan semata-mata kesalahan dari DPR saja. Pemerintah punya tanggung jawab juga. Karena pemerintah juga signifikan tugasnya dalam pembuatan undang-undang itu. Kita lihat itu dari Pasal 5 dan Pasal 20A Undang-Undang Dasar 1945.

Sebetulnya DPR itu memiliki tiga fungsi utama, yaitu fungsi pengawasan, fungsi anggaran, dan yang terutama adalah legislasi itu. Kenapa demikian karena legislasi merupakan fungsi yang teramat penting yang harus dikuatkan oleh DPR sebenarnya. Tetapi justru diamputasi tugas dan kewenangannya

Maksudnya?

Saat ini Baleg tidak punya lagi tugas penyusunan undang-undang. Melainkan hanya melakukan harmonisasi, pembulatan, dan melakukan koreksi terhadap undang-undang. Jadi kalau kita lihat Pasal 105 UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Disitulah diamputasinya kewenangan Baleg.

Apa implikasinya bagi Baleg?

Baleg tidak dapat bekerja, karena tugas pembuatan undang-undang itu sekarang dilaksanakan oleh masing-masing komisi. Seharusnya apa pun ceritanya, walaupun masing-masing komisi diberikan tugas pembuatan undang-undang, Baleg tetap diberikan tugas sebagai penyusun undang-undang. Itu harus. Karena sepanjang Baleg tidak diberikan kewenangan itu, maka target RUU Prolegnas prioritas tidak akan tercapai. Itu kesulitannya.

Sekarang kalau komisi belum siap menyerahkan draf dari undang-undang itu Baleg tidak akan berbuat banyak. Karena Baleg tugasnya hanya melakukan pengharmonisasian terhadap undang-udang yang disampaikan. Kalau tidak ada penyampaian dari masing-masing komisi, Baleg tidak bisa berbuat banyak. Jadi Baleg terkunci di situ.

Apa yang sudah dilakukan Baleg untuk memperbaiki keadaan ini?

Kami sudah menyampaikan kepada pimpinan DPR, cobalah satu pasal itu saja, tidak direvisi semuanya. Demi kepentingan DPR itu sendiri, untuk kepentingan legislasi. Maka pada Pasal 105 UU MD3 yang mengatur fungsi dan tugas Baleg, Baleg masuk sebagai penyusun Rancangan Undang-Undang. Apabila undang-udang itu tidak bisa diubah karena memakan waktu yang lama. DPR juga punya  Tata Tertib Nomor 1 tahun 2014 Pasal 65 tentang Tugas Badan Legislasi. Ditambahkan kewenangan untuk Baleg agar bisa melakukan tugas penyusunan, tanpa mengutip UU MD3.

Revisi ini juga dilakukan dalam rangka melakukan sinkronisasi dengan Pasal 46 UU Nomor 12 Tahun 2011 juncto Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2012 Pasal 4 dan Pasal 8

Perbedaannya dengan tugas kewenangan periode yang lalu dimana?

Kalau periode yang lalu Baleg mutlak sebagai penyusun undang-undang dari awal. Kalau periode saat ini hanya melakukan harmonisasi dan pembulatan saja. Hanya menunggu di ujung. Jadi kalau ada keterlambatan kita tidak bisa berbuat banyak. Jadi cepat lambatnya RUU itu tergantung kepada komisi untuk melakukan penyusunan undang-undang tersebut.

Pernah melakukan komunikasi dengan Komisi-Komisi yang ada di DPR kenapa terjadi keterlambatan tersebut?

Pasti, mereka itu banyak melakukan kunjungan kerja, studi banding. Itu yang jelas memakan waktu. Tugas komisi itu selain kunjungan kerja juga melakukan pengawasan, jadi dalam pembuatan RUU itu mereka kesampingkan. Sebenarnya yang benar itu tugas penyusunan UU itu ada di Baleg. Kita kembali kepada Pasal 20 A UUD 1945.

Sebenarnya apa alasan kewenangan Baleg tersebut dicabut?

Saya tidak tahu, karena itu yang membuat DPR periode yang lalu. Maka itu saya mendesak agar dilakukan revisi terhadap pasal itu.

Dari tahun ke tahun target legislasi itu sering meleset. Apakah itu terlalu banyak undang-undang yang dibahas atau apa?

Tidak juga, masing-masing komisi itu hanya diberikan dua undang-undang. Kalau ada 11 komisi hanya 22 undang-undang, lalu ditambah dari pemerintah, ditambah UU kumulatif. Satu komisi hanya dua paling banyak pun hanya tiga.

Langkah-langkah dari Anda sebagai Ketua Baleg untuk mempercepat pembahasan ini?

Kami mendesak kepada pimpinan DPR tersebut agar bagaimana melakukan revisi agar melakukan revisi UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Tatib. Atau segera merevisi  UU 17 tahun 2014 tentang MD3. Oleh karena itu dalam pertemuan saya dengan pimpinan DPR saya akan memberikan paparan. Soal sejauh mana kelambatan ini kenapa, kalau mau diubah alasan yang tepat ini apa. Sekarang saja anggota dapat melakukan pengusulan undang-undang, tapi Baleg sebagai central blow dari DPR itu sendiri tidak bisa berbuat banyak.

Optimis setelah paparan tersebut, akan segera ada revisi?

Insyaallah, karena ini untuk kepentingan semua. Bukan hanya kepentingan kami. Anggota Baleg itu ada 74 orang. Mereka profesional dan siap tempur semua. Kalau tidak kasih tugas, sayang.

Berapa UU yang disahkan?

Dalam satu tahun sidang ini,  Baleg telah mengharmonisasi  5 RUU dimana 2 RUU diantaranya sudah ditetapkan menjadi UU  di Rapat Paripurna DPR RI. Sementara, 6 RUU masih dalam proses harmonisasi, pembulatan dan pemantapan  konsep di Baleg.

Dalam pembuatan undang-undang apakah ada target waktu tertentu untuk penyelesaiannya?

Tidak, menurut saya bukan target itu. tetapi bagaimana membuat undang-undang yang bagus untuk bangsa dan negara ini. Kami bisa saja dalam satu tahun ini bikin 60 UU dalam satu tahun, tetapi kalau itu malah bikin kacau sayang kan.
 
Kita mending bikin 6 buah undang-undang tetapi berkualitas tidak perlu ke Mahkamah Konstitusi lagi, daripada 60 yang tidak berkualitas. Jadi kita ingin membuat undang-undang yang berkualitas. Jadi bukan banyaknya undang-undang yang dihasilkan, tetapi hasil yang bermanfaat bagi bangsa dan negara atas undang-udang yang dilahirkan.

Bagaimana cara untuk menghasilkan undang-undang yang berkualitas?

Kita melakukan pemantauan di lapangan, apakah undang-undang yang masih berlaku masih bisa diterapkan atau tidak. Kalau tidak diterapkan harus direvisi, kita mendengarkan masukan di lapangan juga kira-kira apa yang dibutuhkan undang-undang sekarang ini.

Apa dasar DPR menentukan undang-undang prioritas yang akan dibahas tiap tahun?
Kan kita ada 160 Undang-undang di Prolegnas, mana yang penting diajukan kita lihat. Apakah sudah siap draf dan naskah akedemiknya belum. Kalau belum siap maka kita kesampingkan. Kalau sudah siap maka diurgentkan untuk didahulukan pembahasannya. Itu tanggung jawab pengusul undang-undang baik DPR maupun pemerintah.

Harapan Anda dari masyarakat terkait tugas dan fungsi Baleg?

Masyarakat ini belum tahu bahwa tugas dan fungsi Baleg diamputasi. Ini harus segera dikembalikan. Ini tergantung kepada masyarakat nanti. Masyarakat bisa mendesak kepada DPR tugas Baleg dikembalikan sesuai dengan fungsinya sebagai penyusun daripada UU.

BACA JUGA: