JAKARTA, GRESNEWS.COM - Geger maraknya kasus pencurian barang bagasi penumpang di bandara sepertinya telah menjadi inspirasi pihak PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk kembali mengaktifkan aturan tentang bagasi barang bawaan penumpangnya. Seperti diketahui belakangan ini PT Kereta Api berniat menerapkan kebijakan pengenaan tarif bagasi bagi penumpang. Pengenaan tarif itu diberlakukan bagi penumpang yang membawa barang lebih dari 20 Kilogram.

Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Edi Sukmoro berdalih sebenarnya kebijakan pengenaan tarif bagasi bagi penumpang ini sudah diatur dalam peraturan perusahaan, tetapi tidak dijalankan secara konsisten oleh PT Kereta Api. Alasan diterapkannya kebijakan tarif bagasi itu, karena penumpang kerap mengeluh tidak mendapatkan tempat untuk menaruh barang.

Penumpang seringkali membawa barang terlalu banyak, sehingga saat menaruh barang memakan tempat di bagasi. Akibatnya penumpang lain tidak kebagian meletakkan barangnya. Untuk itu penumpang akan dikenakan biaya bagasi jika membawa barang lebih dari 20 Kg.

"Jadi kita terapkan secara konsisten, agar penumpang lain tidak merasa terganggu," kata Edi, Jakarta, Rabu (6/1).

Edi menjelaskan untuk mekanisme pengenaan tarif bagasi, dilakukan pada saat masuk peron penumpang akan diperiksa melalui alat pemeriksaan berat barang. Tarif akan dikenakan jika lebih dari 20 Kg bagi penumpang kereta ekonomi akan dikenakan biaya Rp2000 per Kg, bagi penumpang kereta bisnis dikenakan biaya Rp5000 per Kg, dan penumpang kereta eksekutif akan dikenakan biaya Rp10.000 per Kg.

Menurutnya dengan adanya penerapan kebijakan pengenaan tarif bagasi ini, perusahaan ke depan akan mengkaji kemungkinan untuk menerapkan mekanisme boarding pass layaknya di bandara. Dia juga menjanjikan dengan kebijakan tarif bagasi, juga akan diikuti peningkatan pengamanan barang-barang penumpang dan agar terhindari dari pencurian.

KOMODITAS RUANG KERETA - Namun pengamat transportasi dari Universitas Trisakti Yayat Supriyatna menilai kebijakan tersebut tidak akan efektif, seharusnya PT KAI terlebih dahulu melakukan uji coba penerapan biaya tambahan untuk bagasi tersebut. Menurutnya pengenaan biaya bagasi merupakan konsep korporasi sebagai Badan Usaha Milik Negara, dimana PT KAI mengkomoditaskan ruang kereta api sebagai keuntungan perusahaan.

Ia pun mempertanyakan penerapan kebijakan tersebut, apakah dengan pengenaan tarif tambahan bagasi tersebut tingkat keamanan menjadi lebih baik atau tidak. Misalnya dalam konteks terjadi pencurian dan kerusakan. Apakah barang bagasi kereta api menjadi tanggung jawab PT KAI atau penumpang.

"Jadi perlu ditanyakan kepada PT KAI apakah kebijakan itu untuk keselamatan dan kenyamanan penumpang, ataukah semata-mata untuk bisnis perusahaan," kata Yayat kepada gresnews.com, Jakarta, Rabu (6/1).

Kendati demikian, ia mengakui kebijakan tersebut akan mengajak penumpang untuk berpikir membatasi barang saat menggunakan jasa kereta api.  Misalnya, dalam perjalanan wisata, saat berangkat berat koper 16 kg. Setelah pulang wisata karena membawa oleh-oleh wisata beban koper menjadi bertambah sehingga memakan tempat dan membuat tidak nyaman penumpang lain.

"Kedepannya bagaimana memisahkan perjalanan logistik dan berwisata. Sebab banyak orang menggunakan kereta api untuk perjalanan sehingga tidak kena charge saat membawa barang," kata Yayat.

BACA JUGA: