Logika Berpikir Masyarakat Awam vs Elite Parpol
Pemilihan kepala daerah DKI Jakarta putaran pertama diikuti oleh enam kandidat calon. Empat calon didukung partai politik dan dua calon lainnya berasal dari calon indipenden dan kini hanya tinggal dua calon yang berhak melaju ke putaran dua karena pada putaran pertama pilkada ini tidak ada calon pimpinan DKI Jakarta yang mendapatkan suara 50% + 1, maka diadakan putaran kedua untuk menentukan gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta 2012–2017.
Saya tidak habis pikir calon yang gagal masuk dalam putaran kedua berkoalisi dengan gubernur incumbent yang sebelumnya lawan calon gubernur yang diajukan partai politik ini. Tadinya saya berpikir partai pendukung calon yang gagal masuk putaran kedua akan bergabung dengan salah satu calon pimpinan yang masuk dalam putaran kedua dan menantang gubernur incumbent tapi ternyata saya salah.
Saya tidak mengerti kenapa partai politik yang semula mengajukan calon untuk melawan gubernur incumbent bisa berbalik arah mendukung gubernur incumbent ini. Sungguh tindakan partai politik ini tidak masuk di dalam logika berpikir saya, musuh bisa menjadi teman dan sekarang malah menyerang calon yang menjadi teman seperjuangan ketika menangang gubernur incumbent pada putaran pertama.
Apakah yang terjadi dengan elite partai dari calon yang tidak lolos pada putarandua ini? Apakah pendidikan politik seperti inikah yang ingin diajarkan politikus partai politik kepada masyarakat di negeri ini?
Hormat Saya
Khoe Seng Seng
- Gerindra tak Bakal Membabi Buta Dukung Anies-Sandi
- KPU DKI Tetapkan Anies-Sandi Gubernur dan Wakil Gubernur Terpilih
- Menimbang Suara PPP di Pilkada DKI Putaran Dua
- Pertaruhan Politik PAN Mendukung Anies
- Menebak Suara NU di Putaran Dua Pilkada Jakarta
- Polemik Kedatangan Bawaslu dan KPU ke Rapat Internal Ahok- Djarot
- Menyorot Kinerja KPU DKI Jakarta