JAKARTA, GRESNEWS.COM - Konflik pembangunan pabrik semen di areal pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah yang berlangsung bertahun-tahun kini sedikit membuka harapan ditemukannya titik temu. Harapan itu muncul seiring  terbitnya hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang dirilis Kantor Staf Kepresidenan (KSP).

Kajian Lingkungan Strategis itu merupakan salah satu solusi yang ditawarkan presiden saat menerima kehadiran sejumlah perwakilan masyarakat Kendeng di Istana Negara, 2 September tahun lalu. Kajian dimaksudkan untuk meninjau kembali kelayakan ekploitasi di kawasan tersebut yang selama ini diprotes sejumlah warga.  

Seperti disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki kala itu, Presiden Jokowi telah menawarkan solusi untuk melakukan kajian lingkungan strategis terkait kelayakan eksploitasi kawasan tersebut. Solusi itu telah disepakati oleh para perwakilan masyarakat Kendeng  yang bertemu presiden  di Istana Negara. Solusi diharapkan bisa menjadi jalan keluar permasalahan selama ini.

"Supaya bisa diketahui di kawasan Gunung Kapur ini mana yang bisa dieksploitasi, mana yang tidak," urai Teten kala itu.

Pada kesempatan itu Teten menjelaskan,  bahwa di lokasi itu telah dibangun satu pabrik semen milik PT Semen Indonesia. Pembangunannya telah  mencapai 95% penyelesaian. Pabrik juga dibangun agak menjauh dari daerah eksplorasi yang berjarak 10 kilometer.  
Pembangunan pabrik itu sendiri sudah memperoleh izin. Namun Teten mengakui untuk lokasi tambangnya masih dalam kategori perlu  dilihat kembali lewat kajian lingkungan hidup strategis.

Pabrik semen PT Semen Indonesia (Persero) di bangun di wilayah Kecamatan Gunem, Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah. Pembangunan itu bergeser dari rencana awal di wilayah Sukolilo, Pati Utara, Jawa Tengah karena adanya protes warga setempat, hingga adanya gugatan ke Mahkamah Agung.

Kendati telah memperoleh izin dari pemerintah daerah setempat melalui Keputusan Bupati Rembang Nomor 545/68/2010 terkait Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Namun protes warga terus berlangsung. Bahkan tak hanya protes warga juga melakukan gugatan ke PTUN. Kendati gugatan itu kandas baik di tingkat PTUN, banding dan kasasi di Mahkamah Agung.

Oleh karenanya, Presiden Joko Widodo pun menugaskan Kantor Staf Kepresidenan untuk memimpin jalannya kajian lingkungan strategis. Teten pun meminta, selama proses kajian berlangsung, ia menjanjikan eksploitasi tambang tak akan dilakukan.

Teten kala itu juga menjanjikan studi tidak hanya melibatkan lintas kementerian, namun juga lintas daerah dan berbagai pihak seperti berbagai universitas. Dijanjikan kajian akan kelar dalam waktu 1 tahun. Namun belum gelap satu tahun, sepertinya  tim telah merampungkan kajian lingkungan tersebut.  

Menanggapi terbitnya hasil kajian Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) maupun YLBHI mengaku mengapresiasi Kantor Staf Kepresidenan (KSP).  

Menurut perwakilan JMPPK Gunritno, dengan keluarnya KLHS diharapkan bisa menjadi solusi atas polemik pabrik semen di Pegunungan Kendeng. "Kami akan kawal hasil kajian KLHS demi sedulur (keluarga-red) yang telah berjuang demi ibu bumi di wilayah Kendeng," katanya di kantor YLBHI, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (13/4).

Hal yang sama disampaikan YLBHI. Menurut ketua YLBHI bidang advokasi Isnur, KLHS bisa menjadi rekomendasi bagi Pemerintah Daerah dan Kemen ESDM untuk segera menetapkan kawasan cekungan air tanah (CAT) Watuputih sebagai Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK)

Selain itu hasil kajian juga bisa menjadi acuan untuk dilakukannya revisi tata ruang dengan mengarahkan peruntukan ruang di CAT Watuputih menjadi kawasan lindung dan menetapkannya sebagai KBAK

"KLHS dapat menjadi acuan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Tengah dan Rencana Tata Ruang Nasional," ujarnya.

Ia memaparkan bahwa bila kawasan CAT Watuputih yang merupakan kawasan lindung tetap ditambang maka akan timbul kerugian yang mencapai Rp2,2 triliun per tahun. Kerugian timbul akibat kerusakan sumber daya air, untuk lahan pertanian dan rumah tangga, degradasi dan hilangnya nilai ekonomi wisata air Pasuncen dan wisata gua.

KLAIM TAK ADA MASALAH - Sebelumnya pengamat tata kelola pembangunan, Djuni Thamrin menyatakan bahwa tidak ada masalah yang dilanggar dalam proses pendirian Pabrik Semen Indonesia di Rembang. Menurutnya semua argumen penolakan dan kontra semen terlihat mengada-ada bahkan terkesan dipaksakan.
Argumen yang sering dipakai para penolak pabrik bahwa CAT Watuputih yang dianggapnya sebagai lokasi sumber tambang, menurutnya sudah ada penjelasan oleh Menteri ESDM dengan Badan Geologinya.

"Bahwa CAT itu tidak ada aliran sungai sebagai mana yang isu kelompok kontra semen.Para ahli Geologi di assosiasi ahli geologi Indonesia telah menegaskan hal itu," ujarnya.

Dijelaskannya bahwa kawasan bentang alam karst Kendeng, tidak meliputi wilayah Rembang. Selain itu RTRW Wilayah Rembang juga menyatakan lokasi dimaksud telah dialokasikan untuk industri semen.

"Para penolak semen banyak yang tidak mempunyai informasi Dan data empirik tentang masyarakat ring 1 dimana pabrik dibangun," ujarnya.

BACA JUGA: