JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) mendorong pentingnya pengarusutamaan isu adaptasi perubahan iklim. Sebab dampak kehancuran akibat perubahan iklim kian nampak di depan mata. Selain makin banyaknya penyakit, juga mulai hilangnya keanekaragaman flora dan fauna Indonesia.

Pentingnya pengarusutamaan isu adaptasi perubahan iklim terungkap dalam workshop mengenai isu "Adaptasi Perubahan Iklim dan Penanggulangan Risiko Bencana di Indonesia" di Kantor DNPI, Gedung BPPT, Jakarta, Selasa (25/11).

Menurut Sekretaris Kelompok Kerja Adaptasi DNPI Ari Mochamad, hampir sepertiga atau 75-80 persen bencana alam di bumi merupakan bencana terkait iklim. Akibat perubahan iklim itu menyebabkan bencana banjir (33%), badai (23%), kekeringan dan penyakit (15%).

Selain itu, saat ini konsentrasi emisi CO2 hampir mencapai 400 part per million (ppm). Juga rendahnya negara maju menurunkan emisi sesuai rekomendasi IPCC sebesar 20-40 persen pada 2020.

Saat ini, kata Ari, tidak ada satu negara pun yang bebas dari bencana. "Saya katakan, adaptasi lingkungan merupakan kebutuhan mendesak setiap negara ke depan," kata Ari.

Ari berharap agar program pengarusutamaan isu adaptasi perubahan iklim menjadi perhatian pemerintah. Setiap kementerian dan lembaga perlu mempertimbangkan isu ini dalam setiap kebijakannya.

Sebab dilihat dari sisi ekonomi, kerusakan akibat bencana perubahan iklim lebih besar. Setiap US$1 yang dikeluarkan untuk melakukan upaya adaptasi dapat menyelamatkan sekitar US$7 bisa yang harus dikeluarkan untuk pemulihan akibat dampak bencana iklim.

Saat ini, kata Ari, beberapa kementerian dan lembaga mulai mempertimbangkan isu-isu adaptasi perubahan iklim dalam kebijakannya. "Namun demikian, yang lebih penting lagi adalah bagaimana isu adaptasi perubahan iklim ini betul-betul dilaksanakan," ujarnya menegaskan.

Sementara Penasihat DNPI Doddy S Sukadri mengatakan, ada tujuh sektor paling terkana dampak atas perubahan iklim itu. Sektor perikanan dan pertanian, pemukiman dan infrastruktur, air, ekosistem kelautan, kehutanan dan ladang gambut, kesehatan serta populasi.

"Karena itu penting bagi pemerintah menggalakkan program adaptasi perubahan iklim ini di semua sektor," ujar Doddy.

Doddy mengatakan, perubahan iklim itu sangat besar dampaknya bagi kelangsungan kehidupan. Belakangan dampaknya makin dirasakan oleh masyarakat. "Dampak langsung terjadinya kekeringan, banjir dan longsor. Sementara dampak tidak langsung, misalnya munculnya penyakit ebola," kata Doddy.

Peneliti dari Universitas Indonesia Jatna Supriatna juga menyampaikan akibat perubahan iklim kian nampak di depan mata. Sektor kesehatan yang paling merasakan dampaknya. Salah satunya makin meningkatnya penyakit demam berdarah yang disebabkan gigitan nyamuk. "Jika dulu penyakit demam berdarah rentan di tempat basah, tapi sekarang penyakit demam berdarah dapat terjadi di daerah pegunungan," ujarnya.

Tidak hanya itu, akibat perubahan iklim banyak keragaman hayati asli Indonesia makin tidak aman dikonsumsi dan bahkan mulai punah. Buah-buahan asli Indonesia rentan penyikit akibat serbuan buah impor. "Ancaman perubahan iklim itu sudah di depan mata, tapi respon banyak pihak belum wah," kata Jatna.

BACA JUGA: