JAKARTA, GRESNEWS.COM - Para buruh menyayangkan sikap pemerintah yang seolah menganggap sepi terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap ribuan buruh akibat hengkangnya beberapa pabrikan besar seperti Panasonic, Toshiba, Ford Indonesia dan Chevron yang hendak melakukan pemangkasan 1200 karyawan. Apalagi, di tengah gelombang PHK itu, para buruh juga merasa terancam dengan isu maraknya serbuan pekerja asing, khususnya asal China.

Terhadap isu PHK massal ini, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri memang membantahnya. Dia meminta agar masyarakat tetap tenang dan tidak terpengaruh berbagai informasi yang belum terkonfirmasi kebenarannya. Termasuk soal PHK dan banjir buruh asal China.

"Saya pastikan tidak bakal ada PHK besar-besaran, kedua perusahaan sudah klarifikasi," ujar Hanif, Jumat (5/2) kemarin.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menyatakan sanggahan Menaker Hanif Dhakiri atas isu terjadinya PHK massal justru ironis. Ketimbang menyangkal, kata Said, sebaiknya Kemenaker melakukan sesuatu untuk menyelamatkan nasib ribuan buruh.

"Kementerian Perindustrian dan Kementerian Tenaga Kerja harus bangun dari tidur panjangnya. Ini ribuan bahkan puluhan ribu buruh sudah di PHK. Apalagi, lokasi PHK ini hanya sepelemparan batu dari ibukota, yaitu di Bekasi. Lakukan sesuatu atau paket kebijakan ekonomi pemerintah telah gagal atau memang hanya lips service saja? Sedang para menteri sibuk membela diri," ujarnya kepada gresnews.com, Minggu, (7/2).

Said menyodorkan bukti terjadinya PHK atas buruh di PT Toshiba Consumer Products Indonesia yang berada di Jalan Citanduy Raya Park Plot 5G kawasan EJIP industrial Cikarang Selatan. Dia mengaku tahu adanya PHK di pabrik yang memproduksi televisi dan mesin cuci untuk pasar domestik dan dunia itu, karena para pekerja yang di-PHK melakukan perundingan pesangon dengan bantuan serikat pekerja pada 5 Januari lalu.  

"Pengusaha menyatakan penutupan perusahaan bukan karena persoalan kenaikan upah tapi karena daya beli masyarakat menurun secara domestik dan global," tegas Said. Turunnya daya beli ini, kata Said, ironisnya justru dipicu kebijakan upah murah melalui PP No 78/2015 tentang Pengupahan.

Kemudian untuk PHK terhadap 480 buruh Panasonic di kawasan industri EJIP industrial Park Plot 3d Cikarang, Kab Bekasi yang memproduksi alat-alat listrik dan lighting untuk mayoritas pasar domestik, perundingan soal pesangon direncanakan akan selesai pada akhir Februari ini.

Ketiga, untuk PHK 800 buruh Panasonic (PT PLI) di kawasan industri PIER yang memproduksi lighting pasar domestik dan global sudah selesai perundingan pesangonnya pada September tahun lalu. "Jadi total buruh ter-PHK di dua perusahaan elektronik Jepang ini berjumlah 2145 buruh, apakah Menperin dan Menaker masih mau menyatakan tidak tahu ada perusahaan tutup? atau tidak ada PHK ribuan buruh?" katanya.

Bahkan, kata Said, KSPI mendapat info ada seorang anggota Komisi IX DPR yang mengkonfirmasi berita tentang ini ke Menaker, namun hanya dijawab sebagai berita burung semata. "Tidak ada PHK buruh dan tidak ada perusahaan tutup, itu omongannya pimpinan buruh saja," ujarnya menirukan.

Tentu hal ini menjadi gambaran betapa ironisnya mental pejabat negeri. Paket kebijakan ekonomi dan PP No 78/2015, kata Said, hanya kuat di atas kertas dan retorikanya saja, tapi lemah di tingkat implementasi dan pengawasannya. Bahkan angka buruh ter-PHK pada tahun 2016 ini, kata dia, akan bertambah besar dengan memasukkan angka ribuan buruh yang terlebih dulu sudah ter-PHK pada Januari 2016 seperti PT Starlink, 452 orang dan PT Samoin 1.166 orang.

Juga ditambah PT Haliburton yang bergerak di bidang perminyakan yang mem-PHK pekerjanya sebanyak 200 orang di bulan ini. Atau PHK di PT Ford Indonesia serta PHK 800 buruh PT Phillips Indonesia, juga potensi PHK puluhan ribu buruh lainnya di sektor industri elektronik, komponen otomotif, perminyakan, dan garmen. "Gelombang PHK ribuan buruh jilid 2 sudah ´lampu merah´ akibat gagalnya paket kebijakan ekonomi," kata Said.

Said meminta pemerintah mengambil langkah cepat menghentikan PHK ini dengan mendesak pengusaha tidak mem-PHK pekerjanya. "Jangan mengurangi jam kerja, shift, dan hari kerja atau merumahkan karyawan hingga kondisi ekonomi membaik," ujarnya.

PEMERINTAH BELA PENGUSAHA - Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago juga menyatakan kegeramannya terhadap Hanif Dhakiri yang dinilai cenderung membela para pengusaha dalam kebijakan-kebijakannya. Sementara tenaga kerja lokal kurang diperhatikan, sehingga hal ini menelurkan perlakuan yang diskriminatif.

Sejak diberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) hampir sebulan ini, invasi tenaga kerja asing mulai berdatangan. Hal ini menurutnya akan berdampak pada berkurangnya lapangan kerja tenaga kerja lokal dan persaingan yang tidak seimbang.

"Bagaimana pola pikirnya Menaker ini, saya kurang paham. Tenaga asing menjamur karena mereka mau saja terima upah yang lebih rendah," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima gresnews.com, Minggu (7/2).

Keadaan ini menurutnya dapat berpotensi menimbulkan invasi tenaga kerja asing terhadap Indonesia. Namun, Irma juga mengajak para buruh untuk meningkatkan kompetensi lantaran menjadi krusial di tengah fakta persaingan dengan pekerja asing. Dia mengingatkan para pekerja untuk berpikir memajukan bangsa melalui peningkatan etos kerja. "Jangan sedikit-sedikit bicara HAM diri sendiri," katanya.

Terkait PHK di sektor migas, sebelumnya, dalam rapat Rapat Dengar Pendapat (RDP), antara Kementerian ESDM, SKK Migas, dan Komisi VII DPR, juga diserukan agar kontraktor migas melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah pekerja asing. Hal itu ditegaskan oleh anggota Komisi VII DPR Satya Widya Yudha.

"Ini yang harus diawasi SKK Migas, banyak K3S mengurangi karyawan lokal kita, itu dilakukan diam-diam. Lebih baik kurangi karyawan asing daripada kurangi orang kita, karena mereka dibayar mahal, akan sangat siginifikan," jelas Satya.

Satya menambahkan, banyak K3S seolah-olah mengurangi karyawan asing, namun di sisi lain justru menambah jumlah konsultan asing mereka. "Mereka seolah kurangi karyawan. Padahal orang asing mereka jadikan konsultan, konsultan tapi ujung jadi man power mereka, ini secara indirectly ke orang asing lagi. Bisa potong 2-3 ekspatriat itu signifikan sekali, itu jauh lebih besar dibanding penghematan kaya pemotongan lain," jelasnya.

Menanggapi permintaan itu, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmadja mengakui, pengurangan pekerja ekspatriat bisa menjadi langkah paling tepat untuk saat ini daripada mengurangi karyawan lokal. Alasannya, gaji pekerja asing di sektor migas jauh lebih tinggi daripada pekerja lokal.

"Memang paling banyak, kalau mau yah dikurangi yang ekspatriat di K3S. Tapi kalau bisa diusahakan PHK natural, lakukan PHK kurangi karyawam secara alami saja," katanya.

Dia mengatakan, sejumlah perusahaan migas di K3S memang mulai mengurangi jumlah karyawan asing mereka, namun Ia belum memiliki data perusahaan yang sudah mengurangi karyawannya, baik lokal maupun ekspatriat. Menurut Wiratmadja, saat ini baru PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) yang sudah secara resmi mengumumkan rencana pengurangan karyawan.

"Besar sekali kurangi ekspatriat, kalau waktunya pensiun yah pensiun kurangi secara alami. Karena Chevron secara organisasi mengecil di Kalimantan Timur dan Sumatera ada merger," katanya.

Pengurangan karyawan di CPI dilakukan dengan cara memberikan opsi pensiun dini kepada karyawan. "Ditawarkan secara sukarela, ada bonusnya kalau keluar. Kalau tidak mau, di sana tugaskan apa saja mau, kan merger bukan PHK paksa, kita sarankan tidak PHK tapi sukarela," tutup Wiratmadja.

PHK BELUM TERJADI - Pemerintah memang terus membantah isu terjadinya PHK massal. Hanif Dhakiri menepis isu tutupnya Toshiba dan Panasonic yang berdampak pada terjadinya PHK massal. Hanif memastikan hanya perusahaan otomotif Ford yang menutup operasinya di Indonesia Itupun, kata dia, pemerintah telah meminta agar penyelesaian PHK perusahaan tersebut dilakukan dengan baik.

"Harus ada pembicaraan antara perusahaan dengan buruh, sehingga tidak menimbulkan masalah," katanya.

Setiap perusahaan yang ingin melakukan PHK, menurut Hanif, juga diwajibkannya untuk melapor ke Kemenaker maupun Disnaker setempat. "Kami tidak bisa mengandalkan info atau statement orang-orang tertentu yang tidak dalam kapasitas soal itu. Tapi sebagai laporan awal tetap akan terus diperiksa," kata Hanif.

Pihak Kemenaker sendiri, seperti dijelaskan Direktur Pencegahan dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kemenaker Sahat Sinurat, sudah melakukan pengecekan atas situasi para pekerja di ketiga perusahaan yang dilanda isu PHK yaitu PT Ford Motor Indonesia, PT Chevron Pacific Indonesia, dan PT Panasonic Gobel Indonesia.

Hasilnya diketahui, Ford memang berencana akan melakukan PHK karyawan, tapi sampai sekarang belum dilakukan. Kemenaker pun meminta Ford memenuhi semua hak pekerja bila PHK dilakukan.

"Kita melakukan koordinasi dengan Ford sendiri, mendatangi Ford, mengklarifikasi apa masalahnya. Kalau memang PHK terjadi, maka kita minta Ford menjamin hak-hak pekerja," ujar Sahat usai diskusi di Restoran Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu (6/2).

Hal serupa juga terjadi di Chevron. Sahat mengatakan, Chevron belum akan melakukan PHK seperti yang diisukan, "Seperti Chevron belum ada melakukan PHK, hanya mengarah ke sana, mereka mau melakukan efisiensi," kata Sahat.

Sementara dari hasil pengecekan di Panasonic Gobel Group, diketahui, sampai sekarang Panasonic masih membayar gaji para karyawannya seperti biasa. Saat ini, kata dia, Panasonic masih bermusyawarah dengan para pekerjanya untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi. "Belum ada PHK, Panasonic sampai sekarang masih bayar upah, mereka masih berunding penyelesaiannya bagaimana," tutupnya.

Terkait kabar PHK di Panasonic, Bos PT Panasonic Gobel Indonesia Rachmat Gobel mengatakan, yang sebenarnya terjadi adalah pengunduran diri 508 pekerja karena menolak pindah ke pabrik baru. "Yang keluar 508 pekerja, mereka memang memutuskan untuk nggak ikut ke pabrik baru dan lebih memilih pensiun dini dengan pesangon yang cukup besar," ujar Gobel  usai diskusi Perspektif Indonesia, PHK dan Perekonomian Kita di Restoran Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu (6/2).

Gobel menjelaskan, para pekerja itu berasal dari pabrik pembuatan lampu jenis CFL. Sebenarnya, Panasonic telah menawarkan para pekerja untuk dipindahkan ke pabrik lain. Tetapi banyak yang lebih memilih mengundurkan diri karena pertimbangan biaya hidup dan sebagainya. "Pengurangan tenaga kerja itu dalam posisi sekarang, mereka banyak yang lebih memilih mengajukan pengunduran diri daripada pindah. Pindah itu kan ada biaya buat mereka," tuturnya.

Meski 508 karyawan itu mengundurkan diri, menurut Gobel, sebagian besar dari mereka sudah memiliki pekerjaan dan usaha baru. "Beberapa ada yang pilih untuk buka usaha baru, bahkan yang saya dengar ada yang sudah diterima di perusahaan baru," kata Gobel.

Mantan Menteri Perdagangan ini mengatakan, pabrik yang membuat lampu CFL memang menghadapi tekanan persaingan dengan lampu jenis LED. Permintaan pasar, kata dia, bergeser ke lampu jenis LED, sehingga permintaan lampu jenis CFL turun. Di sisi lain, biaya produksi lampu LED pun semakin murah, sementara biaya produksi lampu CFL justru makin mahal.

Karena itulah pihak Panasonic melakukan upaya untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Panasonic harus mengubah produknya dan itu, kata Gobel, mau tak mau harus ada pengurangan pekerja karena ada dua pabrik yang dimerger menjadi satu pabrik. Kini, Panasonic hanya mengoperasikan dua pabrik dari sebelumnya tiga pabrik. "Otomatis ada pengurangan pekerja. Dan lokasi pabrik tadinya 3 lokasi dipindah menjadi 2 lokasi," ujarnya. (dtc)

BACA JUGA: