JAKARTA, GRESNEWS.COM - Upaya Ide Syamsudin, warga Riau yang telah melakukan aksi berdiam diri di depan gerbang DPR selama dua bulan lebih menuntut dibongkarnya kasus malpraktek yang menimpa anaknya menemui jalan buntu. Bukannya mendapatkan keadilan yang diinginkannya ia malah mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan dari Dinas Sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Minggu malam (22/6).

Spanduk dan juga tenda terpal ala kadar tempat mereka berteduh dibongkar untuk kesekian kalinya. Syamsudin bersama isteri dan anaknya diperintahkan untuk pergi meninggalkan gedung wakil rakyat tersebut,

"Mereka bilang ini alasan sesuai Perda tak boleh tinggal disini dan instruksi atasan, tapi ketika saya tanya instruksi siapa, mereka tidak menjawab," ungkap Syamsudin kepada Gresnews.com di Senayan, Selasa, (24/6).

Syamsudin tepatnya sudah bermalam selama 78 hari dan belum mendapatkan perhatian sedikit pun dari para anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang masa jabatannya berakhir September tahun ini. Malam sebelum pengusiran, ia berinisiatif untuk mengirimkan pesan singkat kepada Ketua DPR RI, Marzuki Ali. Isinya meminta bantuan Marzuki untuk menuntaskannya masalah yang membelit putrinya tersebut.

Dalam pesan singkatnya, ia mengadu kepada ketua wakil rakyat tersebut, tindakan arogan serupa telah diterimanya berulang kali. Di samping tenda ala kadarnya terpampang spanduk bertuliskan : "Induk Mafia Medis Indonesia: Ketua Komisi IX DPR RI dr. Ribka Tjiptaning yang tanggal 10 April mengundang satpam untuk melakukan pencopotan dan pengusiran dirinya.

Hal tersebut berulang di tanggal 14 April, 7 Mei, 19 Mei, dan 9 Juni lalu oleh tiga PAMDAL yang mengendarai dua lori. Namun, perlakuan tersebut diindahkannya, “Saya tetap akan di sini hingga bertemu dengan Pak Marzuki, apa berat menemui rakyat miskin seperti saya barang sebentar saja?” ungkapnya.

Untuk mengingatkan kembali, Ide Syamsudin merupakan pengrajin kayu kecil di Riau mengalami kasus malpraktik pada putrinya, Ellyana Fitri (10 th) pada 29 Juli 2008 silam. Saat itu Ide membawa Ellyana ke RS Indrasari. Disana ia didiagnosa menderita usus buntu oleh Irwanto Bahar dan disarankan untuk melakukan operasi secepatnya.

Namun dalam operasi tersebut, tidak dilakukan pemeriksaan lanjutan kepada Ellyana dan juga tidak ada persetujuan operasi oleh orang tua. Dua minggu pasca operasi perutnya membuncit seperti orang hamil dan tidak ada tindakan apapun dari pihak rumah sakit untuk mengatasinya.

Dia melalukan operasi kedua dan ketiganya di Rumah Sakit Awal Bros, Pekanbaru, disana dari hasil USG dan ronsen usus Ellyana didiagnosa sudah infeksi berat. Total selama 45 hari dirinya mengalami tiga kali operasi dan kehilangan 35 cm usus. Hingga kini, ia kerap kali muntah hingga 17 kali sehari, dan mengalami amnesia singkat pasca muntah.

"Saya menuntut tanggungjawab pihak terkait paling tidak ada tanggung jawab berupa pemeriksaan kelanjutan bagi anak saya. Apakah keberlangsungan hidupnya akan terganggu akibat operasi ini atau tidak? Jika menimbulkan efek tolong disembuhkan," pinta Syamsudin sambil terisak.

Sementara itu Irwanto Bahar membantah telah melakukan malpraktik. Ia menegaskan kasus ini sudah selesai dengan kelengkapan berkas yang bisa dicek pada Kementerian Kesehatan dan Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu diungkapkan Bahar ke Gresnews.com pada 15 Juni lalu.

BACA JUGA: