JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Komisi IX DPR meminta Kementerian Tenaga Kerja secepatmya mengaudit dana yang dihimpun konsorsium asuransi TKI yang hingga kini tak jelas pertanggungjawabanya. Sebab dari ribuan klaim asuransi hanya sebagian kecil yang dibayarkan dengan berbagai alasan. DPR juga mendesak  konsorsium segera menyelesaikan klaim yang menjadi hak TKI sebagaimana mestinya menurut ketentuan yang berlaku.

Selain itu Komisi IX juga  meminta pengelolaan asuransi oleh konsorsium lama dibahas kembali,  karena masih banyak klaim asuransi yang belum terselesaikan hingga saat ini. Termasuk mekanisme pengelolaan asuransi oleh konsorsium asuransi yang baru. Pasalnya masih banyak kesimpang-siuran pengelolaan asuransi TKI pra penempatan, masa dan pasca penempatan. "Sampai saat ini pengelolaan asuransi TKI masih sangat berantakan, apalagi yang dilakukan konsorsium lama belum ada kejelasan," kata anggota Komisi IX DPR Okky Asokawati kepada Gresnews.com, Selasa (4/3).

DPR menurut Okky juga akan meminta Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertran) mengevaluasi kembali seberapa penting keberadaan asuransi kepada TKI, ditengah carut marut ketidakjelasan pencairan klaim asuransi.

Okky mengungkapkan  guna menelusuri persoalan dana asuransi TKI yang dikelola oleh konsorsium asuransi Proteksi yang kini telah dibubarkan Kemenakertrans, sebenarnya Komisi IX DPR telah membentuk Panitia Kerja (Panja) Konsorsium Asuransi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sekitar September 2011.  

Berdasarkan kesimpulan Panja Konsorsium Asuransi TKI tertanggal Desember 2012 yang ditandatangani Ketua Panja,  Irgan Chairul  Mahfiz menemukan perbedaan data peserta asuransi antara Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), konsorsium asuransi dan Kemenakertrans. Perbedaan tersebut, terlihat dari jumlah klaim yang seharusnya dibayarkan oleh konsorsium asuransi TKI dan jumlah TKI yang seharusnya menerima asuransi.

Berdasarkan data BNP2TKI, periode Oktober 2010 - Pebruari 2012, jumlah peserta asuransi TKI yang meliputi pra penempatan, masa dan pasca penempatan serta perpanjangan 1 tahun dan 2 tahun, mencapai 1.028.243 peserta dengan nilai premi mencapai Rp 254 miliar. Dari sejumlah data peserta tersebut, TKI yang mengajukan klaim 18.895 peserta. Dari klaim yang diajukan, sebanyak 9.701 peserta atau 51,34% telah diselesaikan, sisanya sebesar 47,44% ditolak dan 1,22% masih ditunda.

Pada periode yang sama, konsorsium menyampaikan laporan klaim jumlah asuransi yang masuk 18.944 peserta. Jumlah klaim yang dibayarkan 13.245 peserta sedangkan 5.699 klaim di tolak. Hingga Juni 2012, jumlah klaim yang masuk 24.539 kasus, ditolak, 11.210 kasus dan masih dalam proses 160 kasus.

Menurut laporan konsorsium asuransi, klaim-klaim yang ditolak, umumnya terjadi karena setelah dianalisa klaim-klaim tersebut bertentangan atau tidak memenuhi ketentuan UU nomor 39 tahun 2004 maupun Permen No. 07/MEN/IX/2010 yang telah diubah menjadi Permen No.1 Tahun 2012 tentang Asuransi. Dari sebab masalah diketahui bahwa umumnya karena (i) kendala psikologis/mental, (ii) penyakit bawaan, (iii) pulang karena keinginan sendiri dan (iv) kendala skill/keahlian.

Berbeda dengan laporan Direktur Jenderal Binapenta, pada periode 2010 – 2012, jumlah kasus klaim yang masuk 24.539 peserta. Jumlah klaim yang dibayarkan 13.169 klaim, jumlah yang masih dalam proses 160 klaim dan jumlah kasus yang di tolak 11.210 klaim. Klaim asuransi yang ditolak diantaranya karena  alasan medical check up (unfit) 293 kasus, disebabkan karena tidak memiliki keahlian (unskill) BLK mencapai 1.492 kasus sedangkan disebabkan karena tidak memiliki dokumen 309 kasus.

Sementara Direktorat Mediasi dan Advokasi BNP2TKI Tahun 2013 mencatat dari periode Januari sampai dengan Desember jumlah pengajuan klaim asuransi TKI pada Konsorsium Proteksi yang merupakan gabungan dari 11 perusahaan asuransi itu sebanyak 268.293 klaim, namun hanya 3.776 klaim yang dibayarkan. Sedangkan 264.517 klaim sisanya sampai sekarang baik yang lama maupun yang baru belum dibayarkan dan dilaporkan ke BNP2TKI. Nilai santunan Konsorsium Proteksi yang disetujui dari 3.776 klaim itu sebesar Rp14,2 miliar.

Berdasarkan Permenakertrans No.1 tahun 2012 tentang Asuransi TKI, kewenangan untuk menyelesaikan masalah klaim asuransi yang diajukan oleh TKI berada ditangan Kemenakertrans. Namun penyelenggaraan asuransi TKI yang dilakukan konsorsium asuransi belum mampu memenuhi perlindungan asuransi TKI sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor PER.07/MEN/V/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia.

Panja menyimpulkan, konsorsium asuransi TKI telah ´gagal´ menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara asuransi dalam memberikan jaminan perlindungan terhadap TKI yang bekerja di luar negeri atas resiko yang timbul. Fasilitas, sarana dan prasarana, serta dukungan sistem, prosedur, dan mekanisme yang dimiliki oleh konsorsium asuransi juga belum mampu memberikan perlindungan asuransi yang optimal kepada TKI.

Karena itu Panja merekomendasikan kepada Kemenakertrans dan BNP2TKI berkoordinasi dan bekerjasama  menangani masalah-masalah TKI,  sehingga dapat mendeteksi masalah dan penanganannya. Termasuk memperbaiki data kesimpangsiuran data TKI.

Kemenakertrans juga harus memberikan sanksi administrasi ataupun pencabutan penunjukan sebagai penyelenggara asuransi TKI sesuai Permenakertrans No.07/MEN/V/2010 tentang Asuransi TKI. Kemudian, secepatnya dilakukan audit  terhadap dana yang dihimpun konsorsium asuransi TKI.

Karena kegagalan penyelenggaraan asuransi dalam memberikan jaminan perlindungan TKI, maka konsorsium asuransi TKI dan pialang asuransi harus  dibubarkan. Menyerahkan penyelenggaraan asuransi TKI kepada konsorsium asuransi dan pialang asuransi yang baru yang lebih berkompeten untuk lebih mempermudah pengawasan dan campur tangan negara dalam melindungi TKI.

Jangka waktu pergantian konsorsium asuransi dan pialang asuransi yang baru diberikan waktu paling lambat 3 (tiga) bulan.

Pembubaran ini sebenarnya sudah ditindaklanjuti Kemenakertrans pada Juli 2013 dengan menetapkan tiga konsorsium asuransi TKI baru, menggantikan konsorsium dan pialang asuransi yang sebelumnya dibekukan. Ketiga konsorsium asuransi yang baru itu yakni Konsorsium Jasindo dengan ketua PT Jasindo, Konsorsium Astindo dengan ketua PT Asuransi Adira Dinamika, dan Konsorsium Mitra TKI dengan ketua PT Asuransi Sinar Mas. Tiga keputusan Menteri yang menjadi landasan hukum pembentukan 3 konsorsium asuransi TKI ini, secara resmi ditandatangani Menaker  Muhaimin Iskandar pada Selasa, 30 Juli 2013.

Bersamaan dengan penetapan itu, kementerian juga mencabut dua surat keputusan menteri sebelumnya, mengenai penunjukan konsorsium Proteksi TKI yang diketuai PT Asuransi Central Asia Raya dan Pialang Asuransi TKI.

Namun menurut Migrant Institute persoalan tidak selesai dengan ditunjuknya konsorsium baru. Sebab hingga saat ini klaim asuransi TKi belum dituntaskan dan masih banyak klaim asuransi yang belum dibayarkan hingga hari ini. "Pemerintah harus menanggung minimal di hand over ke konsorsium yang ada saat ini," kata Direktur Migrant Institute Adi Candra Utama kepada Gresnews.com, Selasa (4/3).

Menurutnya Kemenakertras wajib memastikan kepada siapa ribuan klaim asuransi yang belum terbayarkan itu bisa dicairkan. Sebab menurut Andi klaim asuransi yang merupakan hak TKI itu tidak selalu mudah diterima. Konsorsium Asuransi dengan berbagai alasan berusaha tidak menjalankan kewajiban membayar klaim asuransi tersebut. Alasan yang sering digunakan antara lain tidak adanya ketentuan di dalam peraturan perundang-undangan dan dalam polis asuransi yang disepakati. Sehingga, pada waktu lalu, konsorsium asuransi dengan alasan tersebut hanya membayarkan klaim asuransi sesuai kehendak sepihak konsorsium saja.

Pelanggaran yang sangat jelas ini dibiarkan oleh negara dengan membiarkan konsorsium asuransi tidak membayarkan klaim asuransi sesuai ketentuan. Padahal pemerintah telah melakukan pungutan premi asuransi kepada setiap TKI sebesar Rp400.000, yang disetorkan kepada perusahaan Konsorsium Asuransi TKI melalui PPTKIS.

Andi mengaku tahun 2013, Migrant Institute menangani ratusan pengaduan para TKI yang tidak bisa mencairkan klaim asuransi. Namun tetap tidak bisa dicairkan karena problem ´klasik´, seperti kelengkapan dokumen (misalnya surat pemecatan). Seharusnya, kata Adi, ketika KTKLN sudah dimiliki para TKI maka tidak perlu lagi kelengkapan dokumen lain. Sebab, asuransi merupakan syarat keluarnya KTKLN seperti tertuang dalam Pasal 63 ayat (1) huruf c UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri.  

Pasal 63 (1) dijelaskan bahwa TKI hanya dapat diberikan KTKLN apabila yang bersangkutan: a. Telah memenuhi persyaratan dokumen penempatan TKI di Luar Negeri; b. Telah mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP); dan c. Telah diikutsertakan dalam perlindungan program asuransi. "Apa pun alasannya, klaim yang belum dibayarkan itu harus diselesaikan," tegasnya.

BACA JUGA: