JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perwakilan warga Batang yang tergabung dalam Paguyuban UKPWR  bersama Greenpeace Indonesia hari ini kembali menyuarakan penolakan mereka terhadap rencana pembangunan PLTU Batubara di Batang, Jawa Tengah. Perwakilan warga yang terdiri dari para pemilik lahan, petani, nelayan, dan buruh tani datang ke Jakarta untuk menyampaikan fakta yang terjadi di Batang selama beberapa bulan terakhir.

Perwakilan warga juga mengklarifikasi pernyataan dari wakil pemerintah yang menyatakan bahwa proses pembebasan lahan untuk PLTU Batang telah selesai. Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi dalam kunjungannya ke Jepang minggu lalu, melalui sebuah forum dengan komunitas bisnis Jepang, menyatakan bahwa masalah pembebasan lahan untuk PLTU Batang sudah selesai. Jokowi juga menyatakan segala permasalahan sudah dapat diselesaikan.

"Pernyataan Presiden Jokowi bahwa proses pembebasan lahan untuk pembangunan PLTU Batang sudah selesai, sepertinya ia mendapatkan laporan ABS (Asal Bapak Senang) dari bawahannya, laporan tersebut tidak berdasar pada fakta di lapangan. Faktanya sampai hari ini masih ada puluhan hektare lahan yang masih tetap dipertahankan warga UKPWR," kata Team Leader Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Arif Fiyanto,dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Senin (30/3).

Berbagai pelanggaran hak asasi manusia, intimidasi, kriminalisasi, dan kekerasan dialami warga yang menolak pembangunan megaproyek energi kotor ini. Cayadi, salah seorang pemilik lahan, harus mendekam selama 7 bulan di penjara dengan tuduhan kejahatan yang tidak pernah dia lakukan.

"Saya bersama Pak Carman, warga sekampung saya harus berada di dalam penjara selama lebih dari 7 bulan, itu semua karena kami berdua menolak rencana pembangunan PLTU Batang di tanah kami. Kami tidak akan pernah rela, lahan pertanian produktif kami digusur dan diubah menjadi PLTU batubara," ujar Cayadi, salah satu warga pemilik lahan dari Desa Karanggeneng.

Ribuan Warga Batang yang tergabung dalam Paguyuban UKPWR telah berjuang selama hampir 4 tahun terakhir untuk mempertahankan lahan pertanian produktif dan kawasan kaya tangkap ikan mereka dari ancaman rencana pembangunan PLTU Batubara di Batang. Warga Batang telah melakukan puluhan kali aksi massa dan melakukan audiensi dengan berbagai kementerian yang terkait dengan PLTU Batang.

Para warga juga bahkan telah melakukan audiensi dengan pihak JBIC (Japan Bank for International Cooperation) dan parlemen Jepang untuk meminta agar JBIC membatalkan investasinya pada PLTU Batang. Karena itu mereka berharap pemerintahan Jokowi mau mendengarkan aspirasi mereka. Apalagi dalam pilpres tahun lalu, hampir 100% warga yang tinggal di wilayah UKPWR memilih Jokowi.

Roidi, salah seorang warga yang aktif menentang pembangunan PLTU Batang mengatakan, warga memilih Jokowi karena menaruh harapan besar, bahwa Jokowi akan mendengarkan suara warga Batang seperti janji Jokowi ketika melakukan kampanye di Batang. "Sekali lagi, kami ulangi bahwa kami menolak PLTU Batang yang akan dibangun di desa kami. Presiden Jokowi harus mendengarkan suara kami karena kami adalah pendukung kuat beliau selama pemilihan presiden. Hampir 100% masyarakat Batang memilih Jokowi, karena kami percaya bahwa beliauakan mendengarkan kami," katanya.

Roidi mengatakan, warga Batang saat ini masih percaya bahwa Jokowi akan mempertimbangkan kedaulatan pangan sebagai prioritas utamanya, tanah dan laut kami adalah salah satu yang paling subur dan produktif di Pulau Jawa. "Jadi, lahan ini tidak semestinya untuk energi kotor, dan bila hal itu akan terjadi maka ini bertolak belakangdengan visi Jokowi untuk mencapai kedaulatan pangan," tegasnya.

Sekitar 226 hektare lahan diperlukan untuk membangun PLTU Batang. PT BPI, Pemerintah Kabupaten Batang dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah selalu mengklaim bahwa lahan dimana akan dibangun PLTU Batubara adalah lahan tandus dan tidak produktif. Faktanya lahan yang diincar oleh PT BPI sebagai lokasi PLTU Batang adalah lahan pertanian padi yang sangat produktif dengan irigasi teknis yang dapat dipanen tiga kali dalam setahun.

Arif Fiyanto mengingatkan, salah satu visi Jokowi dalam  Nawacita, adalah mencapai kedaulatan pangan di Indonesia. Namun jika Jokowi memaksakan pembangunan PLTU Batubara di Batang, maka Jokowi mengkhianati visinya sendiri.

"Lahan pertanian produktif ini harus dipertahankan untuk mendukung pencapaian kedaulatan pangan. Jokowi harus memimpin Indonesia mencapai kedaulatan pangan dan kedaulatan energi. Untuk mencapai kedaulatan energi, batubara adalah solusi yang keliru, Jokowi harus memulai revolusi energi di Indonesia dengan mendukung pengembangan energi terbarukan sebesar-besarnya di era pemerintahannya," pungkas Arif.

BACA JUGA: