JAKARTA, GRESNEWS.COM - Anggaran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari BPJS Kesehatan kemungkinan akan ditambah. Penambahan anggaran JKN ini bertujuan agar rumah sakit swasta tak merugi mengikuti program kesehatan tersebut. Selama ini, rumah sakit swasta banyak yang enggan mengikuti JKN, lantaran tarifnya terlalu rendah.

Anggota Komsi IX DPR RI Imam Suroso mengemukan hal tersebut sesaat sebelum mengikuti Rapat Paripurna DPR, Selasa (16/9). Sistem paket yang ditawarkan BPJS Kesehatan untuk melayani semua pasien ternyata membuat rumah sakit swasta merugi. Rumah sakit swasta elit terutama yang paling banyak menolak ikut serta dalam program JKN tersebut. Pasien kelas menengah ke atas merupakan prioritas mereka, karena sangat menguntungkan.

"Tapi, saya minta dengan kesadaran sendiri, agar rumah sakit swasta dukung program pemerintah yang merakyat ini. Jangan khawatir, kami dari Komisi IX DPR akan menganggarkan lagi di pemerintahan Jokowi nanti. Penambahan anggaran ini agar rumah sakit tidak merugi, karena ini berdampak pada layanan pasien," ungkap Imam seperti dikutip situs dpr.go.id.

Politisi PDI Perjuangan tersebut menambahkan, akan ada evaluasi kembali untuk membenahi sistem JKN ini agar semua pihak diuntungkan. Apalagi, program ini merupakan amanat konstitusi, dimana semua warga negara harus mendapat perlindungan dan kesehatan. "Nanti akan kita benahi lagi supaya rumah sakit untung dan pasien juga untung," ujarnya.

Selama anggaran tidak ditambah, layanan bagi pasien terutama kaum miskin kurang terjamin. Kondisi ini bukan tidak disadari Komsi IX DPR. Sebagai pengawas pemerintah untuk program kesehatan masyarakat, tentu akan menjadi fokus perhatian selama program JKN ini berjalan kurang dari 1 tahun.

Menurut Imam, sebaiknya layanan kelas tiga di setiap rumah sakit digratiskan total terutama bagi orang-orang miskin. Tak perlu lagi membayar iuran ke BPJS Kesehatan. Anggaran yang ada juga sudah cukup. Dan datang ke rumah sakit cukup membawa KTP saja.

Dengan begitu masyarakat sangat dimudahkan aksesnya untuk mendapat layanan kesehatan yang baik dari pemerintah. "Kalau kelas tiga gratis, wah top itu," nilainya singkat.

Evaluasi lainnya, masih menurut Imam, sosialisasinya masih terasa kurang walau program JKN sudah hampir satu tahun berjalan. Banyak masyarakat yang belum tahu sepenuhnya dengan layanan program JKN ini. "Kita sudah anggarkan Rp20 triliun. Bisa rugi kalau sosialisasinya tidak baik. Malah yang diuntungkan adalah perusahaan asuransinya," tutur Imam.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI dr Nafsiah Mboi, SpA, MPH, mengakui JKN perlu terus diperbaiki seiring berjalannya program. Untuk masalah tarif JKN, Menkes mengatakan penyesuaian akan terus dilakukan namun dengan tetap mempertimbangkan semua elemen terkait yang berada di dalam JKN.

"Tarif berapa sih yang paling pas? Ada banyak masukan dari teman-teman di rumah sakit. Ada masukan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Arahan saya kepada teman-teman adalah harus empat win (menang)," kata Nafsiah, Selasa (9/9) kemarin.

Empat win yang dimaksud oleh Menkes adalah empat pihak yang terlibat dalam program JKN. Empat pihak tersebut yaitu masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, dan BPJS. Penyesuaian tarif JKN harus memikirkan dan membawa keuntungan pada semua pihak.

"Masyarakat harus untung di mana saja dan kapan saja mereka punya akses pelayanan yang komprehensif dan bermutu. Win kedua, fasilitas kesehatan apakah puskesmas atau rumah sakit harus untung, kalau tidak untung tidak punya kemampuan untuk meningkatkan mutunya. Win ketiga, tenaga kesehatan kita harapkan penghasilannya yang didapatkan dari JKN dapat meningkatkan insentif. Win keempat kita ingin BPJS tumbuh berkembang dan tidak bangkrut, kita ingin BPJS untung meski tidak banyak," terang Menkes.

Keuntungan yang dimaksud untuk BPJS dikatakan oleh Menkes bukan seperti keuntungan perusahaan komersial. Setidaknya BPJS dengan tarif baru JKN dapat mendapatkan dana operasional dan dana cadangan yang cukup. (dtc)

BACA JUGA: