Jakarta - Lantaran menyisakan tunggakan semasa sekolah, sejumlah ijazah tampak masih berada di SMAN 18 Jakarta di Jl Warakas I, Tanjungpriok, Jakarta Utara. Hingga saat ini, banyak orangtua murid yang ditenggarai belum melunasi tunggakan tersebut. Untuk itu, diperlukan komunikasi antara pihak sekolah dan wali murid untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA Negeri 18 Jakarta, Riamin Manurung mengaku, terdapat beberapa ijazah milik siswanya yang tertahan di sekolah. Bahkan, sejak tahun 1998 jumlahnya mencapai 40 lembar, sehingga tunggakan ke sekolah mencapai Rp200 juta.

"Beberapa wali murid sering kali enggan datang ke sekolah karena takut tidak bisa melunasi utang-utangnya. Padahal, pihak sekolah selalu memberi keringanan dengan mencicil tunggakan kepada orang tua siswa yang hendak mengambil ijazah putra-putrinya," kata Riamin, Rabu (1/2).

Gadaikan ponsel
Menurutnya, permasalahannya terdapat pada beberapa siswa atau orang tuanya yang tidak pernah berusaha mengambil ijazah. Riamin mencontohkan, Agustus tahun lalu, dari 250 siswa yang lulus terdapat sekitar 40 siswa yang tidak langsung mengambil ijazahnya. Namun, setelah pihak sekolah menyuratinya, baru satu per satu siswa atau orang tua mereka berdatangan, sehingga menyisakan 15 lembar ijazah yang masih tersimpan di ruang arsip sekolah.

"Wilayah sekitar SMA 18 Jakarta ini pada umumnya dihuni oleh masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah. Mereka tidak datang karena ada yang langsung bekerja dan sepertinya merasa belum perlu," katanya.

Ani, 40, orang tua murid SMA 18 Jakarta merasa sedikit lega. Sebab, sejak dua bulan lalu putra sulungnya Aji Prasetyo, 21, akhirnya bisa mengambil ijazah di SMA Negeri 18 Jakarta. Padahal, lulusnya sejak tahun 2009 lalu.

"Selama lebih dari dua tahun saya tidak berani mendatangi sekolah untuk mengambil ijazah, karena saya menunggak uang sekolah sebesar Rp 1,2 juta dan tidak bisa melunasinya," ungkapnya.

Menurut Ani, setelah lulus SMA dua tahun lalu, anaknya kini bekerja di sebuah salon mobil hanya dengan modal surat keterangan lulus. Sampai pada November 2011, Aji ingin bekerja di tempat yang lebih baik, dan oleh sebab itu dirinya membutuhkan ijazah untuk melamar pekerjaan.

"Untuk menebus ijazah itu, saya menggadaikan ponsel dan terkumpul uang Rp700 ribu. Setelah itu, saya mencoba datang ke sekolahnya untuk mengambil ijazah, dan ternyata dibolehkan," terangnya.

BACA JUGA: