JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid mengkiritisi para pengusaha dan manajemen hotel, mall, supermarket dan restoran yang mengharuskan serta mewajibkan karyawannya mengenakan atribut natal, seperti topi dan baju santa klaus, pada karyawan yang berbeda keyakinan.

"Pakaian itu kan ada yang identik dengan budaya dan ada yang identik dengan akidah atau keyakinan. Kalau atribut natal seperti baju dan topi santa klaus itu kan jelas-jelas identik dengan agama tertentu. Jadi seharusnya pengusaha dan manajer mall, supermarket, hotel dan restoran untuk tidak memaksakan karyawannya mengenakan pakaian yang bertolak belakang dari keyakinan yang dianut karyawannya tersebut," jelas Sodik seperti dikutip situs dpr.go.id, Jumat (19/12).

Ditambahkannya, pemaksaan itu dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk intoleransi dan kedangkalan pemahaman keragaman agama dari seseorang. Memaksakan karyawannya mengenakan pakaian yang identik dengan agama yang bertolak belakang dengan agama yang dianut karyawan-karyawannya tersebut sama dengan memaksakan seseorang untuk menganut dan menjalankan ritual agama tertentu.

"Saya ini penganut pluralisme yang sangat menghormati keberagaman agama, keyakinan, suku dan bahasa. Tetapi dengan memaksakan karyawan mengenakan atribut natal padahal karyawannya itu beragama muslim yang terbiasa mengenakan hijab misalnya, itu bukan sebuah toleransi dan kerjasama antar umat beragama, namun pemaksaan kehendak. Berbeda dengan hari kasih sayang, yang menjadi budaya di kalangan anak muda dan tidak indetik dengan agama tertentu," papar politisi dari Fraksi Parta Gerinda ini.

Sementara itu di Jawa Timur, sebanyak 12 orang yang mengaku anggota Jamaah Ansharusy Syariah (JAS) terpaksa digiring anggota polisi ke Mapolres Mojokerto Kota, Rabu (17/12) lalu. Pasalnya, belasan anggota organisasi pecahan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Ba´asyir ini hendak membagikan selebaran larangan merayakan natal bagi umat muslim di Kota Mojokerto.

Kapolres Mojokerto Kota, AKBP Wiji Suwartini mengatakan, 12 anggota JAS Mojokerto ini terpantau sedang berkumpul di Jalan Empunala. Belasan pria mayoritas berpakaian muslim dan berjenggot ini, hendak membagikan selebaran yang melarang umat muslim ikut merayakan natal.

"Mereka akan menggelar aksi penolakan perayaan natal, katanya perayaan natal itu haram. Mereka akan mendatangi toko-toko dan tempat usaha yang memperkerjakan karyawan muslim agar tidak memaksa memakai atribut natal," ucap Wiji.

Untuk mengantisipasi gesekan antar umat beragama di wilayah hukumnya, Wiji menuturkan, ke-12 anggota JAS ini sempat digiring ke Mapolres Mojokerto Kota. Pihaknya sebatas mencegah agar mereka tidak membagikan selebaran tersebut. Usai diberi arahan, 12 anggota JAS diizinkan pulang.

"Kita giring ke Mapolres karena biar tidak menjadi perhatian masyarakat, daripada seperti itu lebih baik melalui kita saja yang menginformasikan kepada masyarakat. Kita komunikasikan melalui MUI (Majelis Ulama Indonesia) maupun FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama)," tuturnya.

Dalam selebaran yang disita kepolisian, JAS melarang umat muslim memakai atribut natal, memberikan ucapan selamat natal kepada umat Kristen dan memberikan bantuan dalam merayakan natal. Selain itu, organisasi pecahan JAT pimpinan Abu Bakar Ba´asyir ini meminta agar pemilik usaha tidak memaksa karyawan muslim untuk memakai atribut natal.

Namun, Wiji menambahkan, pada 22 Desember mendatang, anggota JAS akan menyisir kawasan pertokoan di wilayah Kota Mojokerto. Untuk mengantisipasi aksi anarkis, pihaknya akan melakukan penjagaan dan patroli di wilayah yang menjadi sasaran anggota JAS tersebut.

"Tanggal 22 mereka akan melakukan survei ke toko-toko untuk melihat apakah ada karyawan yang memakai atribut natal atau tidak, namun kita tetap mengimbau agar mereka tidak membentangkan spanduk dimanapun dan kapanpun untuk menghindari gesekan di masyarakat," tandasnya. (dtc)

BACA JUGA: