JAKARTA, GRESNEWS.COM - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) akan membuat lembaga pengawasan Pengelola Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Sebab walaupun telah diamanatkan untuk melindungi TKI dalam UU 39/2004, namun menurut data, hanya sekitar di bawah 1 persen saja PJTKI yang bertanggung jawab atas pemulangan TKI dan penyelesaiannya sering masalah.

Permasalahan TKI, diakui BNP2TKI, 80 persennya berada di hulu. Dengan dua lembaga yang paling bertanggung jawab, yakni Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) sebagai penggambil kebijakan dan BNP2TKI. "Banyak terjadi tumpang tindih kebijakan antara kedua lembaga ini," ujar Kepala BNP2TKI Nusron Wahid dalam diskusi Elegi untuk TKI di Double Tree, Hilton Hotel, Cikini, Jakarta, Sabtu (18/4).

Selama ini, para TKI yang dikirimkan banyak tak memiliki kompetensi namun dipaksakan berangkat lantaran PJTKI sudah menerima uang. Pola "bisnis" TKI ini dianggap salah lantaran mendahulukan kontrak daripada pelatihan. "Seharusnya pelatihan dulu baru adakan kontrak dan pengiriman," katanya.

Sistem di hampir semua pemerintahan mempunyai services level agreement yang rendah. Pemerintah dan etos kerja untuk melindungi TKI memang diakuinya harus ditata ulang. "Hingga hari ini pun tak ada pengawasan terpadu untuk para PJTKI," Nusron mengakui.

Padahal bisnis pengiriman tenaga kerja berkarakter asimetrik dimana terdapat informasi yang tidak utuh yang diberikan tenaga kerja ke majikan begitupun sebaliknya. Ekspektasi berbeda antara majikan dan tenaga kerja pasti terjadi, contoh kecilnya pekerja ingin kenaikan gaji sedang majikan ingin pekerjaan yang maksimal.

Ke depannya hal ini akan diubah dengan membuat Employment Service Organization (ESO) pada awal bulan Juli sebagai percobaan. ESO ini yang nantinya akan bertugas mengawasi 30 PJTKI pertama. Setiap satu tim terdiri dari lima orang, akan menangani PJTKI yang mengelola TKI di atas 1000 orang. "Jadi nanti jelas siapa yang diawasi, masalah mana yang perlu ditangani dari hulu ke hilir dengan mekanisme seperti ini," katanya.

Hal kedua yang akan dilakukan BNP2TKI adalah meminta pemerintah menerapkan aturan kewajiban pada UU 39/2004 melakukan psikotes pada calon TKI. "Masalah TKI terjerat hukum di sana juga kemungkinan karena tak kuat tekanan psikologinya," katanya.

Moratorium pemberlakuan kontrak perusahaan pun harus dikuatkan. Selama ini moratorium pengiriman TKI ke Timur Tengah tetap berlaku bagi TKI baru yang belum ditempatkan, sementara bagi TKI yang ingin memperpanjang kontrak kerja masih diperbolehkan. Karena perpanjangan kontrak dapat diartikan sebagai kenyamanan kerja di majikan.

Sementara untuk kontrak, Nusron menginginkan kontrak tak lagi dibuat per individu tapi juga dengan perusahaan. Jika kontrak masih dengan individu maka negara harus berhadapan dengan 3 juta kepala keluarga. "Jangankan pemerintah Indonesia, pemerintah Arab pun tak akan bisa menerobosnya," katanya.

Hal senada juga diungkapkan Analis Kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo  yang melihat dari waktu ke waktu tak ada perubahan signifikan masalah perlindungan TKI. Indonesia hanya menginginkan efek signifikan tanpa menyiapkan roadmap yang jelas. "Diakui selama ini PJTKI melakukan kejahatan tanpa penghukuman, padahal nilai rupiah selalu berputar dari bisnis TKI," katanya.

Pemerintah juga diminta tegas dalam menegakkan regulasi, karena kelemahan mendasar ada pada pelanggaran UU 39/2004. Jika menginginkan perlindungan TKI yang baik maka pelanggaran hukum harus ditindak tegas. "Jangan melulu menyalahkan pihak swasta padahal kewajiban melindungi rakyat ada pada pemerintah," kata Yusri Albima, Koordinator Aliansi TKI Menggugat.

Ia menyarankan penutupan jalur pengiriman TKI ke Timur-Tengah lewat moratorium harus dilihat dengan berbagai cara. "Jangan ada semangat menutup tapi tak ada antisipasi penutupan lewat jalur lain," kata Yusri.

BACA JUGA: