JAKARTA, GRENEWS.COM - Pelayanan kesehatan masyarakat masih menjadi kendala serius yang kini dihadapi pemerintah Joko Widodo (Jokowi). Sebab ketimpangan pelayanan kesehatan ini masih terjadi dimana-mana. Hal itu akibat masih terjadinya keterbatasan pelayanan, seperti tenaga kesehatan dan infrastruktur kesehatan.

Kementerian  Kesehatan sebelumnya menyebut masih memerlukan 1.294 Puskesmas dari jumlah puskesman yang ada  9.320 unit. Sedang untuk fasilitas rumah sakit pemerintah masih membutuhkan sedikitnya 20 unit rumah sakit.  Sementara untuk tenaga medis terutama dokter umum pemerintah masih membutuhkan sekitar 12 ribu tenaga dokter.  

Padahal Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menyebut  agenda pembangunan kesehatan yang ingin disasar pemerintah adalah mewujudkan akses dan mutu pelayanan kesehatan.  Sasaran pokok yang akan dicapai pemerintah salah satunya,  pembangunan kesehatan di daerah dengan populasi tinggi, terpencil, perbatasan, kepulauan, dan rawan bencana.

Dalam Rencana kerja Kementerian  Kesehatan Tahun 2011-2025, pemerintah  bertekad menyasar pemenuhan tiga belas jenis kategori tenaga kesehatan yaitu dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, perawat gigi, apoteker, asisten apoteker, sanitarian, tenaga gizi, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga keterapian fisik dan tenaga keteknisian medis.

Namun, jika mengamati grafik ketersediaan tenaga kesehatan yang ada, tampaknya amanat tersebut belum terealisasi. Dari data Kemenkes yang ada, dapat dikatakan peningkatan jumlah tenaga kesehatan di Indonesia belakangan ini cenderung melambat.

URGENSI PELAYANAN MEDIS - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai pelayanan medis terhadap masyarakat secara nasional belum terselenggara dengan maksimal. Hal itu karena minimnya akses pelayanan medis dan kurangnya tenaga medis, terutama di daerah perbatasan. "Kita masih kekurangan tenaga medis, dokter dan perawat di daerah perbatasan," ungkap anggota Komisi IX DPR Irma Suryani dihubungi gresnews.com.

Menurut Suryani, indikator lain buruknya kualitas pelayanan medis di daerah adalah Puskemas belum mampu menangani 144 diagnosis penyakit sesuai Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang dimuat dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Tahun 2012.

Permasalahannya selama ini, kata Irma, dokter seringkali tidak mampu memberikan pelayanan maksimal walaupun diagnosis penyakit sesuai syarat SKDI. Akibatnya, hak masyarakat terhadap pelayanan kesehatan belum terpenuhi secara baik.

TENAGA KESEHATAN MINIM - Berdasarkan data Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan (BPPSDMK) Kemenkes tahun 2013, terdapat ketersediaan tenaga kesehatan diantaranya Dokter Spesialis (36.756), Dokter Umum (41.841), Dokter Gigi (11.857), Tenaga Perawat (288.405), Tenaga Bidan (137.110), Tenaga Farmasi (40.181), tenaga kesehatan lainnya (125.494), jumlah tenaga non kesehatan (195.454).

Dari data tersebut, total rekapitulasi tenaga kesehatan aktif di Indonesia tahun 2013 baru mencapai 877.098 orang.

Sementara, pada tahun 2014 angka tersebut tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan. Dimana jumlahnya pertambahnya tenaga kesehatan itu hanya terpaut sedikit menjadi sekitar 891.897. Artinya, ada kendala pertumbuhan pada tahun 2014.

Padahal, data BPPSDMK Kemenkes sebelumnya menunjukan laju pertumbuhan  cukup posisif yaitu  pada 2010 yang berjumlah (501.052), tahun berikutnya 2011 menjadi (661.289), tahun 2012 (707.234), tahun 2013 (877.098) dan tahun 2014 (891.897). Bisa dikatakan, tahun 2014 lalu tingkat pertumbuhannya cenderung melemah atau tidak terjadi penambahan jumlah tenaga kesehatan secara signifikan.

BPPSDM Kesehatan sebelumnya juga menghitung dari jumlah puskesmas yang lebih dari 9 ribu itu. Nasih terdapat kekurangan 43.856 tenaga kesehatan. Sedangkan puskesmas yang sudah memiliki tenaga kesehatan sesuai standar baru 1.015 tenaga.  
 
Dari jumlah tersebut, ia mengatakan tenaga kerja yang paling banyak kekurangan adalah perawat, yakni sebesar 7.901, disusul dengan bidan sebesar 6.861, ahli gizi sebesar 5.701, analis kesehatan sejumlah 5.701, dokter gigi sejumlah 4.526, tenaga farmasi sebanyak 4.086, sanitarian sebanyak 3.367, kesmas sebanyak 3.180 serta dokter umum sebanyak 2.513.
 
Jumlah tersebut, ujar Usman, disesuaikan dengan standar ketenagakerjaan di puskesmas berdasarkan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.

Urgensi tersebut semestinya dapat mendorong pemerintah dengan  mencetak lebih banyak lagi kuantitas sumberdaya tenaga kesehatan. Pasalnya, mantan Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti pada 2013 lalu menyebut, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tergolong cukup besar yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Tingginya AKI disinyalir dampak dari keterbatasan dan keterlambatan pelayanan medis.

Disamping itu, minimnya ketersediaan pelayanan kesehatan juga diklaim sebagai ancaman serius di tengah laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin sulit dibendung. Menurut proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia mencapai sekitar 250 juta jiwa. Serta diproyeksikan akan membengkak menjadi 305,6 juta pada tahun 2035.

Ketua Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan (LAM-PT Kes) Usman Chatib Warsa mengakui rasio tenaga medis (dokter) saat ini belum memadai apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia.

"Rasio dokter dengan penduduk Indonesia dari informasi Kemenkes masih sekitar 1 banding 4.000 penduduk. Sementara, negara maju rasionya bisa sampai kurang lebih 1 banding 1.000 penduduk ke bawah," kata Usman beberapa waktu lalu.

BENAHI PELAYANAN - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dituding tidak menjalankan tugasnya dengan baik terkait pemerataan pelayanan kesehatan.

Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta mengatakan, masalah utama pelayanan kesehatan saat ini disebabkan rendahnya jumlah tenaga medis di daerah.

Menurutnya, masalah itu menimbulkan ketimpangan pelayanan antara pusat dan daerah. "Kemenkes belum mampu melakukan pemerataan penyaluran tenaga kesehatan ke daerah," ujar Marius kepada gresnews.com.

Untuk itu, Marius menyarankan pemerintah melakukan pemerataan, pendidikan dan kaderisasi tenaga medis. Disamping itu pemerintah juga harus memberikan memperhatikan nasib para tenaga medis baik dari segi jenjang karir hingga tunjangannya. Hal itu penting sebagai jaminan dan motivasi kerja para tenaga medis baik dokter, perawat dan bidan.

BACA JUGA: