JAKARTA, GRESNEWS.COM - Target pemerintah untuk swasembada gula pada akhir 2019 nampaknya akan menghadapi kendala berat. Pasalnya, keberadaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang menaungi Pabrik Gula (PG) saban tahun mengalami kerugian lantaran PG tidak memiliki bahan baku yang cukup.

Pihak Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun berancana akan menutup sejumlah PG untuk efisiensi keuangan negara. Namun di sisi lain, target pemerintah untuk swasembada gula akan terancam lantaran produksi gula dari tebu petani akan menurun.

Di kalangan anggota DPR sendiri masih berbeda pandangan soal rencana penutupan pabrik gula ini. Anggota Fraksi PDIP Ihsan Yunus menegaskan dukungannya atas rencana penutupan pabrik gula itu untuk mengefesiensi keuangan negara. Pasalnya beberapa tahun terakhir pabrik-pabrik gula di bawah pengelolaan PTPN memang banyak mengalami kerugian.

Kendati begitu, Ihsan mewanti-wanti sejumlah PTPN yang akan menutup PG agar mengkaji dampak sosial akibat penutupan itu secara matang. Dewan Perwakilan Rakyat khawatir dampak sosial dari kebijakan penutupan PG terutama soal tenaga kerja yang akan kehilangan lapangan kerja.

"Kami menunggu minta BUMN bahwa karyawan tidak terbangkalai saya rasa bisa. Karena pekerja tidak begitu banyak. Bahkan satu pabrik gula ada yang cuma 59 orang," kata Ihsan.

Ihsan mewanti-wanti pemerintah agar tetap mempertimbangkan ekses sosial saat penutupan PG. Dia mengatakan seluruh pekerja yang terkena dampak penutupan itu ada sekitar 3000 orang. Sejauh ini pihak PTPN mengaku tengah menyiapkan skema penyelesian soal pekerja tersebut.

"Mereka (PTPN) akana menyampaikan ke DPR soal bagaimana skemanya. Apakah akana dipensiundinikan atau dialihkan kepada PG yang tetap dipertahankan," kata Ihsan.

Meskipun penutupan beberapa PG akan dilakukan, Ihsan Yunus mengaku optimis target swasembada gula yang dicanangkan pemerintah akan terealisasi asal pemerintah berkomitmen untuk merevitalisasi PG. Dia mengatakan, penyebab rendahnya produksi yang dihasilkan PG selama ini terkendala masalah ketersediaan bahan baku yang terbatas sehingga PG tidak bisa produktif.

Ihsan menyebut, kebutuhan gula nasional mencapai 5,7 juta ton. Dari jumlah itu, 2,8 juta ton diantaranya untuk konsumsi rumah tangga dan 2,9 juta ton untuk industri. Sementara gula yang berbasis tebu pada tahun 2016 hanya bisa menghasilkan 1,2 juta ton dan pihak swasta 1,2 juta ton. Untuk memenuhi gula konsumsi rumah tangga, Indonesia masih mengalami defisit sekitar 600 ribu ton.

Karena alasan itu, melihat kondisi PG yang telah yang terus mengalami penurunan produksi Ihsan mendorong PTPN melakukan revitalisasi PG untuk mencapai target pemerintah swasembada gula. "Nah ini kan harus kita cari solusinya, harus ada perbaikan baik itu di on farm (lahan) maupun off farm (pabrik)," katanya.

GEJOLAK SOSIAL - Pandangan berbeda disampaikan anggota Komisi VI Abdul Wachid. Anggota Fraksi Partai Gerindra mengkhawatirkan penutupan pabrik gula malah akan memancing gejolak sosial.

Lebih juah dia mengungkapkan, industri gula saat ini menjadi penggerak roda perekonomian rakyat disekitarnya. Kalau PG ditutup maka roda ekonomi juga akan terkena imbasnya. Karena itu perlu pengkajian yang komprehensif agar tidak menyisakan persoalan sosial.

"Penutupan pabrik gula itu kan berdampak kepada ekonomi di daerah. Di situ ada pabrik gula dan ada roda ekonomi. Mulai dari tukang ojek, penjual rokok dan lainnya," ujar Wachid di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta beberapa waktu lalu.

Wachid menekankan penyelesaiannya kepada persoalan hulunya yakni soal minat petani yang tidak bergairah menanam tebu. Aspek ini menurut Wachid yang mesti digenjot dengan memberi akses kredit yang mudah dan stabilitas harga tebu paska panen sehingga pasokan bahan baku untuk pabrik gula  tetap terjaga. "Pabrik juga harus ada jaminan harga pada petani selama ini kan tidak ada," kata Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah.

Terkait rencana penutupan pabrik gula ini, pada Jumat (20/1) kemarin, Tim Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi VI DPR meninjau Pabrik Gula (PG) Watoetoelis dan PG Toelangan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Ketua Komisi VI DPR Mohamad Hekal mengatakan, kedatangan Komisi VI tersebut bertujuan untuk mengkaji ulang kebijakan Pemerintah terkait penutupan PG yang berada di wilayah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X itu.

"Setelah adanya rencana penutupan tersebut, keresahan dari masyarakat mulai bermunculan. Tentu kita sebagai wakil rakyat tidak bisa diam, kita harus kaji betul apakah ini kebijakan yang tepat, benar, dan akan mencapai swasembada gula yang berdampak pada kesejahteraan petani serta terjangkaunya harga gula, atau malah sebaliknya," ungkap Hekal

Politisi F-Gerindra itu berharap kebijakan tersebut dapat dikaji ulang secara matang oleh pemerintah, dengan melihat berbagai aspek seperti, kepentingan nasional terhadap gula, kesejahteraan para petani, hingga persediaan bahan baku dan lahan.

"Kita mau tahu apakah ini merupakan kebijakan yang tepat. Kalaupun tepat apakah tepat dilaksanakan hari ini atau masih bisa tepat tahun depan. Hal ini untuk meminimalisir dampak negatifnya, sehingga target swasembada pangan untuk kesejahteraan petani dan harga gula yang terjangkau itu bisa tercapai," ujar Hekal.

Politisi asal dapil Jawa Tengah itu mengatakan pihaknya ingin memastikan kondisi pabrik secara real dengan harapan bahan baku yang diperlukan tersedia sehingga nantinya masih memungkinkan untuk direvitalisasi.

"Maka dari itu Komisi VI ingin meminta kejelasan serta mengumpulkan data-data yang masih diperlukan untuk secepatnya dilakukan pembahasan, sehingga dapat menentukan dukungan politik ataupun tindakan selanjutnya terkait rencana ini dan menemukan hasil terbaik untuk semua pihak," jelasnya.

BACA JUGA: