JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sekitar 50 orang warga Rembang yang sebagian besar Ibu-ibu mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Mahkamah Agung, serta Mabes Polri. Mereka mengadukan tindakan kekerasan yang dilakukan aparat saat mereka melakukan aksi unjuk rasa menolak  pembangunan Pabrik PT Semen Indonesia di Desa Watu Putih, Rembang.

Para perempuan ini, sebelumnya telah tinggal di tenda-tenda yang berada di lokasi rencana Pabrik Semen selama 155 hari sejak Juni 2014. Aksi tinggal di tenda merupakan bentuk penolakan terhadap pendirian pabrik semen di Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih. "Pendirian pabrik hanya akan merusak lingkungan dan sumber mata air," ujar Ridwan Bakar, kuasa hukum warga dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), kepada Gresnews.com, Minggu (23/11).

Upaya memperingatkan kerusakan lingkungan ini sebelumnya telah diajukkan kepada Pemerintah Daerah Jawa Tengah. Namun Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah justru menyarankan warga menggugat izin yang telah diterbitkan, karena izin itu dikeluarkan oleh Gubernur sebelumnya.

Sementara PT. Semen Indonesia juga tidak menunjukan itikad baiknya, mereka malah menggunakan cara-cara kekerasan. "Bukan hanya tidak direspons, warga juga mendapatkan perlakuan yang represif dari ratusan aparat kemanan TNI dan Kepolisian saat melakukan aksi penolakan peletakan batu pertama pada 16 Juni 2014," ungkapnya.

Saat melakukan aksi, chaos antara warga dan aparat tidak dapat terelakkan. Warga diseret, dicekik, bahkan ada dua orang yang pingsan akibat tindakan ini. Penolakan mereka bukan tanpa alasan, menurut penelitian Pertambangan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah pada Maret 1998 19 lokasi pabrik dan lokasi eksploitasi penambangan berada di wilayah CAT Watuputih merupakan kawasan yang memiliki fungsi penyimpan cadangan air yang tak boleh diganggu gugat keberadaannya.

Warga juga mendatangi Mabes Polri guna menuntut kepolisian bertindak netral dan menindak anggotanya yang bertindak diskriminatif dan terlibat dalam mengintimidasi masyarakat. Selain itu, warga juga mendatangi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengingatkan kembali kawasan CAT Watuputih merupakan bentangan kawasan karst sehingga dilarang adanya aktifitas pertambangan di daerah tersebut.

Menanggapi laporan ini, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar menegaskan akan bertindak netral dan tidak berpihak. Laporan pun akan disampaikan ke Polda Jateng dan Polres Rembang.

"Tapi ia tak mengatakan akan menarik aparat," ujar Muhnur Satyaprabu, kuasa hukum Walhi kepada Gresnews.com, Minggu, (23/11).

Setelah ke Mabes Polri Warga juga mendatangi Mahkamah Agung untuk menuntut hakim bersertifikasi lingkungan menjadi ketua majelis hakim dalam sidang gugatan PTUN terhadap ijin lingkungan PT. Semen Indonesia. Karena sebelumnya diketahui hakim ketua yang memimpin jalannya sidang tidak mempunyai sertifikasi lingkungan.

Sedang Muhammad Nurkhoiron, Komisioner Komnas HAM, menyatakan akan menindaklanjuti aduan warga. "Warga berharap Komnas HAM bisa berkoordinasi dengan Mabes Polri. Karena sebenarnya tindakan warga mendirikan tenda itu tidak mengancam, mereka hanya tidur di sana," ujar Ridwan.

Sebelumnya Komnas HAM juga telah mengirimkan rekomendasi menghentikan pembangunan pabrik semen kepada Gubernur Jawa Tengah dan Bupati Rembang. Namun sayangnya, Komnas HAM hanya bisa berlaku sebagai fasilitator semata.

Saat ini izin lingkungan milik PT Semen Indonesia sedang digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh warga dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Pembangunan pabrik semen terus berlanjut padahal izin lingkungan PT Semen Indonesia sedang disengketakan. "Proses pembangunan pabrik juga mengintimidasi warga karena pelibatan aparat keamanan baik kepolisian maupun TNI dengan senjata lengkap mengawal dan mendatangani warga sekitar terutama di tenda perlawan tempat ibu-ibu tinggal," kata Muhnur.
 
Proses pembangunan pabrik harus dihentikan sementara sampai putusan PTUN atas pembangunan pabrik keluar. Warga meminta seluruh alat berat dikeluarkan dari tapak pabrik. Apabila berbagai upaya ini nanti tidak mendapatkan respon positif, warga menyatakan akan memblokade jalan masuk menuju tapak pabrik, demi kelangsungan hidup mereka dan anak cucunya.

Terakhir sidang gugatan telah memasuki tahap eksepsi. PT Semen Indonesia menyatakan pembangunan pabrik harus terus dilakukan. Karena berdasar SK Menteri Perindustrian, semen merupakan objek vital yang harus dijaga. Alasan ini akan dibalas pada 4 Desember nanti, dengan Undang-Undang Pengadaan Lahan yang menyatakan semen bukan termasuk kepentingan umum yang harus didahulukan.

Saat ini penjagaan oleh aparat keamanan masih dilakukan di lapangan. "Bahkan sekarang jalan akses menuju tenda ibu-ibu diportal dan dijaga," kata Muhnur.

BACA JUGA: