JAKARTA, GRESNEWS.COM - WWF Indonesia menegaskan dukungannya atas penindakan hukum yang dilakukan Balai Pengamanan Dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (Gakkum) wilayah Kalimantan terhadap pelaku penyelundupan gading gajah di Nunukan, Kalimantan Utara. Seperti diketahui, pada tanggal 13 Januari 2017 lalu, pihak Gakkum LH wilayah Kalimantan berhasil menggagalkan upaya penyeundupan 5 potong gading gajah bersama pihak Bea dan Cukai pelabuhan Tunon Taka, Nunukan.

Gading gajah tersebut diselundupkan oleh seorang perempuan yang berinisial MRA dari Tawau, Malaysia hendak dibawa ke Flores, Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya tanggal 3 Mei 2017 Penyidik SPORC Brigade Enggang Seksi Wilayah II Samarinda dan Balai Gakkum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah Kalimantan didukung oleh Satreskrim Polres Nunukan berhasil menangkap tersangka pemilik gading gajah tersebut dan kemudian tanggal 4 Mei 2017 dilakukan penahanan.

Dari situs resmi Bea Cukai Nunukan, penyelundupan gading gajah baru-baru ini juga terjadi lagi, tepatnya pada tanggal 13 Mei 2017. Petugas Bea Cukai di pelabuhan Tunon Taka Nunukan berhasil mengamankan seorang pria berinisial FLM yang menyelundupkan 4 buah gading gajah yang hendak dibawa ke Lembata, Nusa Tenggara Timur.

Manager Program East And North Kalimantan WWF Indonesia Wiwin Effendy mengatakan, pihaknya menyayangkan kejadian penyelundupan gading gajah yang berulang dalam waku dekat itu. "Kami memberi apresiasi kepada petugas Bea Cukai Tunon Taka yang telah berhasil menggagalkan upaya penyelundupan gading gajah tersebut. WWF Indonesia mendukung penuh petugas yang berwenang dalam hal ini BKSDA Kaltim, Balai Gakkum Kalimantan dan Kepolisian untuk memproses hukum pelaku," kata Wiwin, dalam pernyataan tertulis yang diterima gresnews.com, Jumat (19/5).

WWF Indonesia merupakan salah satu lembaga yang selama ini terlibat dalam upaya konservasi Gajah Kalimantan. "Bersama para pihak baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta mitra kerja lainnya terus berupaya untuk melestarikan Gajah Kalimantan," tegasnya.

Penindakan hukum yang tegas, menurut Wiwin, perlu dilakukan untuk memberi efek jera kepada para pelaku dan menjadi pembelajaran bersama bahwa membawa, menyimpan atau memperdagangkan gading gajah merupakan perbuatan yang melanggar hukum UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. "Pelaku dapat dikenakan hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal 100 juta rupiah," tegasnya.

Wiwin menilai, jika penyelundupan gading gajah kian marak terjadi di Malaysia maka dapat berpotensi perburuan dapat masuk ke wilayah Kalimantan. Dari hasil studi WWF-Indonesia diketahui bahwa di Kabupaten Nunukan terdapat jumlah individu Gajah Kalimantan dengan populasi estimasi 20-80 ekor, sedangkan populasi gajah di wilayah Sabah, Malaysia estimasi lebih dari 1.500 ekor.

Walaupun asal-usul gading gajah yang diselundupkan masih dalam pengembangan kasus, namun, informasi dari Gakkum Kalimantan yang didapat dari keterangan para tersangka gading gajah dibawa dari Sabah, Malaysia. "Saat ini WWF-Indonesia telah berkoordinasi dengan masyarakat di Nunukan, salah satu lokasi habitat gajah, dipastikan bahwa tidak ada indikasi atau ditemukanya aktifitas perburuan gajah di wilayah Nunukan, Kalimantan," ujarnya.

Wiwin menegaskan, WWF meminta kepada Balai Pengamanan Dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Dan Kehutanan wilayah Kalimantan untuk memastikan apakah gading gajah yang diselundupkan berasal dari jenis gajah Borneo (Elephas maximus borneensis) atau Sumatra (Elephas maximus sumatrensis) atau berasal dari daratan Asia lainnya. "Hal ini dapat dibuktikan dengan uji DNA. tujuannya untuk melihat apakah ada kaitannya dengan sindikat perdagangan internasional dan antisipasi lebih lanjut," pungkasnya.

MARAK - Belakangan, perburuan gajah baik yang sengaja diburu gadingnya atau tewas karena diracun namun diambil gadingnya, tengah marak. Belum lama ini, seekor gajah Sumatera ditemukan mati di Dusun Munte, Kampung Egkan, Kecamatan Pining, Gayo Lues. Pelaku diduga tak hanya mencuri gading, tetapi juga pelaku memotong belalai dan membelah kepala hewan dengan julukan ´Po Meurah´ itu.

"Kondisi tidak hanya dipotong belalai, tapi dibelah kepalanya. Gading hilang," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Sapto Aji Prabowo dalam keterangannya, Sabtu (22/4).

Tim gabungan terdiri atas dokter hewan, pawang BKSDA, didampingi Polhut serta polisi sudah melakukan autopsi terhadap bangkai gajah. Mereka mengambil beberapa sampel untuk dites di laboratorium untuk mengungkap penyebab kematian hewan bertubuh besar tersebut. "Kami telah mengambil sampel hati, usus, limpa, kotoran, usus, jantung, dan dinding usus untuk dianalisis di lab untuk mengetahui sebab pasti," jelas Sapto.

Sapto meralat soal informasi jenis kelamin. Sebelumnya, ia menyebut gajah tersebut betina, tapi ternyata berjenis kelamin jantan dan berusia 25 tahun. Dugaan sementara, gajah tersebut mati diracun. "Temuan di kotoran ada cairan warna hitam dan diyakini merupakan sisa racun yang termakan," ungkapnya.

Sementara itu, anak gajah berusia 2-4 tahun, yang sebelumnya setia menunggu, saat ini sudah tidak ada di lokasi. "Anak gajah sudah tidak ada. Kemungkinan besar bertemu kembali dengan rombongan gajah sehingga sudah ikut mereka," katanya.

Kemudian, seekor gajah liar di Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis Riau ditemukan dalam kondisi penuh luka di tubuhnya. Kuat dugaan luka bekas benda tajam itu imbas konflik dengan manusia.

"Gajah liar itu kini berada di seputaran Komplek Perumahan PT Chevron di Bengkalis. Kondisi gajah dalam keadaan sakit penuh luka," kata Ketua Himpunan Pencinta Alam (Hipam) di Duri, Bengkalis, Zulhusni Syukri, beberapa waktu lalu.

Menurut Husni, gajah liar itu kini masih di seputaran rumah warga. Dari pengamatan di lapangan, ditemukan ada bekas luka benda tajam di bagian paha kaki belakang, pundak. "Lukanya kami duga kuat bekas tombak. Ini imbas dari konflik dengan manusia," kata Husni.

Luka yang terdapat di tubuh satwa bongsor itu, lanjut Husni, sudah menimbulkan bau busuk yang menyengat dengan jarak sekitar 30 meter. Setiap gajah terluka, memang selalu menimbulkan bau busuk yang menyengat melebihi satwa lainnya. "Bekas luka itu sudah terinfeksi. Sehingga sangat dibutuhkan untuk segera dilakukan pengobatan," kata Husni.

Pegiat lingkungan ini, sudah menyampaikan kondisi gajah tersebut ke pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau. "Kita sudah sampaikan ke BBKSDA, agar gajah ini segera kita tangkap untuk diobati. Saat ini gajah tersebut kondisinya masih kuat dan berjalan. Namun tidak tertutup kemungkinan, bila tidak segera diobati akan semakin memperburuk kondisinya," kata Husni.

Husni belum bisa memastikan apakah gajah tersebut jenisnya jantan atau betina. "Kita belum bisa memastikannya. Sekilas dari jauh tanpa gading, tapikan bisa saja gadingnya sudah dipotong oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab," tutup Husni. (dtc)

BACA JUGA: