JAKARTA, GRESNEWS.COM – Proyek Giant Sea Wall yang direncanakan pemerintah daerah DKI Jakarta mendapat kritikan keras dari para nelayan. Pasalnya, Giant Sea Wall yang merupakan bendungan raksasa untuk membendung air sungai untuk sumber air bersih sekaligus menahan air laut masuk ke daratan ini akan menggusur sejumlah pemukiman nelayan di pinggir pantai. Lalu area tangkap nelayan juga semakin berkurang karena akan ada area tangkap yang disterilkan selama masa pembangunan proyek ini.

Sekretaris Jenderal Kesatuan Nelayan Indonesia DKI Jakarta, Muhammad Taher mengatakan nelayan tidak pernah diajak  bicara terkait pembangunan Giant Sea Wall. Secara khusus pemerintah daerah hanya melakukan sosialisasi di tingkat kelurahan dengan mengajak pengurus RT/RT dan tokoh masyarakat. "Makanya kita juga sempat kaget, masalah limbah belum selesai, ini sudah ditambah lagi," ujarnya pada Gresnews.com usai diskusi evaluasi sektor perikanan dan kelautan di warung bumbu desa, Jakarta, Minggu (19/10).

Padahal proyek tersebut jelas merugikan mereka karena mengakibatkan nelayan menjadi tidak bisa mendapatkan ikan di daerah yang akan dibangun Giant Sea Wall. Jelasnya, nelayan harus melaut di atas 5 mil ke atas dari pantai dengan kondisi perahu yang tidak memiliki kapasitas untuk melaut dengan jarak sejauh itu. "Makany saya bilang nelayan hidup tidak, mati juga tidak," ujarnya.

Ia melanjutkan Giant Sea Wall juga berdampak pada penggusuran wilayah pemukiman nelayan. Salah daerah yang sudah terkena penggusuran diantaranya di Kalibaru. Apalagi penggusuran itu dilakukan tanpa ada ganti rugi yang sepadan. Kerugian yang dihadapi nelayan lainnya yang belum mengalami penggusuran yaitu disterilkannya area tangkap mereka.

"Di Muara Baru dan Muara Angke sudah steril area tangkapnya. Padahal itu area tangkap kita. Kalau kita tangkap kesana kita akan berhadapan dengan aparat. Nelayan di teluk Jakarta istilahnya ditiadakan dan dibunuh secara perlahan," ujarnya.

Menurutnya, Giant Sea Wall dirancang untuk untuk kepentingan investor dan pengusaha. Proyek pembangunan ini sama sekali tidak mengedepankan kepentingan nelayan. Di dalam proyek ini juga akan dibangun apartemen di pinggir laut yang menurutnya jelas sangat mengabaikan hak masyarakat nelayan secara turun temurun.

"Giant Sea Wall hanya akan jadi comberan raksasa. Siapa yang bisa melawan alam? Bagaimana itu bisa menahan banjir di Jakarta yang bersumber dari 13 anak sungai. Di Korea Selatan saja yang bersumber dari satu anak sungai tidak berhasil," jelasnya.

Ia mengakui pernah ke Balai Kota untuk bertemu dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang saat itu menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Tujuan mendatangi Ahok bukan untuk menghambat proyek tapi meminta untuk diberikan solusi.

"Kalau proyek itu harus dilaksanakan, berikan kami pemukiman masyarakat nelayan terpadu tapi harus di pinggir pantai, kalau alat tangkap tidak memadai negara harus memberikan, entah itu sumbangan hibah. Ada 16 ribu nelayan yang harus dipikirkan, mereka ini punya hak. Tolong diberdayakan ke depan," tuturnya.

Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahok mengatakan pembangunan Giant Sea Wall ini bisa mengurangi banjir di Jakarta karena daratan Jakarta yang terus menurun. Menurutnya, solusi mencegah banjir tersebut dengan membangun bendungan raksasa ini.

Ia juga menampik pembangunan bendungan ini untuk kepentingan pengusaha. "Jangan suudzon dulu, kita mesti lihat kontraknya," ujarnya beberapa waktu (9/10) di Balai Kota, Jakarta.

BACA JUGA: