JAKARTA, GRESNEWS.COM - Aturan dan kebijakan dalam negeri  terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ingin bekerja di luar negeri dikeluhkan para buruh. Aturan tersebut terkait sistem perizinan kerja melalui prosedur Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) sebagaimana disyaratkan UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Adanya keluhan itu dibenarkan Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal. Menurutnya, pada dasarnya pemberlakuan KTKLN telah banyak dikeluhkan para TKI. Saat ini, kata dia,  pemerintah kerap didesak agar segera menghapus syarat tersebut. Namun, hal itu perlu proses dan pertimbangan antar lembaga pemerintah.

"Itu domainnya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). Persoalannya, KTKLN itu merupakan produk UU Nomor 39 Tahun 2004. Kalau kita menghapus sama saja melanggar UU. Makanya harus terlebih dahulu mengganti UU-nya," kata Iqbal ditemui gresnews.com di Gedung Palapa Kemlu, Jakarta Pusat, Jumat (4/9).

Ia menuturkan, kartu yang selama ini digunakan sebagai syarat kerja TKI ke luar negeri tersebut sering menimbulkan kendala, misal misconduct atau penyalahgunaan dalam penerbitannya. "Ada pungutan namun saya tidak tahu pasti pihak yang terlibat. Itu jadi salah satu faktor merugikan TKI dan buruh migran," tuturnya.

Selain itu, ada berbagai masalah yang sering dikeluhkan TKI kepada pemerintah diantaranya KTKLN dianggap merepotkan TKI baik secara proses hingga administratif. Dari serangkaian masalah yang ada, kata Iqbal, telah banyak kasus terjadi beberapa tahun lalu sejak KTKLN berlaku.

"Namun setelah presiden Jokowi menjabat dan berinisiatif menghapus KTKLN, penyalahgunaan tersebut mulai berkurang," katanya.

Sesuai produk hukumnya, beleid KTKLN berdasarkan pada UU Nomor 39 Tahun 2004. Pasal 62 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap TKI /Buruh Migran Indonesia  wajib memiliki dokumen KTKLN. Sementara, Pasal 62 ayat (2) terlampir fungsi KTKLN yaitu sebagai kartu identitas TKI selama masa penempatan TKI di negara tujuan.

TARIK ULUR PENGHAPUSAN KTKLN - Pemerintah diminta segera bertindak mengambil langkah konkret membenahi sistem pelayanan para TKI. Salah satunya, merevisi UU Penempatan dan Perlindungan TKI khususnya menyangkut syarat ketentuan KTKLN.

Koordinator Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Karsiwen mengatakan, ia akan terus berjuang agar ada tindakan penghapusan KTKLN. Ia menilai, proses tersebut perlu diperjuangkan sebab sudah ada janji dan komitmen dari pemerintah. "Pada saat awal menjabat, presiden sudah sepakat menghapus aturan itu. Namun hingga kini belum ada aturan tertulis," kata Karsiwen atau disapa Iwen dihubungi gresnews.com, Jumat (4/9).

Seiring pemberlakuan KTKLN pada tahun 2010 lalu, pemerintah berdalih penggunaan kartu tersebut untuk melindungi buruh migran di luar negeri. Kemudian meningkatkan martabat dan memudahkan perjalanan tenaga kerja.

Namun, kenyataannya, JBMI menemukan berbagai masalah yang justru merugikan para buruh migran dan TKI. Minimnya fasilitas dan pelayanan yang cenderung terpusat, ditengarai sebagai salah satu masalah. Iwen menyampaikan, sarana penerbitan KTKLN hanya terpusat di provinsi. Misalnya, di Jawa Tengah hanya di semarang, di Jawa Barat ada di Bandung.

"Padahal buruh migran berasal dari berbagai pelosok. Tentu saja  proses pengurusannya membutuhkan waktu dan biaya," sebutnya.

Keberadaan KTKLN dirasa bukan merupakan suatu hal mendasar untuk menentukan izin bagi para tenaga kerja ke luar negeri. Sebagai koordinator JBMI, Iwen menuturkan, semestinya syarat mendasar untuk memperoleh izin masuk ke suatu negara cukup melengkapi paspor dan visa sebagai izin tinggal.

"Tidak ada fungsinya kartu itu karena identitas yang tertera sudah sama dengan yang ada di paspor dan visa," jelasnya.

PRAKTIK CALO KTKLN - Persoalan KTKLN tidak hanya berhenti pada tataran administrasi saja. Sesuai temuan JBMI di lapangan, ternyata persyaratan izin tersebut justru kerap menjadi mainan bagi calo. Bahkan pihak pemerintahan seperti Imigrasi disinyalir ikut terlibat dalam praktik pemerasan terhadap tenaga kerja yang tidak memiliki KTKLN.

"KTKLN menjadi  pintu masuk terjadinya pemerasan oleh Imigrasi di bandara. Alasannya, Kalau tidak punya KTKLN, para tenaga kerja tidak bisa diproses ke luar negeri," ungkap Iwen.

Bahkan, berdasarkan temuan kasus di lapangan tahun 2012-2013, ternyata pihak Imigrasi meloloskan tenaga kerja dengan meminta uang sebesar Rp 500 ribu sampai Rp 2 juta.  Dari kasus yang dihimpun JBMI, ditemukan ada 112 kasus yang sudah secara langsung ditangani.

"Kebanyakan terjadi di Jakarta, Yogyakarta dan Semarang. Namun pada 2014 belakangan ini, justru ada juga di Batam dan Bandung. Puncaknya hari raya pas banyak yang cuti," ungkap Iwen.

Sebab, menurut Iwen, ada sejumlah ancaman yang kerap diterima TKI maupun buruh migran apabila tidak mengantongi kartu tersebut. Misalnya gagal terbang, tiket pesawat hangus, sanksi majikan karena alasan keterlambatan bahkan berakibat pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Untuk mencegah penyebaran praktik calo, JBMI telah bekerjasama dengan para calon tenaga kerja maupun buruh migran untuk mengadukan kasus tersebut agar para calo dapat ditindak dan diproses sesuai hukum yang berlaku.

"Para TKI diingatkan untuk mendokumentasikan tersangka melalui catatan identitas dan foto pelaku," singkatnya.

PRESIDEN TELAH PERINTAHKAN HAPUS KTKLN - Menanggapi keluhan para buruh migran ini Presiden Jokowi  telah memerintahkan untuk menghapuskan keberadaan KTKLN. Namun karena UU mengharuskan tetap ada KTKLN, Kementerian Tenaga Kerja mengambil alternatif dengan mengubah regulasi yang ada, yakni dengan mengubah kartu KTKLN dalam bentuk elektronik.

Pemerintah akhirnya menyiapkan pengadaan alat sidik jari biometric yang terhubung dengan Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKOTKLN). Untuk e-KTKLN ini dibutuhkan peralatan layaknya pembuatan e-KTP.

KTKLN ini menjadi salah satu kartu identitas TKI yang datanya terintegrasi untuk imigrasi, ketenagakerjaan dan dukcapil. Nantinya, jika sistem ini sudah elektronik maka WNI yang ingin memperpanjang bisa melalui 3 tempat yakni BNP2TKI, bandara dan KBRI di negara tempatnya bekerja.

KTKLN berbentuk smart card chip microprocessor contactless ini akan menyimpan data digital TKI yang dapat di update dan dibaca card reader RFID. Namun saja perubahan sistem KTKLN ini belum banyak dipahami para buruh, sehingga sosialisasinya belum berjalan maksimal.

Perubahan KTKLN ini dilakukan seiring terbitnya Permenaker No. 07 Tahun 2015 yang mengubah paradigma dalam penerapan KTKLN. Dimana  jika dahulu, TKI wajib memiliki KTKLN. Sekarang diubah negara wajib menyediakan KTKLN.

Protes TKI  yang meminta  kartu KTKLN dihapuskan karena kerap menjadi ladang pungli oknum BNP2TKI dan Imigrasi saat TKI kembali ke Indonesia. Dengan sistem elektronik diharapkan akan menghapus pungli yang kerap menjadi momok TKI. Namun, penghapusan KTKLN ini tidak menghapus jumlah asuransi yang tetap harus dibayar TKI sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"KTKLN fisik kartunya ditiadakan dan penginputan datanya free tapi soal pembayaran asuransi akan dibayar sesuai ketentuan," ujar Kepala BNP2TKI Nusron Wahid saat itu.

Menurut Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dakhiri, terbitnya Permenaker No. 07 Tahun 2015 itu sebagai tindak lanjut perintah presiden untuk menghapus Kartu KTKLN.

"Terkait perintah Bapak Presiden, soal penghapusan KTKLN, kita sudah membuat regulasi baru berupa peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 07/2015 mengenai tata cara pemberian e-KTKLN," kata Hanif saat melakukan inspeksi ke kantor BP3TKI,  Ciracas, Jakarta Timur, Kamis (12/2).

Meski ada perintah Presiden, ia  tetap harus tunduk kepada undang-undang yang berlaku. Undang-undang No. 39 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI, di dalamnya terdapat soal KTKLN ini. (dtc)

BACA JUGA: