JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Luar negeri mengakui hingga saat ini masih ada 205 warga negara Indonesia di luar negeri yang terancam hukuman mati. Angka tersebut termasuk dari  12.450
WNI bermasalah di luar negeri.

Tingginya angka WNI bermasalah di luar negeri mengindikasikan peran dan tugas negara dalam memberikan fasilitas perlindungan terhadap WNI di luar negeri masih perlu ditingkatkan. Hal ini menjadi koreksi  bahwa strategi pencegahan yang dilakukan pemerintah terhadap penanganan perkara masih lemah.

Perlindungan dan jaminan keselamatan bagi setiap warga negara merupakan aspek yang tidak bisa ditawar karena merupakan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal mengaku upaya perlindungan dan pendampingan terus diupayakan untuk menjamin hak-hak WNI bermasalah di luar negeri.

Iqbal menyebut, pada tahun 2015 lalu pemerintah berhasil membebaskan 52 WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri. Namun kompleksnya masalah penyelesaian kasus membuat pemerintah mendorong sistem penyelesaian dan pendampingan yang lebih efektif kepada WNI. Pembenahan ini, tutur Iqbal, menjadi salah satu prioritas yang tengah dirumuskan Kemlu. Termasuk strategi pembebasan dan fasilitas pendampingan hukum.

"Dalam perlindungan, tugas perwakilan luar negeri adalah menjamin hak-hak hukum WNI diantaranya pendampingan, penerjemah, melakukan pembelaan agar WNI mendapat pengadilan yang fair," kata Iqbal kepada gresnews.com, Senin (1/2).

Dalam konteks tugas perwakilan RI di luar negeri, Iqbal menambahkan, pemerintah tetap menjalankan peran memfasilitasi hak-hak hukum WNI. Salah satunya menghadirkan pengacara untuk melakukan pembelaan maupun pendampingan.

Menurutnya, untuk meningkatkan pelayanan hukum bagi WNI, Kemlu telah menyewa 17 pengacara di beberapa negara utamanya di Malaysia dan Arab Saudi.

"Karena pihak Kemlu maupun perwakilan pemerintah tidak bisa beracara di luar negeri," katanya.

Pengacara atau Lawyer yang disewa Kemlu, dipersyaratkan pada pengalaman dan kompetensi dalam penanganan perkara kasus.

Alasan pemerintah menyediakan tenaga pengacara di kedua negara itu. Sebab selama ini dua negara tersebut menjadi tujuan utama WNI dan TKI mencari kerja. Selain itu karena dua negara tersebut juga dikenal rawan terhadap kasus pidana maupun perdata yang melibatkan WNI.

PERLINDUNGAN LEMAH - Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Indonesia Rudy Daman menilai, peningkatan kapasitas perlindungan sudah sepatutnya dilakukan karena merupakan tugas negara.

Data terakhir Jaringan Buruh Migran, mencatat terdapat sekitar 200 WNI yang saat ini terancam hukuman mati dan membutuhkan bantuan negara.

Mengenai pelayanan dan pendampingan hukum, Rudy menilai, belum cukup maksimal diberikan pemerintah kepada kepada WNI di luar negeri. Menurut dia, pendampingan hukum belum bisa dikatakan sukses. Contohnya, beberapa TKI di Hong Kong yang ditangkap pada tahun 2015 karena diduga melakukan pemalsuan dokumen sampai sekarang belum mendapat pendampingan hukum.

"Padahal soal dokumen adalah tanggung jawab agen pengirim dan diketahui pemerintah. Pendampingan secara konkret belum ada," kata Rudy dihubungi gresnews.com, Senin (1/2).

Untuk itu, ia menilai, skema perlindungan bukan hanya sebatas perbaikan sistem dan peningkatan teknis, tetapi pembenahan proses penempatan pekerja. Hal terpenting lainnya, adalah produktivitas kinerja pelayanan untuk menangani perkara dan juga aksi pencegahan yang selama ini dinilai masih lemah.

"Kalau hanya meningkatkan kapasitas hukum melalui Lawyer, belum menyelesaikan masalah pokok. Tetapi lebih bersifat seperti pemadam kebakaran," tuturnya.

Pemerintah juga kurang sigap dalam memberikan pencegahan. pemerintah baru hadir ketika terjadi masalah. Maksud pencegahan yang bisa dilakukan, adalah dengan pembenahan sistem penempatan khususnya TKI yang selama ini dipandang tidak humanis.

Karena sistem yang bobrok dan tanpa pengawasan, membuat para TKI kerap dijadikan korban human trafficking sindikat internasional dan kasus lainnya.

Penanganan kasus WNI di luar negeri, menurut Rudy, tidak bisa hanya dilakukan melalui pendekatan hukum. Namun juga strategi lain seperti upaya diplomasi tingkat tinggi antar Indonesia dengan negara penempatan.








BACA JUGA: