JAKARTA, GRESNEWS.COM - Satu-satunya populasi badak Jawa di dunia (Rhinoceros sondaicus) saat ini berada dalam kondisi kritis, selain perburuan liar, bayangan kepunahan karena bencana alam semakin nyata, seperti letusan gunung berapi dan tsunami. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil studi terbaru yang ditebitkan dalam Jurnal Konservasi dunia yang cukup bergengsi, Conservation Letter.

Studi, bertajuk "Preventing Global Extinction of the Javan Rhino: Tsunami Risk and Future Conservation Direction" itu telah diluncurkan pada tanggal 9 Mei oleh para pakar konservasi dari Indonesia dan dunia, yang berasal dari Balai Taman Nasional Ujung Kulon, WWF-Indonesia, YABI-Yayasan Badak Indonesia, Global Wildlife Conservation dan Colorado State University. Dalam studi tersebut menyatakan bahwa sebagian populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) berada dalam jangkauan Gunung Berapi Krakatau dan dekat dengan Cekungan Sunda, lokasi ini merupakan daerah konvergen lempengan tektonik yang berpotensi menyebabkan gempa bumi, dan dapat memicu terjadinya tsunami.

Dalam studi ini, para peneliti membuktikan bahwa jumlah populasi pada tahun 2013 yang berjumlah 62 individu ini merupakan populasi yang padat dalam satu habitat. Dalam studi ini juga diproyeksikan jika terjadi bencana tsunami setinggi 10 meter, atau sekitar 33 kaki dalam 100 tahun kedepan, dapat mengancam 80 persen area kawasan taman nasional, padahal kawasan ini merupakan habitat dengan kepadatan populasi Badak Jawa tertinggi. Oleh karena itu, peneliti mendesak untuk segera melakukan pembangunan habitat baru bagi populasi Badak Jawa yang aman dari kawasan rawan bencana alam.

Pembentukan habitat baru dapat dilakukan dengan mengidentifikasi lokasi dan mengamankannya, memastikan kesepakatan dengan beberapa pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan masyarakat lokal, dan pemantauan yang intensif di Taman Nasional Ujung Kulon untuk memilih individu Badak Jawa yang tepat untuk segera dipindahkan.

"Studi ini menjadikan momentum yang baik untuk segera menyelamatkan badak Jawa, kita berpacu dengan waktu," ujar Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF-Indonesia, dalam pernyataan tertulis yang diterima gresnews.com, Sabtu (13/5).

Brian Gerber, Colorado State University yang juga salah satu anggota tim penulis mengatakan, hasil penelitian menunjukkan perlu adanya populasi baru badak untuk melindungi spesies ini. "Badak Jawa adalah mamalia darat yang paling terancam di dunia. Saat ini, kita butuh kesungguhan dari segi politik dan sosial untuk segera bergerak dan membangun populasi tambahan," ujarnya.

Studi ini menyajikan analisis terperinci mengenai populasi Badak Jawa, dengan menggunakan metode kamera jebak. Pada tahun 2013, para peneliti memperoleh 1.660 foto badak yang direkam dari 178 lokasi kamera jebak yang dipasang untuk mendapatkan perkiraan jumlah populasi, yaitu 62 individu.

Peneliti menekankan pentingnya agar segera mengambil tindakan yang dapat membantu meningkatkan populasi badak Jawa di TNUK, meningkatkan daya tahan hidup bagi sebagian populasi jika terjadi bencana alam. Hal ini meliputi penjagaan dan perlindungan ketat bagi badak yang tersisa, monitoring, dan meningkatkan pengelolaan habitat termasuk mengendalikan pertumbuhan Langkap (Arenga obsitulia), yang memenuhi kawasan dan menghambat pertumbuhan tanaman pakan badak.

"Kami bangga atas suksesnya mengelola kawasan untuk meningkatkan populasi Badak Jawa, seperti yang ditunjukkan dalam studi ini. Kami juga telah melakukan beberapa penelitian tentang daerah prospektif untuk habitat kedua, dan sementara itu, kami akan melanjutkan kerja kami untuk meningkatkan patroli keamanan dan daya dukung melalui pengendalian invasif spesies," ungkap Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon Ujang Mamat Rahmat.

Daftar Merah IUCN mengklasifikasikan Badak Jawa masuk dalam kategori kritis. Spesies ini telah habis dari sebagian besar wilayah sejarah keberadaannya yang dimulai pada pertengahan abad kesembilan belas, utamanya sebagai hasil dari permintaan berlebihan atas cula badak dan produk-produk lainnya dari badak. Para peneliti berharap studi ini menjadi inspirasi bagi merevisi Strategi dan Rencana Aksi Badak Jawa, yang akan berakhir pada tahun 2017 ini.

DI BAWAH 100 INDIVIDU - Populasi badak baik bada Jawa maupun Badak Sumatera memang sudah mencapai titik kritis. WWF mengungkapkan, dua jenis badak ini jumlahnya di bawah 100 individu. Perlu segera dilakukan langkah penyelamatan.

Berdasarkan data terakhir yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), jumlah Badak Jawa di habitat terakhirnya di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) sebanyak 63 individu. Sementara itu, Badak Sumatera diperkirakan hanya tersisa kurang dari 100 individu berdasarkan kesimpulan para ahli dalam pertemuan PHVA (Population and Habitat Viability Assessment) pada tahun 2015 lalu.

"Upaya konservasi Badak Sumatera di Indonesia harus dilakukan dengan mengedepankan inovasi baru yaitu mendorong program pembiakan semi alami yang lebih aktif. Kondisi populasi di alam sudah sangat kritis oleh karenanya, perlindungan habitat saja tidak cukup untuk menyelamatkan Badak Sumatera," kata Direktur Konservasi WWF Indonesia, Arnold Sitompul, beberapa waktu lalu.

Sementara menurut Program Koordinator Proyek Ujung Kulon WWF-Indonesia, Yuyun Kurniawan, untuk menyelamatkan Badak Sumatera yang semakin kritis, perlu adanya pendekatan konservasi berbasis spesies seperti yang dilakukan pada Badak Jawa. "Meskipun diperkirakan jumlah populasi Badak Sumatera relatif lebih besar dari populasi Badak Jawa, tetapi keberadaannya tersebar dalam sub-sub populasi yang kecil. Dengan demikian, peluang pertumbuhan populasi Badak Sumatera relatif lebih rendah dibandingkan dengan Badak Jawa. Jika tidak dilakukan upaya-upaya proaktif untuk mengkonsolidasikan sub-sub populasi yang kecil tersebut, maka ancaman kepunahan lokal Badak Sumatera sangat mungkin terjadi," jelas Yuyun.

Jumlah populasi Badak Jawa pada tahun 1970 hanya ada 47 individu berdasar data WWF, kemudian naik menjadi 51 individu pada tahun 1981. Pada tahun 2014 dketahui jumlahnya 57 individu, dan tahun ini total 63 individu. Peningkatan jumlah individu ini membuktikan bahwa upaya konservasi berbasis spesies perlu dilakukan juga untuk meningkatkan populasi Badak Sumatera.

Badak Sumatera, yang junlah populasinya pada tahun 1974 diperkirakan antara 400-700 individu namun dalam 10 tahun belakangan laju kehilangan populasinya mencapai 50 persen. Bahkan di salah satu kantong populasinya di Kerinci Seblat, Badak Sumatera sudah tidak ditemukan lagi sejak tahun 2008. (dtc)

 

BACA JUGA: