JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Aktivis lingkungan Aceh dan Sumatera Utara mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menolak rencana pembangunan Pembangkit Listrik Energi Panas Bumi di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Rencana pembangunan pembangkit yang dikelola Hitay Holdings asal Turki itu dinilai akan menghancurkan kawasan hutan tropis Sumatera yang telah menjadi Situs Warisan Dunia.

Teriakan keras para aktivis lingkungan itu menyusul hasil studi dan rekomendasi yang dikeluarkan Universitas Gajah Mada (UGM), bahwa TNGL layak dibangun pembangkit panas bumi berskala besar.  

Konsorsium sejumlah LSM Lingkungan menyatakan bahwa studi yang dilakukan UGM dan  didanai Hitay Holdings itu tidak memenuhi kajian ilmiah yang layak dan tidak memberikan kesimpulan berdasarkan data yang memadai hingga berpotensi menghancurkan jantung kawasan hutan tropis.

Konsorsium menyebut Kawasan yang diajukan proyek panas bumi itu berada di dalam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Kawasan ini telah ditetapkan sebagai Zona Inti karena memiliki kondisi alam dan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas dengan kondisi biota atau fisik yang masih belum terganggu oleh manusia. Agar proyek ini dapat dikerjakan secara legal, maka status kawasan harus diturunkan dari status Zona Inti menjadi status Zona Pemanfaatan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Namun para aktivis lingkungan memperingatkan, bahwa jika perubahan zonasi ini dikabulkan dan proyek tersebut izinkan dalam kawasan inti. Maka akan ada konsekuensi besar terhadap spesies-speises terancam punah karena mereka menggantungkan pada kawasan ini untuk migrasi dan reproduksi.

Ketua Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA) Farwiza Farhan  menjelaskan, bahwa peneliti UGM pada tanggal 8 Desember 2016, yang merekomendasikan perubahan zonasi kawasan lindung mengancam ekosistem inti TNGL. Padahal kawasan lindung itu merupakan bagian Tropical Rainforest Heritage of Sumatra World Heritage Site yang diakui UNESCO, jelas  Farwisa melalui releasnya yang disampaikan kepada gresnews.com.

Diketahui, perusahaan asal Turki itu telah mengajukan rencana membangun proyek energi panas bumi di kawasan Kappi1 yang merupakan kawasan zona inti dan koridor keanekaragaman hayati yang hidup di dalam Taman Nasional Gunung Leuser.

Bahkan Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, telah mengirimkan surat permohonan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengubah status zonasi hutan lindung seluas hampir 8.000 hektar itu  untuk diturunkan menjadi kawasan pemanfaatan.

Padahal hutan di Kawasan Ekosistem Leuser adalah salah satu habitat terakhir bagi spesies-spesies kunci Sumatera seperti gajah, orangutan, badak dan harimau sumatera. Kawasan Kappi sendiri juga merupakan koridor penyambung antara blok-blok habitat satwa yang berada di bagian timur dan barat TNGL. Kawasan ini juga merupakan salah satu Kawasan Strategis Nasional yang dilindungi oleh hukum perundang-undangan Republik Indonesia karena fungsi lingkungan.

"Lokasi yang diajukan untuk proyek energi panas bumi ini berada di Zona Inti”, jelas T.M.Zulfikar, aktivis lingkungan Aceh. Namun ia menilai hasil studi dari tim UGM tidak layak untuk menjadi acuan kebijakan perubahan status disana. Sebab faktanya kawasan itu memenuhi semua kriteria sebagai Zona Inti. Sehingga  tidak ada alasan untuk merendahkan status kawasan itu. Selain itu metode yang digunakan tim survei UGM juga tidak cukup jelas.

Menurutnya hasil kesimpulan yang diambil juga tidak didukung oleh data dan jangka waktu survei yang memadai. Tim UGM sendiri bahkan mengakui bahwa diperlukan survei yang lebih mendetail dan komprehensif untuk membenarkan rekomendasi mereka.

"Sebagus-bagusnya, survei ini hanya bisa dikategorikan sebagai survei kilat pendahuluan" kata Zulfikar. Sehingga secara realistis tidak bisa digunakan sebagai basis rekomendasi untuk sebuah mega-proyek yang berdampak luas seperti yang sedang diajukan oleh Hitay Holdings.

SIKAP PEMERINTAH - Direktur Orangutan Information Centre Panut Hadisiswoyo, menyatakan September lalu pihaknya telah memperoleh  beberapa pernyataan positif dari pihak pemerintah mengenai proyek ini. Dirjen KSDAE KLHK, Tachrir Fathoni. Tachrir mengkonfirmasi bahwa ia telah menerima surat yang dikirim Gubernur Aceh mengenai permohonan perubahan status zonasi dan menyatakan kepada media. Namun sesudah sosialisasi dan konsultasi publik, hasilnya adalah tidak menyetujui perubahan zonasi. proyeknya pun berhenti disitu.

"Tapi sekarang kami mengamati perusahaan tersebut terus melanjutkan rencana mereka dan masih mencoba mendapatkan dukungan Pemerintah untuk merubah status zonasi," ujarnya.

Menurut Panut pemusnahan hutan skala besar yang diperlukan untuk proyek ini, termasuk untuk jalan dan infrastruktur terkait lainnya, berpotensi menimbulkan terjadinya perambahan yang lebih luas di sekitar proyek ketika akses dibuka. Hal ini dengan mudah akan membinasakan spesies-spesies kunci di kawasan seluas 2.6 juta ha untuk menjadi sejarah.

Pihaknya mengaku bingung dan cemas dengan adanya pernyataan yang bertentangan dari pihak Kementerian yang seharusnya melindungi kawasan ini. "Kami dengan tegas menolak rencana perubahan status zonasi,” ungkap Panut menegaskan.

Efendi Isma, juru bicara Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA), menambahkan, “Website Dinas Pertambangan dan Energi Aceh menunjukkan potensi energi panas bumi di kawasan hutan

Sementara itu menurut juru bicara Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) Efendi Isma, Ekosistem Leuser potensi panas buminya relatif kecil bila dibandingkan potensi di kawasan lain di Aceh. Setidaknya di sekitar lokasi itu ada 14 lokasi alternatif yang tersebar di 7 kabupaten yang memiliki potensi energi panas bumi. Bahkan bila digabungkan hasil energinya mencapai lebih dari 950 MW lebih besar dibandingkan dengan lokasi yang ditunjuk yang hanya 142 MW. DIantaranya di Gunung Kembar dan lokasi lain di Kabupaten Gayo Lues. Hampir semua lokasi alternatif itu letaknya lebih dekat dengan kota-kota besar di Aceh, sehingga lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan energi.


"Saya rasa aneh bila lokasi alternatif ini tidak dikembangkan terlebih dahulu, tetapi justru proyek energi panas bumi ini diajukan di tengah-tengah salah satu kawasan yang paling berharga dan tak tergantikan di Aceh," ungkap Efendi.

BACA JUGA: