JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Laut Indonesia yang luasnya mencapai 5,8 juta kilometer persegi ternyata tidak dikelola secara maksimal, khususnya di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai Presiden SBY telah menyia-nyiakan peluang dua periode pemerintahannya sejak tahun 2004 hingga 2014 ini untuk mengelola perikanan di zona ekonomi ekslusif Indonesia (ZEEI).

Riza memperkirakan akibat kelalaian itu, diperkirakan lebih dari 2,1 juta ton  ikan bernilai ekonomi tinggi berada di kawasan ini. "Sejak Presiden SBY mengeluarkan Instruksi Presiden No.15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan, armada perikanan nasional justru bertumpuk di perairan kepulauan. Sementara kapal-kapal dengan bobot 50, 100, atau bahkan lebih besar dari 200 GT mengalami pertumbuhan negatif," kata Riza kepada Gresnews.com, Rabu (23/4).

Riza merujuk pada data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menyebutkan adanya penurunan kapal-kapal ikan yang seharusnya beroperasi di ZEEI. Di tahun 2011 ada sekitar 1.801 armada kapal berbibit 50-100 Gross Ton (GT) yang beroperasi di kawasan itu. Namun di tahun 2013 jumlahnya turun menjadi 1.670 kapal. Untuk kapal berbobot 100-200 GT di tahun 2011 ada sejumlah 1.204 unit yang beroperasi. Namun di tahyn 2013 turun menjadi 1.180 unit. Sementara untuk kapal berbobot lebih besar dari 200 GT di tahun 2011 ada 354 yang beroperasi, namun di 2013 turun menjadi 340 unit.

Data ini, kata Riza, menunjukkan minimnya armada yang beroperasi di kawasan ZEEI. "Faktanya, hanya kurang dari 1 persen armada perikanan Indonesia yang beroperasi di ZEEI," ujarnya.

Minimnya kapal ikan Indonesia yang beroperasi di kawasan ZEEI ini berdampak pada hilangnya potensi ekonomi senilai Rp360 triliun, baik dari kegiatan penangkapan ikan di ZEEI maupun pengolahannya. Selain itu, juga berdampak langsung terhadap semakin padat dan kuatnya kompetisi antara armada perikanan rakyat dengan kapal-kapal besar di perairan kepulauan.

Padahal, kata Riza, sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Usaha Perikanan Tangkap, kapal-kapal ikan dengan bobot lebih dari 30 GT, berukuran diatas 100 GT, dan kapal-kapal yang diperoleh melalui pengadaan luar negeri dan/atau buatan luar negeri diberikan daerah penangkapan ikan di ZEEI. Nyatanya toh mereka malah bersaing di perairan kepulauan dan mendesak mata pencaharian nelayan tradisional.

Karena itu, kata Riza, guna menjawab besarnya tantangan menyejahterakan nelayan, mengimbangi lonjakan penduduk, dan tingginya konsumsi ikan rakyat Indonesia, maka di level produksi, kegiatan perikanan tangkap kedepan perlu mensinergikan dua strategi sekaligus. Pertama, merevitalisasi armada-armada perikanan rakyat, khususnya yang berukuran di bawah 30 GT. "Tujuannya, agar secara kualitas armada perikanan rakyat semakin layak. Namun secara kuantitas perairan kepulauan tidak justru semakin jenuh dan padat," ujar Riza.

Kedua, bertahap melalukan restrukturisasi armada perikanan nasional agar dapat beroperasi di kawasan ZEEI. "Khususnya, kepada sekitar 1,000 kapal dengan bobot 40-100 GT yang selama ini beroperasi  di perairan kepulauan Indonesia," kata Riza menambahkan.

Terhadap sinyalemen adanya kerugian negara karena terabaikannya pengelolaan ikan di ZEE ini, Gresnews.com sendiri sudah mencoba meminta komentar pihak Presiden SBY. Hanya saja beberapa kali dikontak dan dikirimi pesan singkat, juru bicara Presiden Julian Aldrin Pasha tak menanggapinya.

Namun beberapa waktu lalu, pihak KKP sendiri pernah menyatakan, pemerintah sangat mendorong agar pengusaha perikanan nasional dapat memanfaatkan potensi perikanan di ZEEI. "Kami berupaya untuk mendorong usaha perikanan tangkap bergairah, salah satunya para pelaku usaha memanfaatkan potensi perikanan yang ada di ZEE dan laut lepas," kata Menteri KKP Sharif Cicip Sutardjo ketika itu.

Bahkan KKP sudah menerbitkanPeraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap. Dengan kedua beleid itu KKP berharap pengusaha mau terjun ke perairan ZEEI untuk mengelola perikanan di wilayah itu.

Dengan adanya beleid itu, usaha perikanan tangkap di laut lepas meliputi wilayah samudera Hindia dan samudera Pasifik dan dapat dilakukan dengan menggunakan kapal perikanan dengan ukuran di atas 30 GT dengan ketentuan harus didaftarkan oleh pemerintah pada organisasi pengelolaan perikanan regional. "Dengan Permen ini diharapkan kegiatan penangkapan ikan di laut lepas dapat meningkatkan hasil tangkapan yang berdampak pada meningkatnya ekspor hasil perikanan," Cicip.

BACA JUGA: