JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) berencana meniadakan Pekan Olahraga Nasional (PON) Remaja 2017 karena alasan keterbatasan anggaran. Pemerintah hanya akan memilih menggelar  satu event acara diantara PON Remaja atau Popnas (Pekan Olahraga Pelajar Nasional).

Namun rencana Kemenpora itu disayangkan DPR. Pasalnya, PON Remaja dinilai penting untuk pembibitan calon atlet-atlet muda di masa mendatang. Anggota Komisi X DPR RI, Sri Rahayu Basuki atau lebih dikenal Yayuk Basuki mengungkapkan kekecewaannya, terkait rencana pembatalan PON Remaja. Menurut mantan atlet tenis ini, Pon Remaja adalah ajang pembinaan yang sangat penting bagi anak-anak di bawah 15 tahun, yang diproyeksikan mengganti para pendahulunya.

"Apa sampai sebegitunya kita tak memiliki anggaran sehingga harus mengorbankan para atlet muda," ujar Yayuk Basuki kepada gresnews.com, Rabu (9/11).

Ia melihat masalah ini terjadi akibat tidak adanya koordinasi yang baik antara Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (Koni). Ia menilai, Koni sampai sekarang dirasa tidak memiliki kinerja yang baik. Sebagai penanggung jawab PON, seharusnya KONI lebih pro aktif mengatasi permasalahan ini. Tetapi yang ada saat ini, KONI terlihat tidak peduli dengan keadaan yang terjadi.

"Sampai sekarang saya bingung, KONI itu kerjanya apa sih? Hingga sekarang tidak pernah muncul," Kata Yayuk.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa hingga detik ini, KONI belum menyerahkan laporan evaluasi hasil pelaksanaan PON yang lalu. Padahal, hal itu sangat penting untuk mengevaluasi kendala dan kesulitan yang terjadi saat PON sebelumnya, serta bagaimana menyikapi PON mendatang agar. Sehingga permasalahan-permasalahan yang terjadi dapat diatasi.

Menurut evaluasi Yayuk, PON Remaja memiliki kelemahan, antara lain sebagai ajang pembibitan atlet, PON Remaja dinilai terlalu banyak memasukkan cabang olahraga untuk dilombakan. Pada PON Remaja yang lalu saja ada sekitar 40 cabang olahraga yang dipertandingkan, dan setengahnya adalah cabang olahraga yang tidak terlalu signifikan, karena cabang-cabang olahraga tersebut di luar cabang olahraga olympic.

Padahal menurutnya, cukup 28 cabang olahraga saja yang dipertandingkan. Jika ingin menambah, dapat memberikan kuota tambahan sebanyak 5 sampai 6 cabang untuk tuan rumah penyelenggara PON sehingga jelas arah pembibitan atlet-atlet Indonesia akan dibawa kemana. Sedangkan untuk cabang olahraga masyarakat seperti drum band dan panjat tebing cukup ditangani oleh Federasi Olahraga Masyarakat (Formi) yang dipimpin Hayono Isman.

"Itulah mengapa KONI harus segera menghadap dan berkoordinasi dengan Kemenpora," ujarnya.

PON Remaja semula  direncanakan mempertandingkan 23 cabang olahraga dengan usia atlet di bawah 17 tahun. Sedangkan Popnas diketahui menggelar 20 pertandingan cabang olahraga. Hingga kini pemilihan antara keduanya belum diputuskan, Kemenpora sebelumnya berencana membatalkan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) Remaja 2017 di Jawa Tengah karena alasan efisiensi anggaran.

HARUS MEMILIH - Pihak Kemenpora mengatakan mereka harus memilih salah satu diantara, PON Remaja dan Popnas  (Pekan Olahraga Pelajar Nasional). Penentuannya akan dilakukan kajian terlebih dahulu. "Biar tahu keunggulan dan kelemahannya," kata Kepala Komunikasi Publik Kemenpora, Gatot S Dewa Broto.

Popnas yang dijadwalkan digelar di Jawa Tengah, September 2017 ini memang lebih berpeluang dipilih. Sebab, Popnas menggelar cabang olahraga yang banyak dipertandingkan di kejuaraan-kejuaraan internasional. Sedangkan cabang olahraga dalam PON Remaja dinilai tidak terlalu signifikan untuk naik ke jenjang berikutnya.

"Sampai saat ini belum ada keputusan resmi terkait pembatalan PON Remaja yang direncanakan digelar Juni 2017," ujarnya.

Walau PON Remaja dianggap kurang signifikan untuk naik jenjang, menurutnya, kedua kejuaraan ini memiliki plus minus. Namun Kemenpora akan segera bersikap dan mengambil keputusan secepatnya.

"Kami akan mengirimkan surat ke Gubernur Jawa Tengah supaya persiapan yang dilakukan tidak terlalu mepet," kata Gatot.

BACA JUGA: