JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kekayaan sejarah dan budaya Indonesia ternyata banyak yang menjadi objek jarahan pihak asing. Berbagai koleksi benda-benda bersejarah yang merupakan harta karun tak ternilai itu, kini banyak yang dikuasai para kolektor di seluruh dunia dan didapatkan secara ilegal.

Para pejabat publik pun tak segan-segan turut campur sebagai kolektor benda sejarah curian dari para penadah itu. "Di Indonesia, benda cagar budaya cukup tinggi pencuriannya," kata Koordinator Masyarakat Warisan Budaya (Madya) Jhohannes Marbun kepada gresnews.com, Minggu (16/8).

Pencurian pun tak hanya menyasar benda-benda yang ada di dalam museum, tapi juga benda di luar museum. Pencurian-pencurian ini juga disinyalir terjadi hampir setiap tahun. Namun sayangnya walaupun berlangsung terus menerus, tetap tak ada pengawasan yang ketat terhadap benda-benda cagar budaya tersebut.

"Masyarakat yang menjual benda-benda ini pun menganggapnya seperti bukan pelanggaran," katanya.

Merunut pencurian-pencurian yang terjadi beberapa waktu belakangan, diketahui sindikatnya pun termasuk orang dalam museum atau masyarakat sekitar situs cagar budaya yang ikut "bermain". Sebagai contoh, pada 2009 misalnya, Museum Balaputra Dewa, Palembang, Sumatera Selatan, kehilangan arca Buddha berbahan perunggu peninggalan kerajaan Sriwijaya abad IX.

Pelakunya disinyalir adalah orang dalam yang bekerjasama dengan para kolektor yang mengincar harta bersejarah yang tak ternilai harganya itu. Kemudian pada 2014, museum daerah Siak pun kehilangan benda bersejarah berupa alat-alat perang. Kemudian, di 2015 keris pusaka di Museum Manado juga ikut dicuri oleh pelaku yang merupakan komplotan anak kecil berumur 12 tahun.

Kemudian, terkait sindikat yang melibatkan masyarakat di sekitar situs purbakala, contohnya adalah pencurian empat buah lempeng perunggu pada akhir 2013, di situs purbakala di perbatasan Banyuwangi-Jember. Masyarakat sekitar pun mengakui, daerah tersebut memang kerap dijadikan objek pencurian benda purbakala.

Modusnya, sindikat memanfaatkan ketidaktahuan warga sekitar untuk menggali benda-benda bersejarah dari lokasi situs. "Padahal menurut UU, penggalian itu ilegal, melanggar hukum dan bisa dipidanakan," ujar Marbun.

PEMERINTAH ABAI - Madya mencatat, pencurian benda-benda purbakala bersejarah ini bahkan pernah dilakukan secara besar-besaran. Pada Agustus 2010 misalnya, sebanyak 87 artefak emas masterpiece milik museum Sonobudoyo, Yogyakarta, hilang dicuri. Kasus serupa terulang pada 11 September 2013 dimana sebanyak 4 koleksi emas masterpiece milik Museum Nasional Jakarta juga hilang.

Dua peristiwa pencurian ini memang dipastikan melibatkan orang dalam museum, apalagi kasus di Museum Nasional yang memiliki perangkat keamanan canggih, sehingga tak mungkin barang berharga sedemikian bisa raib. Toh, sejauh ini tidak ada tindakan berarti untuk mengusut kasus-kasus tersebut. Pemerintah abai sehingga kasus seperti ini selaku terulang.

Padahal seperti kasus di Sonobudoyo misalnya, kejadian seperti ini cukup sering. Misalnya, pencurian sejumlah koleksi keris dan senjata yang tidak dilaporkan ke polisi dan diselesaikan secara internal sehingga tak ada efek jera.

Sementara untuk kasus di Museum Nasional, meski telah dilaporkan ke Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pariwisata, Seni dan Budaya, namun banyak laporan ini hanya ditumpuk tanpa ditindaklanjuti.

Sikap pemerintah dan aparat yang seolah abai dengan kasus-kasus pencurian benda-benda purbakala yang sangat bernilai tinggi ini, kata Marbun, memang sangat mengecewakan. Padahal pemerintah adalah pihak yang berkewajiban menjaga benda-benda tersebut.

Misalnya saja pada kasus kehilangan patung Mamaulu di Flores yang diketahui pada 2014 lalu, lantaran seorang praktisi Australia mengungkap asal-usulnya. Setelah diselidiki oleh Madya, ternyata di tempat asalnya patung ini masih berada di atas Gunung Leotobi. "Kemungkinan besar patung yang asli diambil dan diduplikasi oleh salah satu suku sekitar," kata Marbun.

Setelah dilaporkan, langkah pemerintah hanyalah mengirimkan arkeolog untuk mengecek keaslian patung tersebut. Dan belum berupaya melakukan diplomasi untuk mengambil kembali patung yang dipercaya untuk memanggil hujan tersebut.

MODUS SINDIKAT LIBATKAN GALERI SENI - Madya pernah mengungkap, kasus-kasus pencurian benda purbakala ini umumnya didalangi pihak galeri benda seni yang punya jaringan ke kolektor-kolektor benda seni berduit tebal dari luar negeri atau pejabat penting dalam negeri. Hal itu terungkap dari investigasi kasus penggalian lempeng perunggu di perbatasan Banyuwangi-Jember.

Marbun mengungkapkan, ternyata sindikat pencurian ini sudah sangat tertata rapi. Terdapat tim lapangan yang khusus mengumpulkan informasi atas benda-benda bernilai tinggi itu pada masyarakat sekitar, setelahnya tim penggalian lah yang bekerja, kemudian mandor mulai mengomunikasikan ke penadah.

Dalam kasus ini, penadahnya berada di Bali yang kemudian mempromosikan ke kolektor-kolektor. "Biasanya penadah bersembunyi di balik toko atau galeri seni, di Bali itu galeri, saat negosiasi ditawarkan Rp20 juta ke saya," katanya.

Namun pada akhirnya karena tak ada tindak lanjut dari pemerintah, barang tersebut pun berpindah ke tangan kolektor yang diketahui merupakan salah satu pejabat publik. Lenteng perunggu itu dihargai Rp30 juta oleh sang pejabat.

Kasus serupa yang paling menghebohkan adalah hilangnya benda purbakala koleksi museum Radya Pustaka, Solo berupa lima arca. Belakangan koleksi ini ditemukan di kediaman Hashim Djojohadikusumo, Wakil Ketua DPP Gerindra.

Hashim sendiri ketika itu mengaku, kelima arca itu dibeli secara legal dari Dr Hugo Kreijger, dealer dan konsultan benda-benda seni yang pernah bekerja lama di Balai Lelang Christie´s Amsterdam. Pihak makelar menghargai benda-benda itu Rp80 hingga Rp280 juta, tentu sampai ke penadah harga ini naik berlipat.

Pada kasus pencurian cagar budaya patung Mamaulu misalnya, diketahui benda tersebut sudah berada di Australia. Biasanya barang yang laku di pasaran luar negeri dihargai hingga miliaran rupiah. 

"Belum ada perhatian menyeluruh dari pemerintah, tak ada sanksi keras sehingga mereka tak kapok. Juga bagi para penemu tak ada penghargaan bagi mereka sehingga memilih menjual ke penadah," kata Marbun.

ATURAN TAK JALAN - Dalam UU Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya sebenarnya telah diatur setiap hal yang diduga benda cagar budaya haruslah didaftarkan ke pemerintah, baru boleh dimiliki. Jika tidak maka pada Pasal 26 beleid itu menyatakan hal itu bisa dianggap melakukan tindak pidana dengan sengaja memindahkan, mengubah, dan memperdagangkan atau memperjual-belikan atau memperniagakan benda cagar budaya tanpa izin dari pemerintah.

Ancamannya hukumannya adalah penjara selama 10 tahun. Sayangnya, aturan itu pada tataran praktik tak pernah dijalankan.

Misalnya, Irjen Djoko Susilo yang terjerat kasus suap pengadaan alat simulator Surat Izin Mengemudi (SIM), diketahui memiliki ratusan bilah keris bernilai sejarah dengan harga senilai Rp1,6 miliar. "Sayangnya KPK tak sita itu, mungkin saja barang bersejarah ini dijadikan alat cuuci uang," kata Marbin.

Hampir seluruh situs bersejarah atau tempat yang memiliki barang koleksi sejarah rentan pencurian lantaran minimnya penjagaan dan terutama ketiadaan aturan yang jelas. Itu belum dihitung barang sejarah yang berada di dalam wilayah perairan Indonesia.

Walaupun Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sudah menyatakan tak boleh ada izin pengangkatan benda muatan kapal tenggelam tapi faktanya masih ada penggalian ilegal. Pada Juni lalu, diketahui ada penggalian bawah laut yang terjadi di Batam oleh Michael Hatcher, pria asli Inggris yang kini menjadi warga Australia. Pria yang dikenal sebagai raja pemburu harta karun kelas kakap ini sebenarnya telah dicekal masuk Indonesia pada tahun 2010.

Pada tahun 1986, dia berhasil mengangkat 126 batang emas lantakan saat mengeruk harta terpendam kapal dagang milik VOC, De Geldermalsen, yang karam pada 1750 dan 160 ribu benda keramik antik peninggalan dinasti Ming dan Ching. Harta karun itu dijual di Balai Lelang Christie di Amsterdam seharga US$15 juta atau kala itu setara Rp16,6 miliar.

Pemerintah Indonesia dan Belanda pun saling klaim atas benda-benda itu. Indonesia merasa berhak mendapat sebagian dari harta karun lantaran posisi kapal karam berada di perairan Bintan Timur, Provinsi Riau.
Namun Belanda yang ada di belakang Hatcher, mengaku lebih berhak mewarisi kapal de Geldermalsen dan bersikeras lokasi karam kapal itu berada di zona internasional. Karena Indonesia kurang bukti untuk mempertahankan argumen, akhirnya tak mendapat satu sen pun dari harta karun laut terpendam itu.

Setelahnya, pemerintah membentuk Panitia Nasional Barang Berharga Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) yang berfungsi memberikan izin-izin pengangkatan kapal. Pada tahun 2008, ditemukan porselen berwujud mangkuk, piring, dan cangkir yang diperkirakan berasal dari zaman Dinasti Ming di China di laut Indonesia. Pada operasi pengangkatan di tahun 2010, ditemukan 38.000 porselen dan hingga sekarang tercatat ada 700.000 item yang ditemukan.

Harta karun bernilai Rp413 miliar ini akan diangkat oleh perusahaan Portugal yang berbasis arkeologi bawah laut, Arqueonautas Worldwide SA (QOW) tahun ini. Namun, waktu pengangkatan yang belum dilakukan juga lantaran menunggu izin yang sengaja ditunda oleh Pemerintah Indonesia.

DPR GODOK RUU KEBUDAYAAN - Anggota Komisi X Dadang Rusdiana mengaku geram atas kerapnya pencurian benda bersejarah, terjadi di Indonesia. Apalagi, diketahui para penadahnya adalah pihak asing dan juga pejabat-pejabat publik yang seharusnya ikut melindungi kelestarian sejarah dan budaya.

"Benda-benda bersejarah dicuri dan diperjualkan seenaknya, itu yang tidak benar. Ini jelas merupakan pekerjaan rumah bagi para penegak hukum untuk menindak pencurian dengan tegas," katanya kepada gresnews.com, Jumat (14/8).

Komisi X yang sedang menggodok RUU Kebudayaan menyatakan akan lebih mengakomodir pembatasan kepemilikan benda-benda bersejarah. "Tentunya di RUU Kebudayaan akan kita pertegas sanksi terhadap pencurian dan jual beli secara haram aset situs budaya/museum," tegasnya.

RUU Kebudayaan diusulkan masuk Prioritas Legislasi Nasional 2015. Komisi X DPR RI telah menggelar rapat pleno atas draf RUU terbaru yang selesai disusun pada 17 Juni 2015 dan dikirim ke Badan Legislasi (Baleg) pada 8 Juli 2015.

Setelah proses harmonisasi di Baleg selesai, maka RUU Kebudayaan akan segera diparipurnakan untuk menjadi UU Kebudayaan inisiatif DPR paling tidak pada bulan Oktober. Setelahnya akan ada pembahasan bersama pemerintah.

RUU ini juga sedikit banyak mengaplikasikan peraturan yang ada di China. Negara tersebut memiliki sekitar 300 UU dan peraturan lain yang mengatur pengelolaan kebudayaan. "UU ini menjadi semacam induk untuk membuat aturan-aturan lain yang lebih praktis," pungkas Dadang.

BACA JUGA: