JAKARTA, GRESNEWS.COM - Peringatan sembilan tahun bencana lumpur Lapindo pada tanggal 29 Mei 2015, aktivis lingkungan kembali mempertanyakan kehadiran negara. Selama sembilan tahun, negara dianggap kehilangan peran menegakan keadilan dan hak masyarakat.

Pengkampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Ki Bagus Hadikusuma mengaku, selama tragedi panjang Lapindo, Ia belum melihat kehadiran negara untuk menyelamatkan hak-hak korban.

"Kami belum melihat kehadiran negara membela keselamatan masyarakat khususnya korban bencana Lapindo," kata Bagus kepada Gresnews.com, Jumat (29/5).

Dalam kesempatan itu, Bagus mempertanyakan kedaulatan negara dalam melawan korporasi. Sebab, Ia menilai, selama ini belum ada tindakan tegas pemerintah terhadap pelaku kasus kejahatan korporasi di sektor tambang dan migas.

Menurut Bagus, seharusnya negara mampu membatasi laju daya rusak lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi tambang. Misalnya, lewat perangkat hukum yang sudah ada seperti UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dimana dalam pasal 9 ayat (3) menegaskan bahwa “setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang secara sistematis menjaga keberlanjutan dan kelestarian lingkungan. Secara rinci, Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa UU ini sebagai upaya sistematis dan terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup, mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

"Dari kebijakan yang sudah ada, mestinya negara mampu membatasi laju kerusakan lingkungan," tegas Bagus.

Bagus menambahkan, kedua produk UU tersebut sudah cukup kuat menjamin hak masyarakat untuk mempertahankan ruang hidup dan mewujudkan lingkungan yang sehat.

Namun, Bagus mengakui, aturan tersebut selama ini kerapkali tumpang tindih dengan kebijakan sektoral para korporat. Ia menilai, hingga saat ini masyarakat masih dihadapkan pada ancaman dan kepentingan korporasi.

Sebelumnya, desakan yang sama juga diutarakan perwakilan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Terkait Lapindo, Ketua Kontras Kota Surabaya Andy Irfan mengaku banyak pelanggaran HAM yang sejauh ini belum ditangani pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Terkait hal itu, Andy mengaku kecewa lantaran tidak ditetapkannya bencana Lapindo ke ranah tindak pelanggaran HAM.

"Kami (Kontras) sangat prihatin kepada pemerintah yang hingga saat ini ternyata belum menyelesaikan persoalan Lapindo," kata Andy.

BACA JUGA: