JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerinah Arab Saudi mulai Oktober 2016 akan mengenakan biaya visa sebesar 2.500 riyal atau sekitar Rp7 juta bagi jemaah ibadah umrah yang sebelumnya sudah pernah melakukan ibadah tersebut. Indonesia, sebagai salah satu negara muslim terbesar di dunia, merasa keberatan dengan kebijakan ini. Kementerian Agama RI  telah mencoba melobi kebijakan pemberlakuan biaya visa tersebut. Sebab pengenaan biaya itu, akan meningkatkan ongkos haji, terutama bagi petugas haji Indonesia.  

"Umrah kedua ini kan semata untuk ibadah," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat merilis hasil survei Kepuasan Jemaah Haji yang merupakan kerjasama BPS dan Kementerian Agama di Kantor Badan Pusat Statistik, Selasa, (15/11).

Permohonan pengecualian bagi jemaah Indonesia ini telah diajukan Kemenag kepada Pemerintah Arab Saudi. Setidaknya, pengecualian ini dapat diberlakukan pada petugas haji. Sebab pemberangkatan calon petugas adalah yang sudah berpengalaman, dan jika aturan ini diterapkan maka akan menambah biaya petugas haji tahun mendatang.

Pengenaan biaya visa umrah ini terhitung untuk pelaksanaan ibadah umrah mulai Tahun 2013. Untuk mereka yang sudah melaksanakan umrah di bawah tahun tersebut tidak akan dikenakan biaya visa.

"Selain itu, hakekatnya masa tunggu pemberangkat ibadah haji yang cukup panjang, sehingga mereka menempuh ibadah umrah agar bisa beribadah ke Tanah Suci," kata Lukman.

Masalah lain yang masih membelenggu dalam pelaksanaan ibadah haji, selain umroh  adalah layanan haji. Mulai dari hal yang terkecil, yakni petugas kelompok terbang (kloter) yang kurang aktif berkomunikasi dengan jemaah haji sehingga terdapat jemaah yang tidak mengenali ketua kloter dan petugas kloter lainnya.

PERMASALAHAN HAJI - Sementara itu Kepala BPS Kecuk Suharyanto, menambahkan masalah lain yakni pelayanan akomodasi pemondokan yang masih perlu penambahan fasilitas yakni mesin cuci, alat kebersihan, jumlah MCK, AC dan kipas angin. Tak luput juga pelayanan makanan selama penyelenggaraan ibadah haji dimana cita rasanya dianggap belum sesuai lidah Indonesia serta variannya yang sedikit.

"Pelayanan bus Armina juga, jemaah memberi banyak catatan negatif terkait layanan ini. Armadanya kurang sehingga banyak jemaah haji tidak kebagian tempat duduk, waktu tunggu kedatangan bus juga terlalu lama," ujar Suharyanto di Kantor BPS, Selasa(15/11).

BPS juga menemukan banyak fasilitas rusak, seperti AC, kursi, serta fisik bus yang tidak layak jalan. Walau begitu, Indeks Kepuasan Jamaah Haji Indonesia (IKJHI) 2016 naik 1,16 poin menjadi 83,83 dari tahun 2015 yang hanya sebesar 82,67.

"Indeks kepuasan ini dihitung dari 9 pelayanan yang nilainya di atas 75 persen," ujarnya.

Survei yang telah memasuki tahun ke-7 ini, dilaksanakan BPS melalui 3 (tiga) metode pengumpulan data, yakni pengumpulan kuesioner, wawancara, dan observasi. Tahapan itu dilakukan kepada 14.400 responden dengan probability sampling dan 4.100 responden dengan convienence sampling.

Berikut adalah kesembilan pelayanan yang disurvei oleh BPS. Layanan petugas kloter dengan tingkat kepuasan sebesar 86,4 persen naik sebesar 0,91 poin dari tahun sebelumnya. Layanan ibadah tingkat kepuasan sebesar 85,17 persen naik 0,86 poin, layanan bus antarkota tingkat kepuasan 85,12 persen, naik 6,45 poin, layanan pemondokan tingkat kepuasan 82,56 persen, naik 0,28 point, layanan Bus Armina tingkat kepuasan 79,85 persen, naik 2,06 poin, layanan transportasi shalawat tingkat kepuasan mencapai 85,54 persen, naik 4,24 poin.

Layanan lainnya atau layanan umum sebesar 82,96 persen naik 1,3 poin, Layanan petugas non kloter tingkat kepuasan mencapai 84,27 persen naik 0,26 poin. Sedangkan Layanan katering tingkat kepuasan jemaah sebesar 82,66 persen  turun 0,27 poin, walaupun tingkat kepuasan di layanan katering menurun akan tetapi masih masuk kategori memuaskan.

BACA JUGA: