JAKARTA, GRESNEWS.COM - Langkah pemerintah melakukan program konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) untuk nelayan menuai kritikan pedas. Jangan sampai program yang sedianya untuk kesejahteraan nelayan yang terjadi justru sebaliknya malah menyusahkan para nelayan.

Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2015 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG untuk Kapal Perikanan bagi Nelayan Kecil pada 2 November lalu.

Lewat peraturan ini, pemerintah berupaya menjamin ketahanan energi nasional serta meningkatkan kesejahteraan nelayanan kecil seiring menurunnya pengeluaran untuk konsumsi bahan bakar.

Asosiasi Nelayan Republik Indonesia ( ANRI) menilai seharusnya sebelum menjalankan program ini perlu ada sosialisasi dan pelatihan menyeluruh pada nelayan. "Agar para nelayan tidak bingung," kata Ketua ANRI Tarmuji Ajie Prasetyo kepada gresnews.com, Senin (30/11).

Tarmuji menjelaskan nelayan harus diberikan latihan dalam penggunaan mesin kapal berbahan bakar gas agar tidak ada kendala dan membahayakan bagi nelayan. Termasuk juga menjelaskan cara memperbaiki mesinnya bila mengalami kerusakan dan menyiapkan suku cadang komponen mesin .

"Asosisi mendukung program ini asalkan jangan ada kepentingan bisnis perorangan, dibalik kebijakan pemerintah," ungkapnya.

BENAHI POLA DISTRIBUSI - Selama ini kelangkaan bahan bakar bagi para nelayan kerap terjadi. Kalau pun solar tersedia biasanya dipatok dengan harga tinggi buat nelayan. Masalah kacaunya distribusi solar menjadi penyebabnya.

Dengan program baru jangan sampai karut marut distribusi solar juga menimpa gas. Perlu pembenahan sistim distribusi jangan sampai para nelayan kesulitan mendapatkan pasokan gas. Pertamina harus memikirkan stasiun Pengisian Bahan gas ( SPBG) yang terjangkau nelayan.

"Pemerintah harus memberikan jaminan, penyaluran BBG ke pihak nelayan agar tidak mengalami kendala hingga nelayan tak merugi saat penangkapan ikan," ungkapnya.

Wakil Ketua DPR-RI VII Fraksi Golkar Satya Wira Yudha mengatakan pemerintah harus memperhatikan masalah distribusi gas. Perlu ada pengawasan ketat agar pasokan gas lancar dan tidak mengalami kelangkaan. "Jangan sampai justru muncul calo-calo yang menimbun gas buat nelayan," ungkapnya.

Satya menjelaskan perlu ada pendataan yang akurat dan transparan agar gas tepat sasaran buat para nelayan.

Sebelumnya Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan persediaan pasokan gas untuk nelayan cukup banyak. "Nelayan tidak perlu khawatir mengalami kekurangan bahan bakar gas," kata Wianda saat dihubungi gresnews.com, Jumat (20/11) lalu.

Sementara masalah distribusi Pertamina masih menunggu dari pihak pemerintah. "Semua kami koordinasikan dengan pemerintah dan untuk pendistribusian Pertamina sudah siap," jelasnya.

ISI PERPRES - Perpres ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly ayakni tanggal 9 November 2015 itu. Dalam Perpres Nomor 126 Tahun 2015 disebutkan sasaran penyediaan dan pendistribusian LPG untuk Kapal Perikanan bagi Nelayan Kecil ditujukan untuk Kapal Perikanan bagi Nelayan Kecil yang menggunakan mesin motor tempel dan/atau mesin dalam yang beroperasi harian.

Menurut Perpres ini, penyediaan dan pendistribusian LPG untuk Kapal Perikanan bagi Nelayan Kecil dilaksanakan secara bertahap pada daerah tertentu dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Penetapan daerah tertentu ditetapkan oleh Menteri (ESDM, red) yang mendapatkan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan," bunyi Pasal 3 Ayat (2) Pepres tersebut.

Pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian LPG untuk Kapal Perikanan bagi Nelayan Kecil ini diawali dengan pemberian paket perdana secara gratis oleh pemerintah berupa: a. mesin kapal; b. Konverter Kit serta pemasangan; dan c. Tabung khusus LPG beserta isinya.

"Pemberian secara gratis sebagaimana dimaksud hanya diberikan 1 (satu) kali, dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan penugasan Menteri," bunyi Pasal 4 Ayat (2) dan (3) Perpres Nomor 126 Tahun 2015 itu.

Ditegaskan juga dalam Perpes ini, bahwa Paket Perdana sebagaimana dimaksud wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), dan dalam hal SNI belum tersedia, dapat menggunakan standar atau spesifikasi teknis yang disetujui oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.

Perpres ini juga menyebutkan, Menteri menetapkan ketersediaan, alokasi, serta standard an mutu (spesifikasi) LPG untuk Kapal Perikanan bagi Nelayan Kecil dengan mempertimbangkan kebutuhan penggunaan LPG untuk Kapal Perikanan bagi Nelayan Kecil.

Menurut Perpres Nomor 126 Tahun 2015 ini, Menteri menetapkan: a. perencanaan, volume kebutuhan tahunan LPG untuk Kapal Perikanan bagi Nelayan Kecil setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan; san b. Harga Patokan, Harga Indeks Pasar, dan Harga Jual Eceran LPG untuk Kapal Perikanan bagi Nelayan Kecil.

"Menteri menetapkan Harga Patokan LPG setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara," bunyi Pasal 7 Ayat (2) Perpres tersebut.

LPG untuk Kapal Perikanan bagi Nelayanan Kecil, menurut Perpres ini, diberikan subsidi per kilogram yang merupakan pengeluaran negara yang dihitung dari selisih kurang antara Harga Jual Eceran LPG per kilogram setelah dikurangi Pajak Pertambahan Nilai dan margin agen dengan Harga Patokan LPG.

Terkait distribusi, Perpres ini menegaskan, bahwa penyediaan dan pendistribusian LPG dilaksanakan oleh BUMN berdasarkan penugasan dari Menteri (ESDM, red). Selain penugasan sebagaimana dimaksud, Menteri dapat melakukan penunjukan langsung kepada Badan Usaha untuk melakukan penyediaan dan pendistribusian LPG.

Badan Usaha sebagaimana dimaksud wajib memenuhi memenuhi ketentuan: a. memiliki dan/atau menguasai sarana dan fasilitas pengolahan, penyimpanan, dan distribusi LPG di dalam negeri; dan b. jaminan ketersediaan LPG.

"BUMN dan Badan Usaha sebagaimana dimaksud wajib memiliki Izin Usaha Niaga dan memenuhi persyaratan penugasan atau penunjukan langsung oleh Menteri," bunyi Pasal 11 Perpres No. 126 Tahun 2015 itu.

Sampai dengan tersedianya Tabung Khusus LPG bagi Kapal Perikanan untuk Nelayan Kecil, maka penyediaan dan pendistribusian LPG sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan tabung baja LPG 3 Kilogram untuk rumah tangga dan usaha mikro.

Penggunaan tabung baja LPG 3 Kilogram untuk rumah tangga dan usaha mikro sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dapat dilakukan paling lama sampai dengan tanggal 31 Desember 2018.

Adapun penetapan dan penghitungan Harga Patokan LPG, Harga Indeks Pasar LPG, dan Harga Jual Eceran LPG untuk Kapal Perikanan bagi Nelayan Kecil itu mengikuti mekanisme penetapan dan penghitungan Harga Patokan LPG, Harga Indeks Pasar LPG, dan Harga Jual Eceran LPG Tabung 3 kilogram untuk rumah tangga dan usaha mikro pada tahun 2015. (Agus Irawan)

 

BACA JUGA: