JAKARTA, GRESNEWS.COM - Indonesia, khususnya wilayah Sumatera dan Kalimantan sudah memasuki tahap darurat asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan, saat ini ada 25,6 juta penduduk di Sumatera dan Kalimantan yang terancam kesehatannya akibat menghirup asap pekat. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho merinci, Sumatera terdapat 22,6 juta jiwa dan Kalimantan 3 juta jiwa.

"Di Sumatera itu ada tiga daerah di Jambi, Pekanbaru dan Sumatera Selatan. Dua wilayah yang paling pekat itu Jambi dan Pekanbaru," kata Sutopo di Gedung Graha BNPB, Jl Pramuka, Kav. 38, Jakarta Timur, Jumat (4/9).

Dalam catatan BNPB kata Sutopo, saat ini sekitar 80 persen wilayah Sumatera hampir tertutup dengan asap. Jambi dan Pekanbaru paling parah karena hanya memiliki jarak pandang 500 meter. Dampak asap pekat ini membuat beberapa persoalan di Pekanbaru.

"Ada sekolah yang diliburkan, pesawat pun belum bisa terbang. Emisi kebakaran hutan ini ada asap yang bisa membuat gangguan pernafasan. Ini masih terus tinggi," tuturnya.

Dampak kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan inipun mulai dirasakan masyarakat Sumatera dan Kalimantan. Sutopo mengatakan, saat ini sudah ada ribuan orang yang terserang penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Lebih jauh, dikhawatirkan dampak kabut asap ini juga akan meningkatkan risiko warga untuk terserang kanker.

dr Agus Dwisusanto, SpP dari RSUP Persahabatan Rawamangun mengatakan polusi asap mengandung dua zat berbahaya. Pertama adalah gas yang bersifat iritatif dan dapat menyebabkan sesak napas, dan kedua adalah partikulat debu yang bisa terhirup dan masuk ke saluran napas.

"Partikulat debu ini yang berbahaya karena bersifat karsinogen atau zat yang dapat menyebabkan kanker. Secara teoritis, paparan polusi asap yang terjadi terus-menerus selama bertahun-tahun memang akan bisa menyebabkan kanker paru dan saluran napas lainnya," kata Agus, Jumat (4/9).

Meski begitu, dr Agus mengatakan bahwa kanker paru baru akan terjadi jika karsinogen dari polusi asap dihirup setiap hari selama bertahun-tahun. Sementara di polusi asap di Sumatera dan Kalimantan memang tidak terjadi sepanjang tahun namun selalu terjadi berulang tiap tahunnya.

Lain halnya dengan rokok. Asap rokok yang terhirup setiap hari apalagi kebiasaan merokok yang sudah menahun memang bisa meningkatkan risiko kanker paru. Hal ini juga sudah dibuktikan dalam beberapa penelitian. "Belum ada datanya soal ini. Di kita (Indonesia) belum ada, sementara penelitian ilmiah dari luar negeri juga belum ada. Tapi sekali saya katakan, secara teori ilmu kesehatannya memang bisa menyebabkan kanker paru," ungkapnya lagi.

BISA DIANTISIPASI - Wakil ketua komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi mengatakan, masalah kebakaran hutan dan kabut asap ini sebenarnya bisa diantisipasi jika pemerintah melakukan tindakan-tindakan serius untuk menghentikannya. Viva mengatakan, dari data investigasi, 90% kebakaran hutan berawal dari human error, dengan tujuan untuk pembukaan lahan baru karena lebih murah, perambahan hutan, membuang api sembarangan, dan lainnya.

"Di musim kemarau dipastikan terjadi peningkatan hot spot atau titik api. Jika lahan gambut yang terbakar maka akan sulit dipadamkan sehingga asap semakin melimpah," kata Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI itu kepada gresnews.com, Minggu (6/9).

Pemerintah, dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), BNPB, pemerintah daerah harus lebih serius melakukan koordinasi untuk memadamkan api. "Lebih solutif jika ada kebijakan keadaan darurat asap sehingga penanganannya lebih cepat. Jika dibiarkan maka akan mengganggu perekonomian, kesehatan masyarakat, dan mematikan biodiversitas hutan," ujarnya.

Viva mengatakan, dari tahun ke tahun, pemerintah tidak pernah antisipatif dan preventif terhadap ancaman kebakaran hutan. "Pemerintah selalu reaktif dan kedodoran sehingga terjadi pengulangan bencana yang tidak perlu terjadi sehingga mengganggu negara tetangga. Hal ini tentu kurang baik jika terus terjadi setiap tahun," ujarny.

Karena itu, Viva memberikan beberapa solusi kebijakan yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, kata dia, anggaran bencana alam, khususnya kebakaran hutan harus ditingkatkan. "Komisi IV DPR menuntut pemerintah agar tanggap terhadap bencana dan mencari solusi tegas dan cepat untuk menyelesaikannya," kata Viva.

Terkait pendanaan misalnya, kata Viva, KLHK tidak termasuk 10 besar lembaga negara yang mendapatkan dana APBN besar. "Komisi IV DPR menyayangkan sikap pemerintah yang masih menganggap hutan dan lingkungan hidup hanya sebelah mata sehingga diberi dana sedikit," ujarnya.

Presiden, kata Viva, harus menginstruksikan menteri keuangan dan bapenas untuk merubah kebijakan anggarannya. "Jika itu dilakukan maka DPR akan mendorong agar APBN akan ditambah di tahun anggaran 2016," tegasnya.

Kedua Viva menyarankan, harus ada pembagian kewenangan tentang konservasi dan pemanfaatan ekonomi hutan antara pemerintah pusat dan daerah meski sudah diatur di Undang-Undang nomer 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan UU Pemda. Pasalnya, meski sudah diatur, namun dalam pelaksanaannya masih terjadi inkoordinasi dan disfungsi.

"Makanya di program legislasi nasional 2016, Komisi IV DPR akan merevisi UU Kehutanan dan akan mengajukan RUU tentang Pencegahan dan penanganan Kebakaran Hutan," kata Viva.

Ketiga, Polisi Kehutanan (polhut) jumlahnya harus ditambah. "Sangat tidak masuk akal jika satu polhut dibebani menjaga areal hutan seluas 100 ribu hektare dengan peralatan dan teknologi yang sangat minim, sehingga yang terjadi akan selalu terjadi kejahatan di hutan," katanya.

Keempat, hutan Indonesia yang hidup di iklim tropis adalah kekayaan dan berkah Tuhan. Proses fotosintesis berlangsung intensif dibanding negara Eropa yang memiliki empat musim. Hutan harus menjadi sumber daya pembangunan ekonomi Indonesia.

Di samping kayu, manfaat ekonomi non kayu, misalnya madu, wisata, evopastur (memelihara hewan di hutan), dan tanaman tumpang  sari adalah menjadi sumber ekonomi. "Makanya hutan harus ditata dengan baik," ujarnya.

Kelima, Viva mengatakan, hutan adalah warisan untuk anak-cucu kita. "Memelihara, merawat, dan mengambil manfaat ekonomi bukan untuk dihabiskan hari ini, tetapi harus menjadi investasi masa depan generasi penerus bangsa," pungkasnya.

SANKSI LEMAH - Kepala Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho membenarkan penyebab kebakaran hutan 90 persen diduga akibat kesengajaan. Selama ini, memang ditengarai perusahaan perkebunan, khususnya perkebunan sawit menjadi aktor dibalik terjadinya kebakaran hutan. Mereka diduga sengaja melakukan pembakaran hutan dan lahan sebagai cara termurah untuk membuka lahan dan mengganti tanaman sawit yang sudah tidak produktif.

Aksi itu sebenarnya bisa menuai ancaman hukuman yang berat. Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan Pasal 78 Ayat (3) disebutkan ancaman pidana bagi pihak yang sengaja membakar hutan adalah pidana penjara 15 tahun dengan denda Rp5 miliar, Berdasarkan pasal 187 KUHP, pelaku pembakaran hutan dengan sengaja, diancam pidana 12 tahun.

Meski begitu, seperti dikatakan Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti, penegak hukum memang kesulitan melakukan penegakan hukum pada perusahaan yang melakukan pembakaran hutan. "Kan ada banyak modus. Sekarang kebanyakan perusahaan mau menerima lahan itu kalau sudah lengkap dan clear modus-modus seperti itu harus dihilangkan," kata Badrodin.

Kesulitan lainya, saat ini belum ada aturan pemidanaan untuk korporasi sehingga dalam kasus-kasus kebakaran hutan yan disengaja dilakukan perusahaan, kerap kali yang dihukum adalah para direktur perusahaan. Sementara, perusahaannya tidak bisa diberi sanksi misalnya pembekuan atau pencabutan izin usaha.

Kata Badrodin, hukuman akan lebih punya efek jera bila pelanggar yang sudah terbukti dikenai sanksi administrasi seperti pencabutan izin atau denda bagi mereka yang melanggar. Sebab, menurutnya hukum pidana dengan jeratan satu tahun tidak akan membuat jera.

Badrodin mengungkapkan, pada tahun 2015 kepolisian sudah memproses 46 pelanggaran yang menyebabkan kebakaran hutan. Sementara pada tahun lalu, ada sekitar 270 kasus. "Sekarang kan masih operasi. Semoga tahun ini lebih sedikit pelanggaran," ujar dia.

Badrodin mengatakan, saat ini yang dilakukan kepolisian hanya bisa melakukan pendekatan secara persuasif agar mereka tak lagi membakar hutan. Maksudnya, kata dia, seperti membuat maklumat peringatan bila membakar hutan adalah pelanggaran, lalu maklumat tersebut pun disebar di masyarakat. "Ada juga patroli, namun pelanggaran kan bukan di pinggir jalan tapi di tengah hutan," ujar dia.

LANGKAH PEMERINTAH - Mengatasi masalah kebakaran hutan ini, pemerintah sendiri sudah mengambil beberapa langkah antisipasi. Presiden Jokowi Jumat (4/9) telah menggelar Rapat Terbatas penanganan kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan di Istana Presiden. Dalam rapat tersebut, Presiden Joko Widodo memberikan arahan agar penanganan masalah kebakaran hutan dan lahan ini diteruskan dengan operasi darurat asap.

Presiden telah menetapkan Kementerian LHK sebagai koordinator dalam penanganan karhutla, didukung penuh oleh BNPB, TNI dan Polri. BNPB diminta terus menggelar hujan buatan dan pemadaman api dari udara. TNI diminta mengerahkan personil untuk membantu pemadaman dan menjaga daerah agar tidak dibakar, sedangkan Polri meningkatkan penegakan hukum bersama PPNS.

"Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten serta didukung TNI dan Kepolisian telah berkomitmen melaksankan operasi gabungan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla)," kata Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bambang Hendroyono, Sabtu (5/9) siang.

Menurut Bambang, nantinya akan ditetapkan dengan SK (Surat Keputusan) Menteri LHK mengenai Operasi Darurut Asap ini. Selain itu, juga akan ditetapkan adanya satuan tugas (Satgas) secara nasional. Ia menyebutkan, para gubernur terutama di lima provinsi yakni Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, akan menjadi penanggungjawab di daerah dalam upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan tersebut.

"Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten serta didukung TNI dan Kepolisian telah berkomitmen untuk melaksankan operasi gabungan penanggulangan karhutla. Mudah-mudahan dalam waktu singkat operasi gabungan bisa sesegera mungkin dilakukan," kata Bambang.

Sebagai upaya pemadaman hutan dan lahan yang terbakar tersebut, papar Bambang, akan dilakukan melalui darat yakni dengan mengerahkan berbagai peralatan pemadaman api maupun personel dari Manggala Agni (satuan penanggulanan karhutla dibawah Kementerian LHK) serta milik pengusaha kehutanan dan perkebunan. Selain itu juga akan dilakukan pemadaman dari udara dengan "water bombing" yang memanfaatkan pesawat TNI.

Sementara itu Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan, TNI mendukung Helikopter, dan pesawat CN 295, serta Hercules, Cessna untuk rekayasa cuaca di daerah yang terkena bencana asap. "Selain ada Satgas yang patroli sebagai pemadaman, ada yang melaksanakan penegakan hukum dan kesehatan juga," kata Gatot.

Hari ini, Presiden Jokowi sendiri meninjau langsung langkah penanganan kebakaran hutan itu lewat jalur darat dari Palembang, Sumatera Selatan. Jokowi langsung mendengarkan pemaparan tentang kebakaran hutan.

Terkait upaya pemadaman, pihak BNPB sudah melakukan beberapa langkah seperti menyediakan helikopter dan pesawat cassa di daerah yang masih rawan peningkatan kebakaran lahan. Helikopter disiapkan untuk operasi water bombing, kemudian pesawat cassa diproyeksikan untuk upaya hujan buatan. Selain itu, di jalur darat juga dibuat pembuatan kanal agar kebakaran tak semakin meluas. Pasalnya, area yang terbakar sebagian besar wilayah gambut yang kekeringan. (dtc)

BACA JUGA: