JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyakit tuberculosis (TB) telah menelan setidaknya sebanyak tiga orang korban meninggal dunia per menitnya. Lebih parahnya lagi penyakit ini dapat berkembang menjadi multidrug resistance tuberculosis (MDR TB) sehingga sangat sulit untuk dilawan.

Karena itulah, Indonesia saat ini sedang berupaya mengembangkan produk obat dari Jepang untuk mengatasi MDR TB. MDR TB membuat orang yang terjangkit TB akan resisten alias kebal terhadap obat TB. Sepanjang tahun 2011 sebanyak 8,7 juta orang di dunia menderita penyakit ini dan 1,4 juta orang diantaranya meninggal dunia.

Di Indonesia sendiri, ditemukan sekitar 500 ribu kasus TB baru dengan lima ribu kasus diantaranya merupakan MDR TB. Pada tahun 2013 jumlah total terjangkit TB mencapai 900 ribu kasus.

"Penderita MDR TB akan resisten terhadap obat yang biasa digunakan, sehingga harus beranjak ke obat lini berikutnya," ujar Tjandra Yoga Aditama, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan kepada Gresnews.com, Sabtu (31/1).

Padahal selama ini, kata Yoga, TB normal saja memerlukan waktu pengobatan yang panjang, dimana pasien harus mengonsumsi obat selama kurang lebih enam bulan tanpa putus. "Sehingga penanganan MDR TB akan jauh lebih sulit dan tentu lebih mahal, berkisar dua kali lipat harga obat di lini pertama," tegas Yoga.

Obat-obat yang kini digunakan untuk mengobati MDR TB bukanlah obat yang benar-benar baru dan tidak sepenuhnya ampuh. Di Jepang kini sudah terdapat terobosan obat TB baru, bernama Delamanide. Sejauh ini menurut penelitian yang ada, Delamanide berhasil dengan cukup baik mengatasi MDR TB.

"Delamanide meningkatkan konversi kultur sputum (cairan yang diproduksi dalam alveoli dan bronkioli di paru paru-red) sebesar 50% dan penurunan kematian dapat sampai 75%," jelasnya.

Terhadap obat yang sudah masuk dalam guideline WHO pada Oktober 2014 ini rencananya akan dilakukan penelitian lanjutan, termasuk di Indonesia. Delamanide tergolong dalam zat nitroimidazole, yaitu zat bekerja menghambat mycolic acid (asam mikolat) dan tidak ada resistensi silang dengan obat anti TB yang lain.

"Selain obat untuk MDR TB, Jepang juga menghasilkan cara diagnosis TB yang baru dengan LAM (lipoarabinoman)," jelasnya.

Teknik LAM ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya, pertama mempunyai afinitas tinggi, untuk diagnosis dan monitor pengobatan. Kedua, tidak ada reaktifitas silang, sehingga cukup sensitif. Ketiga, menggunakan bahan sampel sputum, bukan darah, sehingga mudah didapat, dan hasil diperoleh hanya dalam 1 hari saja. "Saat ini Indonesia juga sedang melakukan penelitian tentang LAM ini," katanya.

Sebelumnya, pada pertengahan tahun 2013 Sekjen PBB Ban Ki Moon melalui surat resmi, menyampaikan penghargaan kepada Presiden Susilo Bambang Yuhoyono atas upaya pengendalian TB di Indonesia pada 2012. Indonesia juga menerima penghargaan dari Global Health USAID berupa Champion Award for Exceptional Work in the Fight Against TB.

Indonesia merupakan negara pertama yangmemperoleh penghargaan dari USAID dalam hal kepemimpinan pengendalian TB. "Kita menjadi contoh keberhasilan sebuah negara, yang mampu menurunkan secara signifikan penderita tuberculosis, baik melalui pendeteksian dini maupun pengobatannya," ujar Presiden SBY kala itu.

BACA JUGA: