JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penangkapan 177 calon jemaah haji asal Indonesia oleh otoritas Filipina
 di Bandara Internasional Manila membuat pemerintah tercengang. Aksi nekat para jemaah yang diduga berasal dari sejumlah daerah di sekitar Sulawesi Selatan ini diduga dipicu oleh padatnya kuota haji Indonesia dan waktu tunggu yang relatif lama. Para jemaah yang berniat pergi ke tanah suci itu harus menunggu puluhan tahun untuk bisa melaksanakan ibadah dari rukun Islam tersebut.      

Otoritas Filipina berhasil mengendus para calon jemaah haji Indonesia itu setelah mendapati mereka tak bisa berbahasa Filipina atau bahasa Togalog meski mengantongi paspor Filipina. AKibatnya sebelum sempat terbang ke Arab Saudi mereka ditangkap aparat negara tersebut. Pada 19 Agustus, sekitar pukul 19.00 itu, aparat Imigrasi Bandara Internasional Manila menginformasikan penangkapan itu kepada KBRI di Manila.  

Mereka memberitahukan adanya sejumlah penumpang Philippines Airlines tujuan Jeddah ditangkap otoritas keamanan setempat karena paspornya dicurigai.

Indonesia sendiri diketahui termasuk negara yang memiliki animo sangat tinggi dalam pelaksanaan Ibadah haji. Sehingga sebagian mereka harus menunggu bertahun-tahun untuk memperoleh giliran berhaji.

Ledia Hanifa Anggota Komisi VIII DPR RI menyatakan bahwa panjangnya antrean ibadah haji tidak bisa menjadi alasan untuk melakukan sesuatu yang melanggar hukum seperti menggunakan paspor Filipina. Sebab paspor hanya boleh digunakan oleh warga negara bersangkutan dan Indonesia tidak menganut pula sistem dua kewarganegaraan.

"Ini bukan hanya persoalan antri kuota tapi juga Imigrasi," ujar Ledia Hanifa kepada gresnews.com, Selasa 22/8.

Panjangnya waktu menunggu dari pendaftaran sampai dengan pemberangkatan haji memang masih menjadi masalah utama pemberangkatan haji di Indonesia. Menurut Ledia, waktu tunggu beberapa kota di Indonesia berbeda-beda, di Bandung waktu tunggu mencapai 10 tahun, di Gowa mencapai 20 tahun dan di NTB waktu tunggunya mencapai 15 tahun.

"Ngantri itu berlaku buat seluruh negara. Malaysia saja waktu tunggunya sampai 23 tahun," ujarnya.

Selain panjangnya kuota antrean, permasalahan  proyek pembangunan Masjidil Haram juga menimbulkan permasalahan. Arab Saudi memutuskan untuk memotong kuota yang dimiliki Indonesia dari sebelumnya 214 ribu sesuai ketentuan Organisasi Konfederasi Islam (OKI). Saat ini telah dipotong 20 persen menjadi 168 ribu jemaah.
Pemotongan ini juga berlaku terhadap negara teluk,  bahkan negara Arab Saudi sendiri tidak tanggung-tanggung, memotong setengah dari kuota awal.

"Orang arab cuma bisa pakai 50%, semoga tahun 2019 pembangunan sudah selesai dan kita bisa kembali memakai kuota awal," ungkapnya.

Ledina mengaku,  Komisi VIII sudah berupaya untuk melakukan berbagai macam cara agar kuota Indonesia bisa bertambah. Sebelumnya Komisi VIII berupaya melakukan  pembicaraan dengan Timor Leste agar Indonesia bisa menggunakan kuota Timor Leste. Sebab disana penggunaan kuota haji sangat sedikit dan bahkan hampir tidak tergunakan.

Tapi walaupun Timor Leste menyetujui untuk memberikan kuotanya pada Indonesia, namun tidak serta merta Arab Saudi mau menyetujui penggunaan kuota tersebut. Arab Saudi sendiri akhirnya menolak permintaan Indonesia untuk menggunakan kuota Timor Leste, sebab dikhawatirkan negara lain akan melakukan protes walaupun kuota yang ada tidak terpakai.

"Kita juga pernah meminta kepada Arab Saudi untuk diberikan previlege lebih karena Indonesia negara muslim terbesar di dunia tapi itu juga gagal," ungkapnya.

Untuk menyelesaikan masalah ini, Minggu depan rencananya Komisi VIII akan memanggil Kementerian Agama untuk mencari jalan keluar permasalahan kuota haji. Sebab menurut Ledina DPR dan Pemerintah tidak bisa mengurangi antrean dengan seenaknya. "Segala cara akan kita coba untuk menyelesaikan masalah ini tapi tidak dengan cara yang melanggar hukum," tegasnya.

Sebelumnya 177 warga negara Indonesia yang akan naik haji ditangkap oleh petugas Imigrasi bandara Manila. Bahkan lima warga negara Filipina yang mendampingi para jemaah haji tersebut turut diamankan.

Identitas jemaah Indonesia itu terungkap setelah didapati mereka tidak berbahasa Filipina. Para jemaah haji tersebut kemudian mengaku sebagai warga negara Indonesia yang masuk ke Filipina secara terpisah sebagai turis. Menurut petugas Imigrasi Filipina, paspor tersebut diperoleh secara ilegal dan para pendamping adalah penyedia jasa. Untuk mendapatkan paspor tersebut, para jemaah Indonesia dikenakan tarif 6.000 sampai 10.000 dollar AS per orang menggunakan kuota haji yang diberikan Arab Saudi kepada Filipina.

Sebelumnya pihak Imigrasi Filipina telah memantau rombongan haji tersebut berdasarkan pernyataan Presiden Rodrigo Duterte bahwa ada orang asing yang menggunakan paspor Filipina yang disediakan oleh pejabat-pejabat yang korup yang menangani urusan haji. Saat ini para jemaah haji Indonesia ditahan di rumah tahanan Imigrasi di Taguig City.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid juga menilai kasus ini terjadi lantaran kurangnya kuota haji di Indonesia. Seharusnya, menurut dia pemerintah harus dapat mendesak Arab Saudi memberikan kuota tak terpakai dari negara yang surplus kuota kepada negara defisit kuota.

Misalnya saja pada negara Mesir atau Timor-Timor yang hampir kuotanya selalu tersisa. "Bagaimana kalau kuota yang tak terpakai dipakai negara-negara yang antreannya panjang. Indonesia misalnya," katanya di Gedung DPR RI, Senayan, Senin (22/8).

Apalagi Indonesia, menurutnya antreannya amat panjang karena merupakan salah satu negara yang penduduk muslim terbanyak. Sehingga Hidayat juga tak sepenuhnya menyalahkan calon jemaah haji Indonesia yang  menggunakan paspor Filipina.

"Sebagian besar dari Sulawesi Selatan, itu bisa sampai 15-20 tahun, akhirnya ada yang bujuk ambil kuota Filipina," katanya.

Walau penggunaan paspor Filipina menyalahi prosedur, akhirnya para calon jemaah haji ini nekat melakukan keilegalan karena daftar tunggu keberangkatan haji di Indonesia lama.

WAPRES MINTA SINDIKAT DIBONGKAR - Menanggapi tertangkapnya 177 WNI oleh otoritas Filipina Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai para calon jemaah haji itu telah menjadi korban dari sindikat agen yang menawarkan haji dengan cara lain, yakni memanfaatkan kuota negara lain yang masih longgar.

"Mungkin ditipulah atau dikasih jalan yang tidak dipahami oleh (agen) travel atau orang-orang yang menjanjikan untuk naik haji dengan mudah," kata Wapres Jusuf Kalla kepada sejumlah wartawan, Minggu (21/08).

Kendati menyebut langkah menunaikan haji melalui negara lain, tetap sebagai tindakan yang salah. Namun Wapres meminta para agen dan pihak-pihak yang memberangkatkan jemaah haji itu harus diungkap dan dimintakan pertanggung jawaban.

"Tentu (yang bersalah) adalah yang mengaturnya. Mereka (calon jemaah haji) adalah korban. Mereka tidak tahu," kata Kalla.

Sejauh ini Kedutaan Indonesia di Filipina dan otoritas negara setempat tengah menyelidiki pihak-pihak yang mengatur keberangkatan para jemaah melalui Filipina.

Sementara Markas Besar Polri juga menyatakan akan segera membentuk tim untuk menyelidiki kasus pemberangkatan haji lewat Filipina. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Agus Andrianto mengatakan, tim tersebut sebagian akan diberangkatkan ke Filipina untuk menginvestigasi kasus tersebut. Polisi akan mengusut para agen perjalanan haji yang menjadi otak pemberangkatan puluhan jemaah haji tersebut secara ilegal serta mengusut dan pihak-pihak lainnya.

TUJUH AGEN DIDUGA TERLIBAT -  Dilain pihak Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Selatan mengaku telah mengidentifikasi 7 agen haji yang diduga memberangkatkan para jemaah haji melalui Filipina.

Menurut Kepala Kanwil Kemenag Sulsel Abdul Wahid Tahir, tujuh agen pemberangkatan calon haji bermasalah itu diduga adalah PT Taskiah, PT Aulad Amin, KBIH Arafah, KBIH Arrafah Pandaan, PT Aulad Amin Tours Makassar, Travel Syafwa, dan Travel Hade El Barde.

Wahid mengatakan mereka tak mengantongi izin operasional dari Kemenag untuk memberangkatkan haji melalui Filipina. Ia membenarkan puluhan warga itu berangkat ke Tanah Suci dari Filipina secara ilegal.

BACA JUGA: