JAKARTA, GRESNEWS.COM - Prof. Jhonny Jeremies Ph.D dari Simon Fraser University, Canada mengatakan dengan sumber daya alam yang dimiliki harusnya Indonesia telah menjadi negara yang mandiri. Namun Indonesia sulit menjadi bangsa yang mandiri karena sumber daya alam yang ada tidak bisa dikelola sendiri oleh sumber daya manusia yang ada. Sehingga kunci kemandirian bangsa ini terletak pada sumber daya manusianya.  


Untuk itu ia mengingatkan terbukanya pasar global tidak berarti "mengobral" semua sumber daya alam yang ada kepada setiap investor asing. "Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki bangsa ini jika tidak dikelola sendiri akan sulit membuat Indonesia sebagai bangsa yang mandiri," kata  Jhonny kepada Gresnews.com, disela-sela seminar "Globalisasi and Internationalisation Within the ASEAN Economic Communities: Opportunities or Threats for Indonesia?" di Auditorium Hj. Darlina Julius, Gedung Fakultas Psikologi, Y.A.I, Jakarta Pusat, Sabtu (22/11).

Ia mencontohkan, kemampuan meningkatkan barang mentah menjadi barang jadi salah satu aspek dari meningkatnya kualitas SDM. Beralihnya barang mentah menjadi barang jadi akan berdampak jauh lebih luas pada peningkatan nilai ekonomi yang lebih tinggi.

Kenyataanya masih banyak produk-produk Indonesia seperti karet, kayu, kelapa sawit, diekspor dalam bentuk mentah.  Contoh lainnya, kekayaan wilayah Papua justru tidak berbanding lurus dengan tingkat kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya secara khusus dan Indonesia secara lebih luas.

Mereka terjebak pada konflik dan persoalan kesenjangan, yang ia sebut sebagai paradox sumber daya alam. Hal ini antara lain tidak lepas dari rendahnya kualitas sumber daya manusia Papua secara umum.

Sayangnya, kata Jhonny, ekspor Indonesia sebagian besar masih berupa bahan mentah dan setengah jadi. Selanjutnya barang bahan mentah tersebut menjadi produk-produk barang jadi yang kembali dipasarkan di Indonesia.

Menurutnya, meski terlambat, langkah besar yang harus dilakukan Indonesia ke depan adalah peningkatan daya saing bidang sumber daya manusia hingga mencapai tahap maksimal. Karena itu, perlu dilakukan pembenahan yang intensif pada bidang pendidikan sejak tingkat bawah untuk terciptanya kualitas sumber daya manusia Indonesia bisa lebih berkualitas dan berdaya saing.

"Pembenahan di bidang pendidikan ini melingkupi banyak sisi, mulai dari kurikulum, hingga sarana dan prasarana pendidikan," jelasnya.

Pemerhati pendidikan  Universitas Persada Indonesia YAI Jakarta, Dr. Agustinus Bandur, PhD menyatakan, globalisasi MEA 2015 tidak hanya berdampak pada ekonomi, tapi juga mempengaruhi pendidikan dasar hingga pendididkan tinggi.

"Kita tidak bisa lagi membendung globalisasi, tapi internasionalisasi diyakini sebagai strategi menghadapi globalisasi yang didorong oleh anglo Amerika Serikat," kata Agustinus kepada Gresnews.com, Sabtu (22/11).

Internasionalisasi yang dimaksudnya adalah sebuah strategi yang  berpijak pada filsafat ajukalisme, yakni berkolaborasi atau bermitra dengan pihak luar yang dianggap memiliki kualifikasi bagus untuk memajukan, misalnya pengelolaan pendidikan di Indonesia. Harapannya adalah lembaga pendidikan di Indonesia bisa menyetarakan kualitas pendidikan dengan pendidikan di negara yang sudah maju.

Ia berharap, pemerintah memberi dukungan kuat terhadap program-program internasionalisasi perguruan tinggi agar bisa menghadapi arus kuat globalisasi pendidikan tinggi. Khususnya dalam program joint research dan publication. "Sebab perguruan tinggi kita sangat lemah di bidang ini," ujarnya.

Hal ini, lanjutnya pilihan yang harus diambil karena arus globalisai tidak mungkin lagi dihindari oleh negara-negara berkembang. Parahnya globalisi yang digulirkan anglo Amerika Serikat ini menyangkut pada semua sektor. Mulai dari arus bebas barang (free flow of goods) melalui ASEAN Free Trade Area (AFTA); Arus bebas investasi (free flow of investment); Arus bebas jasa pelayanan(free flow of services); dan bahkan arus bebas permodalan (free flow of capital) hingga menyentuh sektor pendidikan.

"Menghadapi MEA 2015 tidak bisa hanya mengandalkan kemampuan berkompetisi, tapi bisa berkolaborasi dengan mengundang beberapa profesor berpengalaman internasional," jelasnya.

Agustinus menambahakan, berdasarkan blue print MEA, kerja sama pengembangan sumber daya manusia dalam rangka arus bebas tenaga kerja terampil (free flow of skilled labor) merupakan prioritas pertama dari ke-5 prioritas MEA.

Pemerintah negara-negara ASEAN telah mendorong adanya jaringan kerja sama semua universitas ASEAN dalam rangka peningkatan mobilitas mahasiswa dan dosen. Mengembangkan standar kompetensi dan kualifikasi (develop core competencies and qualifications). Serta memperkuat kemampuan penelitian bagi setiap negara-negara anggota ASEAN.
 
"Semua perguruan tinggi ASEAN diharapkan mampu meningkatkan kompetensi keilmuan dan penelitian mahasiswa dan dosen sekaligus menjalin kerja sama akademik dan penelitian," jelasnya.

Ia mengungkapkan, Pemerintah Indonesia sendiri melalui  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) No.49/2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

BACA JUGA: