JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mengulas masalah kesehatan di negeri ini seperti tak ada habisnya. Terlebih dalam hal pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Minimnya kualitas dan kuantitas infrastruktur layanan kesehatan di seluruh Indonesia menjadi pangkal maraknya berbagai keluhan pada program kesehatan yang digagas negara ini.

Lemahnya infrastruktur BPJS ini membuat banyak pengguna program ini merasa tak nyaman. Muncul perasaan was-was akan kompetensi tenaga medis belum lagi keluhan fasilitas dan obat-obatan yang seadanya. Keluhan lainnya tidak adanya dokter spesialis kalau pun ada hanya dapat dihitung dengan jari, tenaga medis yang tidak profesional lantaran tidak ada di tempat. Belum lagi menghitung risiko dalam perjalanan ketika harus menuju ke rumah sakit rujukan, dan lamanya proses di Unit Gawat Darurat (UGD) saat tiba di rumah sakit rujukan.

Ada juga kekhawatiran dengan penetapan jumlah maksimum honorarium jasa dokter, yang berdampak pada kualitas layanan. Konsumen juga ragu apakah obat dan vaksin yang dibutuhkan tersedia secara lengkap dan gratis. Masalah lainnya juga soal kebijakan diskriminatif rumah sakit rujukan berupa pembatasan jumlah kamar rawat inap bagi pasien BPJS. Belum lagi kebijakan pembatasan jumlah pasien per dokter per hari yang bisa berakibat penundaan waktu pengobatan. Bahkan sampai ada keluhan perlakuan diskriminatif terhadap para pasien BPJS yang dilakukan tenaga medis di rumah sakit pemerintah dan juga penolakan pasien pada beberapa rumah sakit.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ahmad Ansyori mengatakan masalah yang kerap terjadi dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional lantaran infrastruktur pelayanan kesehatan di daerah yang tidak siap termasuk tenaga kesehatannya. "Padahal, bidang tersebut merupakan kewenangan dan tanggung jawab Pemda itu sendiri," kata Ahmad Ansyori kepada gresnews.com, Senin ( 9/5) malam.

Kepala Grup Penelitian dan Pengembangan BPJS Kesehatan Togar Siallagan menjelaskan munculnya keluhan adanya penolakan peserta pada rumah sakit tertentu karena jumlah fasilitas kesehatan yang bekerjasama masih terbatas. "Namun kami terus tingkatkan kerjasama dengan rumah sakit, terutama dengan rumah sakit pemerintah," katanya beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan ada kecenderungan peningkatan jumlah rumah sakit baik swasta maupun pemerintah yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Bila pada April 2015 lalu jumlah rumah sakit swasta mencapai 834 maka pada Januari 2016 meningkat menjadi 873. Sementara untuk rumah sakit pemerintah pada April 2015 mencapai 920 dan pada Januari 2016 menjadi 966.

Menurutnya BPJS Kesehatan berupaya secara bertahap meningkatkan jumlah kerjasama rumah sakit untuk memenuhi target rasio rumah sakit. Yakni peserta mendekati perbandingan satu fasilitas kesehatan berbanding 50 ribu peserta. Tujuannya untuk mengurangi over kapasitas fasilitas kesehatan dan kekurangan tenaga kesehatan. Langkah lainnya untuk meningkatkan kerjasama dengan rumah sakit adalah dengan memenuhi standar akreditasi dan kredensialing. BPJS Kesehatan menargetkan 80 persen dari rumah sakit yang terdaftar di Kementerian Kesehatan telah bekerja sama.

PERAN PENTING KEPALA DAERAH - Ketua Koordinasi Advokasi BPJS Wacth Timboel Siregar mengatakan keberhasilan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi tanggungjawab semua pihak termasuk pemerintah daerah (pemda). Oleh karena itu sangat dibutuhkan peran strategis kepala daerah dalam menyukseskan program ini.

Menurutnya ada beberapa peran kepala daerah untuk mendukung program JKN yaitu , Pertama pengintegrasian sistem jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) ke BPJS Kesehatan. Dengan terintegrasinya Jamkesda ke BPJS Kesehatan maka pemerintah daerah telah ikut bergotong royong membiayai program JKN," kata Timboel kepada gresnews.com, Selasa (10/5).

Dia menyebutkan, dengan tambahan dari iuran Jamkesda yang dialokasikan masing- masing daerah lewat Anggaran Pendaptan dan Belanja Daerah (APBD) maka total iuran yang dikumpulkan BPJS akan semakin besar. Dan ini artinya BPJS akan mampu membiayai pembayaran INA CBGs dan kapitasi serta biaya operasional BPJS Kesehatan. INA-CBG merupakan sebuah singkatan dari Indonesia Case Base Groups yaitu sebuah aplikasi yang digunakan rumah sakit untuk mengajukan klaim pada pemerintah. INA-CBG merupakan sistem pembayaran dengan sistem paket berdasarkan penyakit yang diderita pasien.

"Defisit akan berpeluang teratasi. Demikian juga rakyat peserta Jamkesda bisa mendapat pelayanan kesehatan secara komprehensif dengan sistem rujukan yang ada," jelasnya.

Selanjutnya, yang kedua, pemda harus mengalokasikan minimal 10 persen APBD untuk sektor kesehatan yaitu untuk pembangunan RSUD (penambahan kamar perawatan, ICU, PICU NICU, ruang isolasi), Puskesmas, penambahan alat-alat kesehatan serta menjamin ketersediaan obat, penambahan dokter spesialis dan umum serta para medis lainnya, serta ambulans. Demikian juga pemda bisa mendukung preventif dan promotif kesehatan bagi rakyat daerahnya.

"Dengan penambahan infrastruktur kesehatan tersebut maka rakyat akan semakin mudah mengakses pelayanan kesehatan," terang Timboel.

Ketiga, pemda bisa memberikan insentif bagi RS swasta atau klinik yang ada di daerahnya agar mau menjadi provider BPJS kesehatan. Dengan keikutsertaan RS swasta maka infrastruktur kesehatan bertambah dan rakyat akan semakin mudah mengakses kesehatan.

Dia menambahkan bahwa Pemda dan Dinkes melakukan pengawasan terhadap fasilitas kesehatan yang ada (RSUD, RS swasta, klinik maupun Puskesmas) sehingga tidak ada lagi terjadi malpraktik, penolakan pasien, dan masalah lainnya. "Pemda ikut membantu mensosialisasikan JKN agar rakyat mengetahui hak dan kewajibannya," ujarnya.

Selain itu, untuk mendukung peningkatan keikutsertaan pekerja formal di daerah maka pemda bersama Dinas ketenagakerjaan beserta Pengawas dan Pemeriksa BPJS Kesehatan melakukan pengawasan ke perusahaan-perusahaan yang ada di daerah tersebut. "Juga bisa dilakukan sertifikasi Kepesertaan BPJS Kesehatan. Sertifikasi tersebut menjadi syarat ketika perusahaan mengurus masalah ketenagakerjaan," katanya.

BACA JUGA: