JAKARTA, GRESNEWS.COM - Angin dukungan datang dari Presiden Joko Widodo kepada penegak hukum untuk mengungkap dugaan permufakatan jahat minta saham PT Freeport Indonesia yang mencatut namanya. Kejaksaan Agung pun makin agresif meminta keterangan pihak terkait.

Penyelidik Kejaksaan Agung kembali meminta keterangan Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamasuddin dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Selasa (8/12). Maroef memberikan keterangan di hadapan penyelidik selama sembilan jam. Dimulai pada pukul 10.00 WIB baru kelar sekitar 20.11 WIB. Sementara Sudirman Said baru datang ke Gedung Bundar sekitar pukul 19.00 WIB.

Keduanya dipanggil untuk memberikan keterangan tambahan terkait rekaman percakapan yang diduga berencana melakukan kejahatan. Tak ada yang istimewa dari yang mereka sampaikan. Karena secara substansi sudah diperdengarkan dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di DPR.

Sudirman mengaku ada 28 pertanyaan yang diajukan oleh penyelidik dan dia menjawab seluruhnya. "Kemudian hal-hal MKD menyangkut laporan saya. Ya semuanya sudah diverifikasi ada 28 pertanyaan. Kan tadi sudah diselesaikan berita acara. Ada memperjelas atau mengklarifikasi apa-apa yang saya sampaikan pada waktu persidangan MKD dan itu materi utamanya itu," ujarnya usai pemeriksaan.

Sementara Maroef usai dimintai keterangan menyampaikan dirinya menjelaskan seputar isi rekaman yang direkamnya. Keterangannya kepada penyelidik untuk melengkapi pertanyaan sebelumnya.

Penyelidik, kata Maroef masih akan memanggilnya kembali untuk melengkapai data tambahan yang dibutuhkan penyelidik. "Ini belum selesai masih ada pemeriksaan lagi," kata Maroef.

Sementara itu, pihak Kejaksaan Agung menegaskan, pihaknya masih akan mendalami keterangan keduanya. "Kita dalami apa yang ia (Maroef) ketahui terkait rekaman. Untuk Pak Dirman soal laporannya ke MKD," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah di Kejagung, Selasa (8/12).

Arminsyah mengatakan, keterangan Maroef adalah kunci bagi Korps Adhyaksa untuk meningkatkan status penanganan ke penyidikan. "Tadi kita dari pagi jam 09.30 WIB kita minta keterangan Pak Maroef sampai 19.30 WIB. Ini kita yakini betul rekaman tersebut saya minta didengar kembali oleh Pak Maroef apakah benar isinya sesuai dengan apa yang dia alami. Karena ini kan rekaman yang dia alami sendiri rekaman tersebut, bukan rekaman yang dia tidak ikut di situ. Jadi dia mencermati ini suara siapa sampai kata-kata yang agak belum muncul itu dimunculkan tapi enggak banyak lah sama seperti yang di tempat lain. Yang lama tadi mencermati suara rekaman itu sambil ditanyakan pertanyaan dari isi rekaman tersebut," papar Arminsyah.

Meski begitu, Kejagung menyebut keterangan dari pengusaha minyak Reza Chalid dan Ketua DPR Setya Novanto tetap penting, untuk didengar. Saat ini Reza Chalid sendiri diketahui tengah berada di luar negeri sejak beberapa hari lalu. "Iya tetap berharap (keterangan Reza Chalid), karena kan kuncinya sudah kita dapat keterangan dari Maroef," kata Arminsyah.

Kemudian, Arminsyah menyebutkan bahwa dalam permintaan keterangan Maroef, didengarkan pula isi rekaman. Setelah itu penyelidik mencocokkan keterangan Maroef dengan isi rekaman tersebut. "Kita lagi mau mengkaji dulu. Tadi kita agak lama membahas dulu, kita bahas selesai. Dari diskusi kita itu sepertinya ada beberapa hal yang masih kita mintakan ke Pak Maroef dan Pak Sudirman," ujarnya.

MENYOAL SURAT SUDIRMAN - Selaku saksi pelapor kasus ini ke MKD yang kemudian laporan itu juga ditindaklanjuti Kejagung, posisi Sudirman--dan juga Maroef-- memang seperti di atas angin. Hanya saja, Pihak Kejagung ternyata tak hanya fokus pada urusan ucapan "minta saham" yang ada di rekaman itu. Kejagung juga ternyata menyelidiki keberadaan surat yang dikirimkan Sudirman Said kepada Chairman of the Board Freeport McMoRan Inc, James R Moffett.

Surat Sudirman Said tersebut dikatakan merupakan kunci untuk membuka peluang perpanjangan kontrak Freeport di Indonesia yang dinilai melanggar hukum karena dilakukan sebelum tahun 2019 alias dua tahun sebelum kontrak berakhir.

Surat tertanggal 7 Oktober 2015 lalu berpotensi melanggar hukum karena dalam isinya menngungkap Sudirman memberi ´lampu hijau’ terhadap kelanjutan Kontrak Karya PT Freeport di bumi Papua. Bahkan, dalam suratnya Sudirman menjanjikan hal-hal yang menjadi kewenangan Presiden dan DPR seperti perubahan undang-undang (UU) tanpa koordinasi dengan Presiden atau menteri koordinator yang membawahinya.

Dalam kasus ini Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli sempat mencak-mencak. Rizal mengatakan, apa yang dipertontonkan ke publik terkait kasus "papa minta saham" hanyalah sebuah sinetron. "Seperti yang pernah saya katakan, ini bagaikan sinetron. Pertentangan antar geng yang berebut saham," ujar Rizal Ramli saat ditemui di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Kamis (3/12).

Rizal mengatakan, di luar dari perdebatan yang terjadi dalam persidangan MKD itu, ada poin yang harus diambil. Yakni, rakyat Indonesia dapat apa? "Kita jangan lupa arahnya. Arahnya Indonesia harus dapat manfaat lebih besar dari Freeport karena selama ini dirugikan. Di luar itu kita anggap saja ini perebutan antar geng yang berebut daging lah, apalah kue," katanya.

Rizal juga berpesan, dari persidangan itu bisa diketahui pihak yang ingin kontrak karya PT Freeport terus panjang di Indonesia. "Tapi yang lebih penting jangan lupa dan siapa yang membuat dan berupaya agar Freeport diperpanjang kontraknya tanpa memperbaiki syarat-syaratnya terlebih dahulu," jelas Rizal Ramli.

"Kalau betul jadi pahlawan kan berjuang dulu memperbaiki syarat-syaratnya, baru perpanjang. Siapa yang memperpanjang all out mau jadi jubir Freeport, tanpa memperjuangkan dan menguntungkan Indonesia. Kalau yang lain-lainnya memang kacau semua lah. Tahu semua kacau," tambahnya.

Presiden Joko Widodo sendiri sempat mengatakan tidak akan membahas perpanjangan kontrak perusahaan milik Amerika itu sebelum waktunya, yaitu dua tahun sebelum masa kontrak berakhir.

Surat Sudirman Said ini sempat menjadi perdebatan di parlemen. Fraksi-fraksi di DPR menolak keras perpanjangan Kontrak Karya PT Freeport Indonesia. Sebab, sesuai peraturan perundang-undangan, pembicaraan ini baru bisa dilakukan 2 tahun sebelum kontrak berakhir pada 2021, yakni tahun 2019 mendatang.

Namun, Menteri ESDM telah memulai prosesnya tahun ini. Sudirman dalam suratnya itu menyatakan, Pemerintah Indonesia berkomitmen memastikan keberlanjutan investasi asing di Indonesia.

Atas surat tersebut, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Arminsyah mengaku, akan menindaklanjutinya pihaknya akan menyelidiki dugaan pelanggaran tersebut. "Pokoknya semua hal yang bisa kita dapatkan (dari Sudirman Said-red) kita selidiki. Kita lihat ajalah (surat itu) sejauh mana manfaatnya bagi pembuktian mufakat dan korupsi," tegas Arminsyah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (8/12).

Sebelumnya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai Menteri ESDM Sudirman Said juga melakukan pelanggaran etika dan hukum. "Saya menduga Sudirman dan Novanto sama-sama melakukan kesalahan fatal," kata Mahfud dalam diskusi pada Selasa (1/12).

Mahfud menuturkan, kesalahan fatal yang dilakukan Sudirman Said selaku Menteri ESDM adalah merespons surat PT Freeport yang isinya akan langsung memperpanjang kontrak PT Freeport begitu Undang-Undang Mineral dan Batubara direvisi.

DALIH SUDIRMAN - Komisi VII DPR sendiri sempat menyatakan kekhawatirannya soal surat yang dikirimkan Sudirman Said itu. Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika mengatakan, surat itu bisa saja "menyandera" pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Alasan kekhawatiran itu, kata Kardaya, karena surat tersebut seolah memastikan pemerintah Indonesia akan memperpanjang kontrak karya Freeport. Padahal sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan, Mineral dan Batu Bara, perpanjangan baru bisa dilakukan pada 2019.

Kardaya pun meminta Sudirman untuk mencabut surat tersebut. Selain itu, Kardaya mengingatkan Sudirman agar tidak mendahului keputusan Presiden Jokowi soal Freeport. "Lebih baik dicabut supaya tidak berdampak pada polemik. Kami, Komisi VII DPR meminta itu agar tidak ada interpretasi lain karena surat itu bahasanya pasti diperpanjang," ujar Kardaya.

Saat ditanya soal suratnya ke Moffat, Sudirman Said enggan membeberkannya, terutama alasan terkait respons atas surat perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Sudirman mengatakan mengenai perpanjangan kontrak Freeport sudah pernah dibahas di parlemen sehingga tak perlu menjelaskannya lagi.

Dia juga membantah penyelidik meminta keterangan itu. "Tidak ada dalam materi pemeriksaan tadi. Surat itu sudah diperjelas di Komisi VII DPR RI. Jadi bukan materi pemeriksaan malam ini," kilah Sudirman usai diperiksa tim penyelidik Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (8/12).

Saat dicecar kembali oleh media, lagi-lagi dirinya bersikeras bahwa tak ada pelanggaran dalam perpanjangan kontrak perusahaan Amerika itu. "Itu (perpanjangan kontrak Freeport) urusan pemerintah dan Komisi VII DPR," singkat Sudirman dan berlalu.

Pemerhati Kejaksaan yang juga mantan Komisioner Komisi Kejaksaan Kaspodin Noer mengatakan jaksa harus mengedepankan profesionalitas, integritas dan kemandirian. Jangan sampai dalam penegakan hukun ada intervensi dari luar.

"Ini akan menjadi pintu masuk temukan pidananya. Jaksa jangan tebang pilih menuntaskan kasus ini," kata Kaspodin kepada gresnews.com. (dtc)

BACA JUGA: