JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pergantian pejabat di level jaksa agung muda pada Kejaksaan Agung rupanya membawa sedikit konsekuensi yang tidak mengenakkan bagi Gubernur Sumatera Utara non aktif Gatot Pujo Nugroho. Jika sebelumnya Kejagung menyatakan belum ada bukti keterlibatan Gatot dalam kasus dugaan korupsi penyaluran dana hibah Provinsi Sumut tahun 2012-2013, maka pasca pergantian Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampisus) R Widyopramono ke Arminsyah, Gatot langsung ditetapkan sebagai tersangka.

Selain Gatot, Kepala Kesbangpol dan Linmas Pemprov Sumut Edy Sofyan juga ikut ditetapkan menjadi tersangka. Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus melakukan penyidikan selama tujuh bulan. Penyidik telah memeriksa tak kurang dari 300 saksi, mulai dari pejabat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) hingga penerima Bansos.

Hanya saja, pihak Kejagung membantah ada kaitan antara pergantian jabatan JAM ini dengan penersangkaan Gatot. Arminsyah mengatakan, penetapan dilakukan setelah dilakukan ekspose perkara. "Setelah dilakukan ekspose dari tim penyidik  hasilnya disepakati kita tetapkan 2 tersangka yaitu Gatot dan Edy Sofyan selaku kepala Badan Kesbangpol, " kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah di Kejaksaan Agung Jakarta, Senin (2/11) malam.

Arminsyah menjelaskan, ‎penetapan tersangka terhadap Gatot Pujo Nugroho dan Edy Sofyan berdasarkan alat bukti yang ada. Gatot diduga tidak menunjuk SKPD untuk melakukan evaluasi saat proses penganggaran dana hibah bansos pada tahun anggaran 2012-2013.

Gubernur Sumut tersebut menerbitkan keputusan tentang penetapan nama-nama penerima hibah bansos beserta besarannya yang tidak dilakukan evaluasi oleh SKPD terkait. Perbuatan tersebut ditegaskan Arminsyah melanggar Permendagri No.32 Tahun 2011 tentang Pedoman Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD.

Disinggung soal kerugian negara, Arminsyah menegaskan hingga saat ini masih total sementara senilai Rp2,2 miliar. Penyidik menyatakan kerugian negara dipastikan masih bertambah setelah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Itu semenetara dan bisa bertambah terus," kata mantan Kejati Jawa Timur ini.

Gatot pernah bicara soal statusnya yang sudah  menjadi tersangka dalam surat panggilan terhadap pejabat Pemprov Ahmad Fuad Lubis dan Sabrina dalam perkara dana bansos pada pertengahan Maret 2015. Namun status tersangka Gatot kemudian dibantah Jaksa Agung Prasetyo. Hingga akhirnya malam ini diumumkan secara resmi suami Evy Susanti itu resmi berstatus tersangka di Kejagung.

Sementara itu, Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Sumut Eddy Sofyan yang juga ditetapkan sebagai tersangka diduga melakukan penyimpangan saat melakukan verifikasi para penerima dana bantuan.

"Eddy Sofyan dalam pencairan/pembayaran dana hibah Tahun Anggaran 2013 melakukan verifikasi data/dokumen yang tidak memenuhi syarat terhadap beberapa lembaga penerima hibah Pemprov Sumut TA 2013 yang selanjutnya menjadi dasar pembayaran kepada Lembaga penerima dana hibah sehingga dana hibah diterima oleh yang tidak berhak. Menurut perhitungan sementara merugikan negara sebesar Rp 2.205.000.000," sambung Arminsyah.

Dia menjelaskan, tim penyidik sudah memeriksa 274 saksi dan melakukan penyitaan sejumlah dokumen. Diketahui realisasi anggaran dana hibah Pemprov Sumut untuk TA 2013 sebesar Rp2,03 miliar yang dikelola oleh 17 SKPD dan 5 Biro.

"Khusus untuk SKPD Bakesbangpol dan Linmas TA 2013 mengelola dana hibah sebesar Rp20.785.000.000 (Rp20,78 miliar) untuk 143 organisasi penerima hibah," sambungnya. Gatot dan Edy disangkakan melakukan korupsi dengan ancaman pidana Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

PERAN GATOT JELAS - Terkait penyaluran dana Bansos 2011-2013, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pernah menyurati dan mengingatkan adanya dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh Gatot Pujo Nugroho sebagai Gubernur Sumut. Surat rahasia yang dikeluarkan Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri bernomor X.359/013/ITUSU/IJ tertanggal 11 Februari 2015.

Dalam surat itu diantaranya disebutkan adanya kejanggalan penyaluran BDB, DBH, dan Bansos 2012-2013. Sejumlah tindakan penyalahgunaan wewenang Gubernur Sumatra Utara terangkum dalam surat yang ditandatangani Inspektur Jenderal Maliki Heru Santosa saat itu.

Dalam surat tersebut disebutkan, aliran dana BDB 2012-2013 menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan antara sejumlah kabupaten dan kota di Sumatra Utara. Kabupaten Nias Barat, misalnya, mendapatkan bantuan keuangan terendah sebesar Rp1,3 miliar atau 0,048% jika dibandingkan dengan Kabupaten Asahan Barat yang memperoleh BDB tertinggi sebesar Rp425,6 miliar atau 15,459%.

Sementara itu, belanja bagi hasil (DBH) kepada kabupaten/kota dan pemerintah desa pun menurun signifikan. Pada APBD tahun anggaran 2013, ditetapkan DBH sebesar Rp1,421 triliun. Namun, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2012 tentang APBD 2013 menurunkan anggaran DBH menjadi Rp522,7 miliar atau berkurang 63,2%.

Lebih parah lagi, dana bagi hasil belum terbayarkan oleh Pemerintah Provinsi Sumut. Dan hasil audit BPK RI atas laporan keuangan pemerintah daerah tahun anggaran 2012 bernomor 87.B/LHP/XVIII.MDN/05/2013 tanggal 13 Mei 2013 menyebutkan Pemprov Sumut masih menunggak utang kepada kabupaten/kota sebesar Rp1,3 triliun.

Terkait penetapan Gatot sebagai tersangka, Kejagung mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pemeriksaan. "Mungkin nanti dalam pemeriksaan tersangka kita berkoordinasi karena saat ini kan tersangka Gatot dalam penahanan KPK.Tentunya kita minta izin KPK," ujar Arminsyah.

Dia menegaskan, perkara yang ditangani Kejagung berbeda dengan perkara yang ditangani KPK. Di KPK, Gatot Pujo dan istrinya Evy Susanti ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap hakim dan panitera PTUN Medan terkait permohonan uji kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumut atas kasus Bansos.

Selain itu keduanya juga ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus Patrice Rio Capella. "Yang KPK kan lain kasusnya, ini kasus hibah. Tapi penyidikan kita hibah dan bansos dan ini baru (tahun) 2013-nya. Jadi masih berkembang yang lain," tegas Arminsyah.

PENANGANAN LAMBAT - Penyidikan kasus korupsi bansos Sumut sejak awal memang menyedot perhatian publik. Maklum, lambannya penanganan kasus ini di Kejagung sempat diwarnai isu adanya upaya "mengamankan" perkara yang dilakukan pihak Gatot melalui mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella.

Ada dugaan Gatot meminta bantuan Rio untuk mendekati Jaksa Agung HM Prasetyo agar kasusnya diamankan dan ditarik dari Kejati Sumut. Bahkan sempat ada pertemuan antara Gatot, wakil Gatot Tengku Erry, Rio, dan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh. Namun Surya Paloh membantah pertemuan itu dilakukan untuk mengamankan kasus, meski pasca pertemuan itu, kasus dana bansos ditarik dari Kejati Sumut ke Kejagung.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo sendiri membantah keras tudingan adanya ketelibatan petinggi Nasdem dan dirinya dalam kasus ini. "Sekarang begini, silakan Anda tanya langsung pada KPK. Apa dan bagaimana. Saya tidak perlu jawab sendiri. Kalau saya benar pun banyak yang tidak percaya," kata Prasetyo di Gedung Kejaksaan Agung,  (30/10).

Dalam proses penyidikan dan di persidangan, terbuka fakta bahwa Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho berusaha berkomunikasi dengan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo terkait kasus korupsi bansos yang membelitnya. Jaksa Agung yang pernah berkutat sebagai politisi Nasdem menjadi alasan utama Gatot memberanikan diri untuk berusaha berkomunikasi lewat eks Sekjen NasDem, Patrice Rio Capella.

"Bukan pengamanan, tapi minta supaya permintaan ini wajar ya, jadi minta supaya Pak Rio menjembatani komunikasi dengan Jaksa Agung, karena berpikirnya logis, ya namanya sama-sama satu partai kan logika berpikirnya sama. Sangat rasional-lah, saya minta tolong Pak Rio, saya minta tolong Pak OC, yang sama-sama partai NasDem gitu aja, bukan pengamanan," kata pengacara Gatot, Yanuar Wasesa, di KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (29/10).

Gatot lalu menggelar pertemuan dengan Rio Capella di Hotel Mulia, Jakarta. Pada pertemuan itu, Rio menjanjikan akan berkomunikasi dengan Jaksa Agung terkait kasus yang membelit Gatot, apalagi, dalam surat panggilan dari pihak kejaksaan, nama Gatot sudah tertulis sebagai tersangka.

"Ya Pak Rio janji untuk menyampaikan keluhan-keluhan Pak Gatot, tapi nggak pernah Pak Gatot menyampaikan saya minta diamankan atau apa. Minta masalahnya didudukkan pada yang sebenarnya," jelas Yanuar.

Usai pertemuan di Hotel Mulia, tiba-tiba ada rekan Rio yang bernama Fransisca Insani Rahesti yang menghubungi istri muda Gatot, Evy Susanti. Sisca saat itu meminta uang kepada Evy sebagai hadiah bagi Rio yang sudah mau menjembatani keluhan Gatot untuk disampaikan ke Jaksa Agung.

"Itu saya bicara fakta yang dialami Pak Gatot ya, jadi setelah pertemuan itu kemudian Ibu Evy dihubungi Sisca, ada nggak untuk Pak Rio. Kata Sisca gitu, kemudian dipenuhilah permintaan Bu Sisca itu. Soal penyerahan uang ke Pak Rio dari Bu Sisca, Pak Gatot nggak tahu," tegas Yanuar.

Fransisca yang sudah berkali-kali diperiksa KPK selalu tutup mulut saat ditanya soal peran dia sebagai perantara suap untuk Rio Capella. Sedangkan pihak Rio Capella membantah telah menerima suap dari Gatot. Menurut pihak Rio uang senilai Rp 200 juta sudah dikembalikan.

Lantas mengapa penanganan perkara ini berjalan lamban? Untuk soal ini, Direktur Penyidikan Maruli Hutagalung punya alasan sendiri. Maruli Hutagalung, mengatakan kasus korupsi Bansos Sumut tahun 2011-2013 merupakan kasus berat. Mengungkapnya tak semudah membalik telapak tangan.

Penanganan Bansos Sumut tidak seperti operasi tangkap tangan (OTT) yang bisa dengan cepat menetapkan seseorang menjadi tersangka. Penyidik harus mengecek satu-persatu penerima Bansos tersebut. Karena tim penyidik langsung turun ke daerah. "Kasus Bansos bukan seperti OTT, ada yang menyerahkan dan ada yang menerima. Ditambah ada sadapan jadi tinggal disidangi," tutur Maruli.

Dalam kasus Bansos ini pihaknya harus memeriksa para penerima dana Bansos tersebut satu persatu. Penerimanya ada di 31 kabupaten. Belum lagi jika penerima Bansos telah berganti alamat, sehingga penyidikannya mebutuhkan waktu. Maruli menambahkan saat ini hampir 300 saksi yang dimintai keterangan oleh penyidik untuk mengungkap kasus bansos.

‎"Menangani kasus Bansos ini, medannya berat. Penerima bansos harus kami datangi satu per atu di 31 kabupaten. Bahkan ada penerima yang sudah meninggal. Penanganan ini tidak semudah yang kita bayangkan," kata Maruli.

Diketahui kasus Bansos ini telah menyeret banyak pihak. Dari kasus ini KPK melakukan tangkap tangan majelis hakim PTUN Medan dan menetapkannya tersangka. Selain itu, KPK juga menetapkan pengara senior OC Kaligis sebagai tersangka kasus suap.

Lebih dari kasus ini juga berkembangan dugaan suap untuk mengamankan kasus Bansos di Kejaksaan Agung. KPK menetapakan anggota DPR yang juga sks Sekejn Nasdem Patrice Rio Capella sebagai tersangka bersama Gatot dan Evy.  Dari semua kepingan tersebut, penyaluran Bansos Sumut banyak masalah.  

Kejaksaan Agung mengaku bakal menyeret tersangka lain dalam kasus ini. Yang disasar diantaranya para Plt Bupati dan Walikota di Sumatera Utara. (dtc)

BACA JUGA: