JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah berniat menggarap potensi pariwisata bahari di kawasan  Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) Raja Ampat,  Papua. Gugusan kepulauan ini dikenal memiliki lingkungan yang indah dan sumber daya alam bahari  yang beragam. Namun belum banyak dikembangkan sebagai destinasi wisata yang memadai. Sehingga pemerintah melalui sejumlah kementerian terkait bertekad untuk mengembangkan wisata di kawasan tersebut.

Belum tergarapnya potensi bahari di kawasan tersebut membuat level kunjungan destinasi wisata selama ini kurang maksimal. Deputi IV bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, Iptek dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman Safri Burhanuddin mengatakan, sejauh ini masih ada tiga poin utama yang melemahkan daya tarik wisatawan mancanegara ke lokasi tersebut. Faktor itu antara lain, minimnya akses dan infrastruktur di daerah wisata.

Padahal, untuk mencapai suatu kawasan wisata, kata Safri, para pengunjung membutuhkan kelancaran dan kemudahan terhadap konektivitas serta fasilitas pelayanan yang memadai.  "Apabila tidak ada akses pelabuhan dan bandara di daerah tujuan wisata maka akan sulit," ujar Safri ditemui gresnews.com.

Ia mencontohkan, saat ini belum ada terminal khusus bagi pengunjung yang ingin berwisata ke Pulau Seribu. "Kita butuh terminal untuk konektivitas dan akses ke kawasan wisata," lanjutnya.

Safri mengatakan soal minimnya akses dan sarana komunikasi di daerah wisata. Menurutnya, ini menjadi tantangan utama dan secara langsung menurunkan daya tarik wisatawan. "Di daerah wisata justru jaringan kita masih lemah. Ini tentu perlu kerjasama dengan Menteri Komunikasi dan Informasi membangun akses komunikasi.

Kemudian, perbaikan dan pembangunan kesehatan lingkungan misalnya sanitasi juga menjadi salah satu rangkaian persoalan yang harus segera dibenahi di sektor pariwisata nasional. Safri menyebut, persoalan ini mendorong komitmen bersama lintas kementerian untuk bekerjasama menunjang potensi wisata.

Selain serangkaian masalah tersebut, Safri menambahkan,  salah satu lemahnya daya tarik wisata dalam negeri adalah minimnya upaya pemasaran (marketing) kepada negara lain. Sebab, Ia mengamati, banyak daerah masih sepi dari segi jumlah kunjungan wisatawan.  "Pulau-pulau wisata di Indonesia masih sangat potensial,  namun lemah dari segi promosi," paparnya.

TARGET WISATAWAN - Saat ini, target pemerintah terhadap kunjungan wisatawan mancanegara belum terealisasi. Target pemerintah, tahun ini mencapai 10 juta pengunjung,  namun jumlah yang masuk ke dalam negeri baru 9,4 juta.

Di tengah lesunya angka wisatawan, tampaknya pemerintah tetap mematok target tinggi. Disebutkan, pada tahun 2019 mendatang, pemerintah berencana menarik 20 juta wisatawan dari luar negeri.

Safri menyebut, dari jumlah 10 juta pengunjung tersebut, 35 persen diantaranya terdiri dari wisatawan bahari atau alam. Namun, khusus spesifik ke bidang potensi bahari bawah laut masih relatif rendah yakni 10 persen.

"Kasarnya, kalau ada 1 juta wisata bahari, cuma 15 persen atau hanya 150 ribu wisatawan saja yang tertarik untuk menyelam," tuturnya.

Ia menjelaskan, dari 10 juta wisatawan yang ada, sekitar 60 persen masuk melalui Bali, Jakarta dan Batam. Pemerintah saat ini tengah berusaha mendorong penambahan 7 destinasi wisata di sejumlah wilayah seperti di Papua, Jawa, NTT, Sulawesi dan lainnya.

SEGITIGA TERUMBU KARANG DIKELOLA - Menyikapi rencana pengembangan pariwisata berbasis sumber daya bahari. Direktur Eksekutif Regional Sekretariat Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF) Widi Agoes Pratikto mengatakan, pihaknya bersama pemerintah sepakat mengembangkan dan mengelola kawasan segitiga terumbu karang (coral triangle) sebagai potensi wisata yang strategis.

"Saat ini kegiatan Coral Triangle Initiative (CTI) berkonsentrasi meningkatkan sektor pariwisata bahari," kata Widi di Jakarta, Kamis (20/8).

Temasuk kegiatan regional forum tahun ini  yang akan diadakan di Bali pada 26-28 Agustus 2015 mendatang, menurutnya mengambil tema besar menatap masa depan kawasan coral triangle sebagai destinasi pariwisata bahari dunia.

Untuk itu disebutkan, jenis kegiatan CTI yang mengacu pada regional plan of action dengan keterlibatan langsung stakeholder utama negara mitra melalui rapat tingkat menteri (Ministrial meeting) terutama terkait pengembangan pariwisata.

Dalam kegiatan dimaksud, negara mitra regional akan berupaya melakukan pengembangan inovasi, kolaborasi dan mendiskusikan best practices tata kelola bisnis guna menggairahkan para wisatawan bahari.

Menurut Widi terdapat enam negara anggota CTI yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua New Guinea, Kepulauan Salomon dan Timor Leste. Widi menuturkan, penyelenggaraan kegiatan CTI di level regional merupakan acara penting sebagai suatu kegiatan mempromosikan dan menata konservasi laut serta menegaskan komitmen bersama soal pemasaran wisata bahari ke tingkat internasional.

Ia pun menggarisbawahi, kegiatan ini sebagai sebuah misi penting dan strategis karena coral triangle merupakan habitat dari 2 ribu jenis ikan karang dan 600 spesies karang dan 150 juta jiwa. Widi berharap, dengan adanya agenda ini,  praktik kerusakan ekosistem di laut menjadi menurun dan kesadaran masyarakat mengelola sumberdaya bahari semakin meningkat.

Inisiatif Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle Initiative) adalah upaya kemitraan antar pemerintah dari sejumlah negara-negara tersebut. Upaya tersebut didedikasikan untuk mempromosikan laut yang sehat dengan membantu masyarakat mengelola sumber daya laut mereka melalui penciptaan dan penguatan Kawasan Perlindungan Laut.

Selain itu, kemitraan antar negara itu juga berupaya  mempromosikan manajemen bentang laut pada skala besar, meningkatkan perikanan, adaptasi terhadap perubahan iklim dan memulihkan spesies yang terancam punah.

Kawasan tersebut merupakan pusat global keanekaragaman hayati laut, dan penting untuk menjaga ekosistem dan perikanan yang produktif bagi keberlanjutan dan kesejahteraan penduduk seluruh dunia. Sehingga perusakan habitat dan cara penangkapan tidak ramah lingkungan akan mengancam kehidupan ikan dan mengancam kepentingan manusia yang disediakan di segitiga terumbu karang tersebut.

DATA KERUSAKAN TERUMBU KARANG - Di tengah misi mengembangkan potensi wisata bahari, ternyata masih banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan pemerintah. Salah satu diantaranya yaitu rusaknya elemen utama pembentuk ekosistem bawah laut yaitu terumbu karang.

Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Agus Dermawan menyebut, target konservasi terumbu karang menjadi sasaran penting bagi keberlanjutan ekosistem laut.

Untuk target saat ini, Agus mengatakan masih relatif minim dimana baru mencapai sekitar 22 persen dari 30 persen luas ecosystem essential terumbu karang. "Artinya, dari luas total terumbu karang nasional sebesar 2,5 juta Ha, kini baru mencapai 22 persennya," jelasnya.

Terkait kondisi saat ini, disebutkan sekitar 6 persen terumbu karang nasional dalam kondisi sangat baik (excellent), 23 sampai 30 persen masuk kategori baik sementara sisanya mengalami kerusakan. "Itu menurut data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2014," kata Agus kepada gresnews.com, Kamis (20/8).

Ia menggarisbawahi, dari kalkulasi yang ada, kesimpulan saat ini menggambarkan bahwa jenis terumbu karang kategori sangat baik dan baik hanya sekitar 35 persen.

"Untuk itu, pemerintah terus mengupayakan rehabilitasi dan gerakan menanam 1 juta terumbu karang di berbagai kawasan pesisir Indonesia untuk meningkatkan fungsi serta kualitas terumbu karang sebagai rumah ikan sekaligus penyangga pulau-pulau pesisir.

BACA JUGA: