JAKARTA, GRESNEWS.COM - Letusan beberapa gunung berapi di Indonesia, seperti Gunung Raung di perbatasan Jember, Bondowoso, dan Banyuwangi, Jawa Timur dan Gunung Gamalama di Ternate, telah membuat jadwal beberapa penerbangan dari dan menuju Jawa Timur serta Maluku Utara terganggu. Akibat letusan Gunung Raung, beberapa bandara di Jawa Timur seperti bandara Juanda di Surabaya, Blimbingsari di Banyuwangi dan Jember ditutup.

Bahkan hingga Sabtu (18/7) kemarin, bandara di Jember masih masih ditutup. Penutupan dilakukan karena abu vulkanik Gunung Raung. "Di Jawa Timur yang ditutup hanya Bandara Jember, yang lainnya beroperasi normal," kata Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Sabtu (18/7).

Abu vulkanik Raung, menurut dia, tidak masuk ke landasan udara. Namun mengganggu jalur penerbangan pesawat dari dan menuju Jember. "Ruang udara di atas dan di sekitar jalur udara yang dari dan menuju Bandara Jember masih ada sebaran abu vulkanis dari Gunung Raung," sebutnya.

Jonan menyebutkan pada pukul 06.15 WIB pagi hingga pukul 00.15 WIB tanggal 19 Juli kemarin, Bandara Juanda, Bandara Ngurah Rai Bali, Bandara Banyuwangi dan Malang diperkirakan aman dan tetap beroperasi. "Update akan dilakukan setiap satu jam," ujarnya. Selain bandara-bandara tersebut, Jonan menyebut Bandara Sumenep juga sudah beroperasi normal hari ini.

Penutupan beberapa bandara dan pembatalan banyak jadwal penerbangan ini memang banyak menimbulkan kekecewaan bagi para penumpang. Terlebih bagi mereka yang berharap bisa mudik dengan cepat, aman dan nyaman melalui jalur udara. Penumpang banyak yang kecewa meski uang tiket mereka dikembalikan dan mereka diberi sarana transportasi alternatif.

Kekecewaan para penumpang ini, menurut pengamat penerbangan Saman Parthaonand, sedikit banyak terjadi lantaran hanya masyarakat yang mau memahami lantaran kurangnya edukasi dari operator dan regulator terkait bahaya abu vulkanik akibat letusan gunung berapi bagi penerbangan.

Saman mengatakan, hanya sedikit penumpang yang memahami kebijakan perusahaan penerbangan untuk menunda rute-rute yang terkendala akibat terjadinya letusan gunung Raung dan Gamalama. "Maaf ini bukan maksud menggurui, tetapi ingin share, penumpang marah akibat ditundanya penerbangan, sementara operator dan regulator sepi-sepi saja dalam mengedukasi masyarakat tentang debu gunung ini," ujar Saman kepada gresnews.com, Senin (20/7).

Seharusnya, kata dia, agar menghindari kemarahan atau kekecewaan para penumpang, pihak-pihak terkait melakukan sosialisasi tentang bahaya menerbangi wilayah dekat letusan gunung berapi. Saman menjelaskan, mesin atau jet engines yang terdiri dari compresor, combustion chamber dan turbine memanfaatkan tekanan udara yang dipadatkan untuk mencampur fuel/bensin yang masuk kedalam ruang pembakaran agar pesawat bisa mendapat tenaga untuk terbang.

Panas yang diserap oleh turbin ini, diubah menjadi tenaga kinetik untuk menggerakan kompresor di depan. Jadi udara yang dimampatkan di kompresor bergerak kebelakang, melalui bentuk kompressor blades dan membentuk tekanan udara yang sangat mempengaruhi performance dari mesin/jet engines.

Demikian pula udara panas yang terjadi di turbine blade. "Kita asumsikan debu gunung yang terdiri dari beragam partikel material masuk terhisap oleh mesin, pasti akan mengubah karakter udara sekaligus performance dari yang seharusnya," katanya.

BAHAYA NYATA ABU VULKANIK BAGI PESAWAT TERBANG - Saman mengatakan, abu dari letusan gunung berapi yang terhisap mesin pesawat berbahaya karena memiliki sifat korosif alias mampu menggores bagian mesin yang terbuat dari logam yang sedang berputar dalam kecepatan tinggi. Jika, itu terjadi, kata dia, kemungkinan abu gunung berapi bisa mengubah bentuk turbine blade mesin, dimana kejadian ini disebut engine stall/flame out kondisi dimana mesin pesawat bisa mati total.

Ketinggian pesawat terbang juga menjadi penentu kualitas udara yang masuk ke dalam mesin. Jika mesin mati dalam tataran ini, maka sesuai prosedure, yang harus dilakukan oleh pilot adalah berusaha menghidupkan kembali mesin dengan menurunkan ketinggian dan kecepatan tertentu.

Bahaya nyata terhisapnya abu letusan gunung berapi terhadap pesawat terbang pernah terjadi di Indonesia lebih tiga puluh tahun lalu. Pada 24 Juni tahun 1982 Gunung Galunggung meletus mengeluarkan abu vulkanik hingga ke ketinggian puluhan ribu meter. Pada saat itu pesawat British Airways dengan "call signed" Speedbird-9 melintas di sebelah selatan Jawa Barat dalam penerbangan dari Kuala Lumpur, Malaysia, menuju Australia setelah sebelumnya menempuh penerbangan panjang dari Bandara Heathrow, Inggris.

Tepat ketika melintasi wilayah Tasikmalaya, tanpa sepengetahuan awak pesawat, pesawat yang mereka kemudikan ternyata terjebak dalam gumpalan debu vulkanik yang dilepaskan Gunung Galunggung. Pesawat ketika itu tengah menjelajah di ketinggian jelajah 37,000 kaki di malam hari.

Sistem pemantau udara/weather radar cleared di langit saat itu terlihat bersih. Namun, tidak terbayangkan ketika penumpang selesai menikmati makan malamnya, didalam kabin tercium bau karbit/sulphur yang sangat menyesakan nafas. Dalam waktu yang bersamaan pilot di kokpit dikejutkan dengan keempat mesin pesawat yang mati seketika satu persatu.

Kapten Eric Moody dan dua rekan pilot lainnya pun melaksanakan prosedur untuk mengatasi keadaan darurat tersebut. Ketinggian pesawat pun diturunkan dan diputuskan untuk melakukan divert/mengalihkan pendaratan ke Bandara Halim Perdana Kusuma yang terdekat dari tempat kejadian, sambil mencoba menghidupkan kembali mesin yang mati sesuai prosedur.

Dengan menurunkan ketinggian, dari 4 mesin yang mati, sang kapten akhirnya hanya berhasil menghidupkan 3 mesin. Tadinya, jika upaya ini gagal, sang kapten sudah memutuskan untuk melakukan ditching, alias mendarat darurat di laut. Seluruh awak pesawat pun telah siap siaga sesuai briefing yang diberikan.

Untungnya, mesin pesawat bisa dihidupkan dan akhirnya pesawat tersebut berhasil mendarat dengan selamat di Halim bersama 248 penumpang dan 15 awak pesawat. Kejadian serupa juga dialami pesawat Singapore Airlines di lokasi yang sama, 19 hari setelah kejadian pertama dan penutupan rute, 13 Juli 1982. Belakangan diketahui, matinya mesin pesawat di udara terjadi akibat mesin terlalu banyak menghisap debu vulkanik dari letusan gunung Galunggung.

Berdasarkan catatan situs wikipedia.org, selama dua dekade terakhir, lebih dari 60 pesawat terbang, sebagian besar jetliners komersial, telah rusak oleh pertemuan dalam penerbangan dengan abu vulkanik. Beberapa pertemuan telah mengakibatkan hilangnya kekuatan semua mesin, mengharuskan pendaratan darurat. Untungnya, sampai saat ini tidak ada kecelakaan telah terjadi karena pesawat jet terbang ke dalam abu vulkanik. 

Peristiwa-peristiwa ini, kata Saman, menjadi gambaran nyata bahaya letusan gunung berapi bagi pesawat terbang. "Penumpang dan semua awak pesawat wajib diberikan pemahaman dan pelatihan dalam keadaan darurat seperti ini, agar mengerti," katanya. Ia menyatakan, memang lebih baik menunda keberangkatan

MENUNDA AKTIVITAS PENERBANGAN LANGKAH TERBAIK - Melihat fakta-fakta tersebut, kata Saman, demi keselamatan penumpang dan awak pesawat saat abu vulkanik gunung menyerang, menunda penerbangan atau menutup aktivitas bandara merupakan langkah terbaik. Untuk itu, kerjasama antara instansi-instansi terkait juga sangat diharapkan untuk bisa mengedukasi penumpang, baik dilakukan oleh operator penerbangan maupun regulator yang mewakili pemerintah.

"Dengan ini pemakai jasa tidak bertanya tanya, mengapa debu gunung dapat mengganggu penerbangan ditinjau dari keselamatan penerbangan," katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi V DPR RI, Fauzi Amro menyatakan dalam beberapa hari belakangan aktivitas Gunung Raung memang sempat mengganggu penerbangan. Tapi kini semua telah tertangani lantaran koordinasi baik antara pihak-pihak yang berkepentingan. "Kemarin kami selalu koordinasi dengan Kementerian perhubungan dan Badan SAR Nasional, mereka tanggap terhadap bencana ini," katanya kepada gresnews.com, Senin (20/7).

Ia menyatakan penundaan keberangkataan yang dilakukan maskapai penerbangan tak bisa disalahkan, pun kepada para penumpang yang gagal terbang. Sebab, hal ini merupakan aktivitas alam yang tak bisa dilawan. "Tapi sekarang semua sudah normal, tak ada masalah. Koordinasi deengan BMKG dengan peta cuaca dari udara pun dinyatakan clear," ujarnya.

Sementara itu menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), aktivitas vulkanik Gunung Raung di Jawa Timur dan Gunung Gamalama, Pulau Ternate, Maluku Utara, sejak Jumat (17/7) menurun.

"Tadi masih kontinyu mengepul, sekarang embusan abu vulkanik 1.000 meter ke arah barat daya. Namun aktivitasnya sudah mulai menurun di amplitudo 25 milimeter," ujar Kepala Bidang Pengamatan Gunung Api PVMBG, Gede Suantika.

Kondisi yang sama menurut Gede juga tercatat dari aktivitas Gamalama yang pada Jumat (17/7) mengalami 2 kali erupsi mengeluarkan kepulan abu vulkanik. "Gunung Gamalama dua kali erupsi, secara visual kepulan abu masih terlihat 500 meter dari puncak gunung," sambungnya.

Menurutnya, embusan abu vulkanik Gamalama tertiup mengikuti arah mata angin menuju barat daya ke arah laut Sulawesi dan Halmahera. "Energinya sudah melemah, sejak terakhir kali meletus," sebutnya. (dtc)

BACA JUGA: