JAKARTA, GRESNEWS.COM - Indonesia sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki potensi pengembangan zakat yang luar biasa. Kajian Badan Zakat Nasional (Baznas) menyimpulkan potensi zakat Indonesia dapat mencapai Rp217 triliun per tahun. Angka tersebut setara dengan APBD 21 provinsi di Indonesia.

Sayangnya, potensi ini tak terkoordinir dengan baik sehingga zakat selama ini hanya menjadi kucuran dana konsumtif semata. "Potensi ini dinilai terbesar di Asia, sangat sayang bila tidak dikelola dengan baik," kata Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay kepada gresnews.com di Ruang Pimpinan Komisi VIII DPR RI, Selasa (30/6).

Jika APBD rata-rata suatu provinsi Rp10 triliun maka potensi zakat Indonesia bisa membiayai hampir 21 Provinsi. Namun, hitung-hitungan ini masih bersifat normatif, kenyataannya, zakat yang terkumpul sangat jauh dari jumlah tersebut. Saat ini, seluruh amil zakat yang ada baru mampu mengumpulkan zakat antara Rp2,7 triliun sampai Rp3 triliun setiap tahun.

Hal ini menunjukan lembaga-lembaga amil zakat yang ada masih perlu bekerja lebih keras lagi. Selain meningkatkan akuntabilitas dan profesionalitas, lembaga-lembaga amil zakat perlu melakukan inovasi dan pembaharuan dalam mengelola zakat.

TAK TERKOORDINIR - Salah satu kendala tak terorganisirnya potensi zakat dengan baik,  lantaran banyaknya muzakki yang tidak menyalurkan zakatnya lewat badan amil zakat resmi. Bahkan ada sebagian muzakki yang membagi zakatnya secara langsung. "Penyaluran zakat seperti ini tentu tidak memiliki dampak yang besar karena sifatnya sangat konsumtif dengan tujuan sesaat," katanya.

Seperti diketahui, dalam bulan puasa seperti ini lebih banyak muncul muzakki mandiri. Seperti perusahaan atau perorangan yang membagi-bagikan zakatnya sendiri kepada fakir miskin dalam bentuk uang dan kadang paket sembako. Aksi ini tidak jarang malah menimbulkan korban.

Dalam konteks ini, DPR RI khususnya Komisi VIII mengimbau seluruh masyarakat menyalurkan zakatnya lewat lembaga resmi. Sebab sudah banyak lembaga amil zakat yang bekerja secara profesional mengelola zakat yang dibayarkan oleh para muzakki.

"Lembaga amil zakat profesional sudah memiliki banyak program. Zakat tidak hanya dimanfaatkan untuk satu tujuan saja, sebagian di antaranya dikelola menjadi zakat produktif untuk kepentingan umat," ujarnya.

Kendala lain upaya maksimalisasi potensi zakat adalah menjamurnya lembaga-lembaga amil zakat tidak resmi. Biasanya, lembaga-lembaga seperti ini lebih banyak bermunculan pada bulan Ramadan. Tidak jarang, mereka juga mengiklankan lembaganya di berbagai tempat.

Belum lagi, hampir seluruh mesjid dan beberapa sekolah menyiapkan panitia pengumpulan dan penyaluran zakat mal dan zakat fitrah. Akibatnya, potensi zakat tersebut tersebar di banyak tempat dan tidak terkordinir secara maksimal.

LEMBAGA RESMI ZAKAT - Masyarakat pun banyak yang kurang pemahaman terhadap lembaga resmi penyalur zakat lantaran kurang percaya zakatnya akan disalurkan secara benar dan sesuai yang diharapkan. Hal ini lantaran program amil zakat banyak yang tak terlihat di publik. Selama ini sebagian lembaga zakat tak gencar mempublikasikan keuangan dan program kerjanya.

Imbasnya masyarakat beranggapan lembaga-lembaga tersebut hanya getol saat mencari dana. "Padahal akuntabilitas dan publikasi akan membawa kepuasan bagi masyarakat dan mereka akan datang sendiri membayar zakat tanpa dipaksa, zakat toh wajib hukumnya," katanya.

Ia pun mengusulkan dibentuknya lembaga untuk menyertifikasi dan mengordinir lembaga pengelola zakat yang ada di Indonesia. Atau dengan mudahnya pemerintah dapat menunjuk Baznas sebagai lembaga penyertifikasi. Dengan begitu, hanya lembaga-lembaga tersertifikasi saja yang bisa mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat.

"Lembaga bersertifikat tersebut nantinya akan berkoordinasi dengan Baznas atau Baz Daerah agar gerakan dan program zakat berjalan seirama secara nasional," katanya.

EDUKASI ZAKAT - Ditambahkan Ketua Baznas Didin Hafidhuddin, penelitian pada tahun 2011 selama delapan bulan yang melibatkan Tim Ahli IPB dan IDB menyatakan potensi zakat Indonesia mencapai Rp217,3 triliun. Walaupun belum mencapai target tersebut tapi jumlah zakat yang dibayarkan per tahun selalu naik angkanya.

Pada tahun lalu terkumpul zakat sebesar Rp3,2 triliun, pada tahun ini Baznas memiliki target mencapai hingga Rp4 triliun. "Pada semester pertama Januari-April sudah terdapat lonjakan penghimpunan hingga 37 persen," katanya kepada gresnews.com, Selasa (30/6).

Menurut dia  selama ini Baznas sudah mengelola zakatnya dengan baik. Laporan keuangan sejak tahun 2002 telah disajikan secara transparan dan diaudit setiap tahun dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Bahkan tersertifikasi ISO selama empat kali dari 2002-2008.

Meski demikian ia mengakui memang banyak masyarakat belum mau membayarkan zakatnya melalui lembaga. Untuk itu Baznas terus menerus memberikan edukasi masyarakat bahwa zakat dapat digunakan sebagai alat pengentas kemiskinan.  "Tapi pengumpulan zakat mandiri, seperti memberikan zakat pada 1000-2000 orang tak akan membalikkan mereka yang menerima zakat menjadi pemberi zakat," katanya.

Sebaliknya, program pada lembaga zakat banyak menelurkan para muzakki baru yang mulanya adalah para penerima zakat. Ia juga memastikan penguatan amil zakat agar amanah, memiliki integritas pribadi, sistem manajemen yang rapi, dan akuntabilitas publik.

"Pendayagunaan zakat produktif ini amat penting, selain itu perlu penguatan regulasi dan aturan agar lembaga zakat yang ada terkordinasi dengan baik," katanya.

BACA JUGA: