JAKARTA, GRESNEWS.COM - Aktivis lingkungan hidup dari sejumlah lembaga seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebut tragedi lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, sebagai bentuk kejahatan korporasi.

Manajer Kampanye Walhi Edo Rakhman menilai tragedi lumpur Lapindo sebagai bentuk kejahatan korporasi terencana yang memuat unsur pelanggaran HAM.

Edo dan rekan-rekan aktivis lingkungan menuntut elemen pemerintahan terutama Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengembalikan hak hidup korban lumpur Lapindo yang berada di wilayah Peta Area Terdampak (PAT) atau tepatnya lokasi semburan lumpur di Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

"Kami ingin ingatkan pelanggaran HAM terkait kasus Lapindo. Aktivis lingkungan mendesak kejahatan korporasi Lapindo segera diusut," kata Edho dalam konferensi Hari Anti Tambang di Kantor Kontras, Jakarta, Kamis (28/5).

Edo menuturkan, sudah saatnya pemerintahan Jokowi berkaca dari tragedi Lapindo. Pemerintah diharapkan tidak mengulangi kesalahan yang sama terkait pemberian izin tambang kepada pihak korporasi. Sebab, Edo menegaskan, bagaimanapun juga kebijakan pemerintah terhadap sektor tambang harus  memperhatikan daya dukung lingkungan.

"Daya dukung lingkungan semakin minim menyusul banyaknya izin eksploitasi yang telah diberikan pihak pengusaha tambang," tegas  Edo.

Selain itu, janji manis pemerintah soal kesejahteraan masyarakat di sekitar area tambang belum terealisasi hingga saat ini. Menurutnya, pembangunan tambang untuk kesejahteraan hanya sebatas slogan tanpa bukti.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Departemen Penguatan Organisasi Rakyat KPA Kent Yusriansyah mengatakan, sebenarnya aktivitas Lapindo telah menimbulkan konflik agraria sejak tahun 2006. Artinya, ia ingin menekankan bahwa konflik Lapindo bukan fenomena baru.

Pada era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, tarik ulur konflik terus berlanjut hingga pemerintahan baru saat ini. "Hingga saat ini masyarakat tak kunjung memperoleh keadilan," tegas Kent.

Solusinya, Kent mengimbau agar persoalan Lapindo segera diselesaikan sebelum menjadi konflik agraria yang lebih luas. Ia menilai, jika negara tidak serius mengatur regulasi dan izin tambang secara cermat maka negara akan semakin dibanjiri izin pertambangan baru . "Apalagi izin pertambangan semakin dipermudah pemerintah Jokowi saat ini," ungkapnya.

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sepakat akan menebus dana talangan kepada korban lumpur Lapindo. Hal ini ditegaskan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono yang bertekad akan menyelesaikannya sebelum perayaan lebaran.

"Kebetulan saya ketua tim pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo," kata Basuki dikutip Setkab.go.id, Jumat (15/5).

Sementara itu terkait ganti rugi Lapindo, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berjanji akan menebus dana talangan kepada korban lumpur Lapindo sebelum perayaan lebaran tahun ini.

Basuki mengatakan, pembayaran ganti rugi akan merujuk pada hasil verifikasi BPKP. Sisa tunggakan yang belum diganti rugi oleh PT Minarak Lapindo Jaya untuk sementara ditalangi pemerintah.

Seperti diketahui, PT Minarak Lapindo Jaya hingga kini baru membayar ganti rugi tanah kepada masyarakat seluas 420 hektare atau Rp2,7 triliun. Sementara, tunggakan yang belum dibayar berdasarkan verifikasi BPKP adalah Rp827,1 miliar plus 8 warga yang perlu diverifikasi lagi.

"Pemerintah akan ganti rugi berdasarkan verifikasi BPKP yang belum dibayar lunas oleh PT Minarak Lapindo Jaya sebesar Rp827 miliar," kata Basuki.

BACA JUGA: