JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keputusan Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menghentikan sementara kegiatan belajar mengajar di TK Jakarta International School (JIS), menyusul tidak adanya izin penyelenggaraan lembaga tersebut, menimbulkan persoalan lain yakni hilangnya hak belajar bagi siswa TK JIS. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pihak TK JIS memberikan solusi terhadap permasalahan itu.

Sekretaris Jenderal Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda mengatakan selama penutupan, TK JIS punya diwajibkan meberikan alternatif pendidikan. “JIS harus membuka cluster-cluster pendidikan di luar Sekolah. Jika perlu JIS harus menggunakan sistem Home Schooling,” kata Erlinda kepada Gresnews.com saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (20/4) .

Selain itu, Erlinda juga mendesak JIS melakukan tes darah kepada siswa lain untuk memastikan ada tidaknya korban kekerasan seksual lainnya. "Korban awalnya sudah melaporkan kepada gurunya (tentang pelecehan seksual), tetapi oleh gurunya itu dianggap hanya ilusi siswa," katanya geram.

KPAI juga meminta JIS agar diberi akses untuk bertemu dengan para orang tua siswa. Karena dikhawatirkan, masih banyak siswa yang menjadi korban pelecehan seksual, tetapi pihak orang tua tidak berani melaporkan. "Karena pihak JIS sebelumnya melarang para orang tua untuk berbicara keluar (kepada orang luar),” ungkapnya.

Pada kesempatan ini Erlinda mengapresiasi pihak Kemdikbud untuk menutup TK JIS, karena Secara holistik penutupan tersebut adalah momentum untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Selain itu untuk menjaga hak anak baik secara psikologis, maupun hak akademis. "Penutupan tersebut unsurnya adalah menjaga stabilitas psikologi anak, apalagi pemberitaan yang luar biasa dari media akhir-akhir ini, tentu bisa mengganggu psikologis anak," katanya.

Selain itu terungkap pula fakta lain, bahwa siswa JIS tidak mendapatkan mata pelajaran Bahasa Indonesia, PPKN, dan Sejarah. "Mereka itu anak bangsa, walaupun (JIS) menggunakan kurikulum AS, tetapi harus juga mengadopsi kurikulum negara yang bersangkutan. Kalau mereka membuka sekolah di Indonesia, mereka juga harus mengadopsi kurikulum kita. Tentu hal ini bisa merusak moral bangsa, dan siswa JIS yang merupakan anak bangsa, tidak mengetahui sejarah bangsanya, dan bisa jadi membuat mereka juga tidak mencintai bangsanya sendiri," tegasnya.

Masih menurut Erlinda, JIS sebenarnya bukan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab. Ada pihak-pihak lain seperti outsourcing yang juga bertanggung jawab, selain itu dinas pendidikan juga harus lebih tegas kepada sekolah yang melanggar ketentuan yang berlaku. Ia berharap JIS menjadi awal bagi dinas pendidikan dan KPAI sendiri untuk menyelidiki sekolah lain, baik itu sekolah internasional, maupun sekolah nasional.

Sementara itu pengamat pendidikan Ari S. Wibowo mengatakan kasus ini benar-benar menjadi cambuk keras bagi semua pihak, baik penyelenggara sekolah (apapun); pemerintah dan masyarakat. Orang dengan kelainan seksual yang serius ada di manapun. Semua pihak menurutnya harus menyadari pentingnya pencegahan berulangnya kasus yang terjadi. Mungkin saat ini reaksi keras karena sekolah yang bersangkutan dikenal sebagai sekolah yang paling elite dan mahal di Jakarta. Namun kita harus melihat bahwa kasus jenis ini sudah terlalu sering terjadi. “Masih ingat kasus Robot Gedek, ini artinya kita masih belum belajar dari kejadian yang lalu,” katanya.

Di sisi lain kasus ini menunjukkan bahwa sekolah yang paling ´ketat´ sekalipun ternyata bisa ´kebobolan´. Para tersangka bukan seperti pencuri yang melompati pagar sekolah, mereka adalah pekerja yang dibayar oleh sekolah melalui perusahaan swasta untuk berada di sekolah itu.

Di negara maju menurutnya, isu pedofilia adalah masalah yang super sensitif dan serius. “Kalau salah diproses, maka hal itu dapat mematikan karier atau kehidupan orang yang tidak bersalah termasuk sang korban,” tambahnya. Untuk di negara maju mereka melakukan upaya ketat menyaring siapa saja yang bisa memiliki akses ke mereka yang dianggap rentan (terutama anak-anak).

Kejadian ini memperlihatkan betapa lemahnya sistem pendidikan kita. Bahkan di lembaga yang dianggap ´super ketat´ sekalipun. Akibatnya reputasi pihak terkait dan pandangan masyarakat akan menjadi sangat negatif. JIS misalnya melarang media meliput di depan kampus mereka, ini sesuatu yang tidak aneh karena SOP mereka seperti itu dalam menghindari serangan terorisme, nah ternyata itu tidak mampu mencegah hal seperti ini.

Sebelumnya Kemendikbud memastikan penutupan TK Jakarta International School (JIS) hanya tinggal menunggu tanda tangan Mendikbud M Nuh. Bila surat keputusan sudah terbit, TK itu harus berhenti beroperasi. Penutupan tersebut dilakukan agar JIS dapat memenuhi izin pendirian PAUD Internasional.

BACA JUGA: