JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung segera melimpahkan berkas perkara dugaan korupsi pengadaan portable data transfer di PT Pos Indonesia ke Pengadilan Tipikor. Kasubdit Tipikor Kejaksaan Agung Sarjono Turin mengatakan, berkas perkara tiga tersangka sedang masuk tahap pra penuntutan. Dalam waktu tak lama lagi perkaranya akan segera disidangkan.

"Sudah mau kita limpahkan ke tahap dua, termasuk BS (Dirut PT Pos)," kata Turin di Jakarta, Sabtu (31/1).

Ada lima tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Direktur Utama PT Pos Indonesia Budi Setiawan, karyawati PT Datindo Infonet Prima Sukianti Hartanto, Direktur PT Datindo Infonet Prima Effendy Christina, dan Muhajirin selaku Penanggung Jawab Satuan Tugas Pemeriksa dan Penerima Barang di PT Pos Indonesia Bandung. Selain itu ada pula Senior Vice Presiden Technologi Informasi PT Pos Indonesia Budhi Setyawan.

Muhajirin dan Budi Setyawan yang merupakan pegawai PT Pos Indonesia telah dikenakan penahanan. Sementara Direktur Utama PT Pos Indonesia Budi Setiawan hanya dikenakan tahanan kota. Tak dijelaskan apa alasan dia menjadi tahanan kota. Namun permohonan tersebut disampaikan Budi Setiawan yang posisinya saat ini adalah Dirut.

Dari hasil penghitungan BPKP ditaksir kerugian negaranya mencapai Rp9,56 miliar. Dan uang tersebut telah dikembalikan.

Namun demikian, Kejaksaan Agung menyatakan proses hukum terus berjalan. "Pidananya tetap jalan, kan ada Pasal 4, pengembalian kerugian negara kan tidak menghapuskan pidana," kataTurin.

Tim penyidik Kejaksaan Agung juga terus mendalami keterangan saksi dalam kasus pengadaan alat PDT. Meskipun telah ada lima tersangka, penyidik masih menyisir keterlibatan pihak lain yang turut andil.

"Semua masih berproses, tim penyidik terus bekerja. Jika ada petunjuk yang mengarah keterlibatan pihak lain akan ditindaklanjuti," kata Direktur Penyidikan Suyadi kepadaGresnews.com beberapa waktu lalu.

Dalam pengadaan ini patut diduga ada peran mantan Dirut PT Pos Indonesia I Ketut Mardjana. Sebab pengadaan proyek ini dilakukan saat dirinya masih diposisi Dirut. Bahkan Ketut Mardjana juga ikut meneken pengadaan proyek ini.

Kasus pengadaan PDT berawal saat proyek pengadaan alat PDT dicanangkan pada Mei hingga Agustus 2013. Alat yang bentuknya mirip telepon genggam itu akan digunakan pengantar pos untuk mengirim barang kepada penerima. Nantinya, data yang berasal dari pengantar pos tersebut akan terkirim ke server pusat.

PT Pos menjalin kontrak dengan PT Datindo Infonet untuk pengadaan alat tersebut dan mengeluarkan dana hingga Rp10,5 miliar. Dana itu didapat PT Pos dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kendala ditemui ketika dari 1725 alat PDT yang dibeli hanya 50 yang berfungsi namun tidak sesuai spesifikasi yang tertera dalam kontrak. Salah satu kekurangan dalam alat tersebut adalah tidak adanya GPS dan daya baterai yang hanya bertahan selama tiga jam. Padahal dalam kontrak, harusnya alat tersebut memiliki GPS dengan daya tahan baterai mencapai delapan jam.

Kini seluruh alat tersebut sudah disita oleh Kejaksaan Agung. Selain itu, penggeledahan yang dilakukan penyidik Kejaksaan Agung di PT Pos, Bandung, menghasilkan temuan berkas pengadaan PDT tersebut, yang juga akan dijadikan sebagai barang bukti.

BACA JUGA: