JAKARTA, GRESNEWS.COM - Calon hakim konstitusi dari unsur pemerintah Imam Ansori Saleh mengatakan perlunya revisi mekanisme pengawasan eksternal terhadap institusi Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini bertujuan agar ada pihak luar yang ikut mengawasi MK untuk menjaga obyektivitas pengawasan. "Sekaligus melengkapi tugas dan fungsi pengawas internal yang sudah ada, yakni Dewan Etik Hakim Konstitusi (Dewan Etik)," kata Iman kepada Gresnews.com, Kamis (1/01).

Pengawasan itu sangat diperlukan mengingat sejak dibatalkannya pasal pengawasan terhadap hakim konstitusi pada 2006, tidak ada lagi lembaga yang mengawasi sepak terjang MK. Dengan tidak adanya mekanisme pengawasan ini, menurut komisioner KY ini, perilaku hakim menjadi tidak terkontrol.

"Harus ada pihak ekternal sebagai external auditor untuk memperkuat MK itu sendiri sehingga menjadikan MK lebih terhormat," kata Imam.

Pengawasan, lanjutnya, semacam Komisi Yudisial (KY) yang fokus pada perilaku dan etik. Bisa mengingatkan, menegur, atau memberhentikan hakim MK yang terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Beda dengan Komisi Pengwas Kepolisian (kompolnas) yang ketuanya dijabat Menko Polhukam. Sebaliknya, pengawas hakim MK harus independen. "KY hanya memfasilitasi pembentukannya. Anggotanya dicarikan orang-orang yang berpengalaman dan berintegritas, termasuk mantan hakim MK," tegasnya.

Namun, gagasan pembentukan pengawas eksternal ini sepertinya disadarinya harus melalui jalan panjang. Pasalnya MK dalam putusannya kembali memberangus keberadaan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) melalui pembatalan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang tentang Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 13 Februari 2014 lalu.

Dalam putusan itu disebutkan UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945. "Tentu caranya harus melalui amndemen konstitusi, tidak cukup hanya dengan UU," tegas Imam.

Seperti diketahui, Panitia Seleksi (Pansel) Calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) telah selesai menggelar wawancara Tahap II untuk mendalami integritas, independensi, dan kapabilitas lima calon hakim konstitusi yang lolos seleksi  wawancara tahap pertama di Gedung III Kementerian Sekretaris Negara, Rabu (31/12) kemarin. Pada wawancara kali ini setiap calon hakim konstitusi diberi waktu lima menit untuk mempresentasikan gagasan tentang bagaimana MK kedepanya.

Imam yang mendapat giliran pertama menyampaikan gagasan tentang pentingnya pengawasan ekternal bagi MK. Menurut Imam sampai sekarang MK sudah cukup bagus tinggal penyempurnaan. Dalam konteks pengawasan, MK harus diawasi dari pihak ekternal. MK tanpa pengawasan ekternal sangat melemahkan MK itu sendiri karena belum ada pengawasan untuk menjaga marwah hakim MK.

Usulan itu diapresiasi Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK, meski diakui akan sangat sulit. "Pengwas eksternal itu sangat dibutuhkan, tapi sepertinya harus melalui jalan panjang agar bisa terealisasi," kata anggota Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK Erwin Natosmal Umar dari Indonesian Legal Roundtable (ILR) kepada Gresnews.com.

Ia juga sependapat, pengawasan MK tidak cukup dari internal, yakni Dewan Etik. Sebab Dewan Etik dinilainya kerap melakukan proteksi terhadap hakim konstitusi yang diduga melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Termasuk putusan Dewan Etik yang menyatakan tidak cukup bukti menetapkan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar (hakim terlapor) telah melakukan pelanggran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi saat menyampaikan kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) pada Senin (15/9) lalu.

Sebab dalam kasus tersebut Dewan Etik menyatakan Patrialis tak menggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Dewan Etik hanya mengingatkan agar Patrialis lebih berhati-hati dalam berbicara meskipun dalam forum kegiatan ilmiah. Karena penerapan butir 10 huruf a terkait prinsip kepantasan dan kesopanan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

Ketentuan butir 10 sendiri menyebutkan: "Dengan tetap mengutamakan dan terikat pada aturan-aturan tentang tugas-tugasnya di bidang peradilan serta dengan tetap mempertahankan prinsip independensi dan ketakberpihakan, hakim konstitusi boleh; a. Menulis, memberi kuliah, mengajar dan turut serta dalam kegiatan-kegiatan ilmiah di bidang hukum dan peradilan atau hal-hal yang terkait dengannya".

BACA JUGA: