JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jalan untuk mendamaikan konflik internal Golkar yang terbelah ke dalam dua kubu mentok lantaran belum ada titik temu. Kubu Agung Laksono menawarkan islah dengan syarat Koalisi Merah Putih harus bubar. Hal itu tentu ditolak oleh kubu Aburizal Bakrie (Ical).

Persoalan semakin meruncing karena Ical juga sudah meminta penasehat hukum untuk meminta masukan atas konflik Golkar. Sehingga, potensi kisruh Golkar terbuka lebar untuk diselesaikan di pengadilan. Sejumlah pengamat memprediksi proses pengadilan akan melihat dari dukungan politik tiap kubu untuk menentukan siapa yang sah.

Pengamat politik dari Universitas Padjajaran Idil Akbar mengatakan kedua kubu baik Agung dan Ical tidak memiliki keunggulan istimewa. Kubu Agung memang cenderung didukung pemerintah tapi belum tentu valid soal keabsahan peserta.

Sementara kubu Ical meski mayoritas didukung daerah tapi akan dikoreksi persoalan rekomendasi musyawarah nasional (munas) yang dianggap tidak sesuai dengan rekomendasi munas sebelumnya. "Karena itu menurut saya, jika kasus ini sampai dibawa ke pengadilan maka pengadilan akan lebih melihat pada konteks keabsahan dan kevalidan kepengurusan yang berhak menyelenggarakan munas dan juga melihat keabsahan peserta munas," ujar Idil kepada Gresnews.com, Senin (22/12).

Sementara itu, politik dari Indostrategi Andar Nubowo mengatakan dilihat dari sisi konstitusional, kubu Agung maupun Ical sama-sama berdalih telah menjalankan munas sesuai AD/ART yang mengamanatkan agar munas dilaksanakan 5 tahun sekali.

Jika melihat Munas di Riau dilaksanakan 2009, maka Munas selanjutnya memang tepat jika dilaksanakan pada 2014. "Secara formal di pengadilan, keduanya legitimate dan konstitusional," ujar Andar pada Gresnews.com, Senin (22/12).

Andar menambahkan persoalan yang akan dihadapi kedua kubu Golkar yang terbelah bukan hanya soal legitimasi munas yang mereka jalankan telah sesuai waktunya, tapi juga soal dukungan politik Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I dan DPD II.

"Sehingga pengadilan melalui hakim akan mencari kubu siapa yang memiliki dukungan politik di DPD untuk menentukan legalitas konstitusional dan politik munas," ujarnya.

Menurutnya, kalau legitimasi atau dukungan politik salah satu kubu jelas, maka hakim tinggal menunjuk siapa yang dukungan politiknya sah dan jelas. Tapi bisa saja keduanya sama-sama memiliki kelemahan dalam perolehan dukungan politik sehingga bisa saja pengadilan memutuskan agar permasalahan dikembalikan ke internal Golkar dengan munas ulang.

Pada kesempatan terpisah, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Jakarta Bakir Ihsan mengatakan kalau merujuk pada keputusan menteri hukum dan HAM yang menolak munas di Bali dan di Jakarta, maka Ical lebih berpeluang menang di pengadilan. Pasalnya, Munas di Riau telah menempatkan Ical sebagai ketua umum Golkar.

Sementara mekanisme islah diselesaikan oleh internal partai. "Hal itu sekaligus menyerahkan mekanisme internal Golkar di bawah kendali Ical," ujar Bakir kepada Gresnews.com, Senin (22/12).

Lebih lanjut, ia menilai perpecahan internal Golkar bisa terjadi bukan karena didasari persoalan pelanggaran. Tapi lebih pada kepentingan tiap kubu yang berbeda orientasi koalisi. Ical cenderung ke Koalisi Merah Putih dan Agung lebih condong ke Koalisi Indonesia Hebat.

BACA JUGA: