Pemerintah Indonesia harus menentang rencana Partai Koalisi Australia yang akan menggelontorkan AUS$420 juta (Rp4,1 triliun) untuk menangani persoalan pencari suaka di Indonesia. Janji kampanye Partai Koalisi itu dinilai melecehkan Indonesia.

Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, di Jakarta, Sabtu (24/8/2013), mengatakan, ada empat alasan mengapa Indonesia dilecehkan. Pertama, Partai Koalisi harusnya paham bahwa bila ada kebijakan pendistribusian uang ke warga atau pembelian kapal-kapal nelayan maka hal tersebut merupakan urusan domestik dalam negeri Indonesia.

Kedua, lanjut Hikmahanto, memberikan insentif uang kepada warga Indonesia untuk melaporkan pencari suaka, membuat WNI berpotensi melakukan sweeping terhadap WNA di Indonesia. Ini dilakukan semata-mata untuk memperoleh uang yang dijanjikan. Seharusnya masyarakat tidak memiliki kewenangan tersebut.

"Ketiga, kebijakan membeli kapal-kapal nelayan yang diduga untuk memfasilitasi pencari suaka bukan hal mudah. Ini mengingat kapal-kapal tersebut mempunyai fungsi utama bagi nelayan sebagai alat mata pencaharian. Pembelian kapal akan berpotensi menghilangkan mata pencaharian nelayan Indonesia yang terkena dampak," kata Hikmahanto.

Alasan keempat, pemerintah Indonesia seharusnya merasa direndahkan karena seolah masalah pencari suaka mendudukkan Indonesia sebagai tentara bayaran yang melakukan pekerjaan kotor. Ini mengingat Australia hanya menyediakan uang dan pekerjaan dilakukan oleh warga dan pemerintah Indonesia.

"Pemerintah Indonesia harus segera menyuarakan penentangannya sejak dini atas materi kampanye dari Partai Koalisi. Jangan sampai ketika Partai Koalisi memenangkan Pemilu dan masyarkat Australia menuntut pemenuhan janji, pemerintah Indonesia harus menjadi korban karena ditekan terus untuk melaksanakan janji Partai Koalisi," kata Hikmahanto.

Aparat Australia
Kantor berita Australia ABC belum lama ini memberitakan, Partai Koalisi mengungkapkan rencana penganggaran dana besar tersebut untuk peningkatan jumlah aparat kepolisian Australia (AFP) yang bekerja di luar negeri, untuk meningkatkan kemampuan SAR Indonesia serta menambah kekuatan pertahanan perbatasan Australia.

Sementara itu, juru bicara Imigrasi Australia, Scott Morrison, menjelaskan skema yang ada saat ini tidak mendapat cukup dukungan dari penduduk lokal di Indonesia.

"Kita ingin memiliki program yang menjangkau lebih dari 100 desa di Indonesia,” katanya. "Kita perlu memberikan sarana untuk merangkul komunitas lokal di Indonesia supaya bisa mengimplementasikan kebijakan kita: misalnya memberikan tunjangan bagi pengawas di desa, menawarkan imbalan bagi informasi yang mengarah pada penangkapan dan penuntutan yang sukses, dan juga kesempatan untuk membeli perahu yang akan digunakan pencari suaka sebelum keduluan penyelundup dan menghentikan kapal itu meninggalkan Indonesia."

Warga Afganistan
Pada Rabu pekan lalu juga diberitakan oleh ABC, Indonesia kemungkinan akan menyerahkan kepada Australia seorang buronan paling dicari asal Afganistan bernama Sayed Abas yang diduga terlibat dalam 27 kasus penyelundupan manusia.

Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan pemerintah Indonesia tengah mencari jalan lain selain perjanjian ekstradisi untuk menyerahkan Abas. Australia dan Indonesia tak menandatangani perjanjian ekstradisi.

Saat ini Abas ditahan oleh otoritas Imigrasi di Indonesia dan terancam hukuman 10 tahun penjara.

(*/dtc/GN-01)

BACA JUGA: