JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar terlihat sumringah saat mendengar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatannya selesai dibacakan. Ia gembira justru bukan karena gugatan materi Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Nomor  16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (UU Kejaksaan) dikabulkan, tetapi karena gugatannya tidak diterima oleh MK.

Sebab dengan ditolaknya gugatan tersebut ia beranggapan akan mempertegas bahwa pemeriksaan terhadap seorang jaksa terkait tindak pidana yang disangkakan harus dilakukan berdasarkan izin Jaksa Agung. Menurut Antasari, MK mempertegas bahwa apapun kondisinya, pemeriksaan terhadap seorang jaksa dengan mempertimbangkan segala kondisi tugasnya, harus ada izin jaksa agung.

Hal ini berbeda dengan proses penanganan yang dialaminya terkait perkara pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Selama menjalani pemeriksaan, baik sebagai saksi, tersangka hingga akhirnya dipidana 18 tahun penjara, dilakukan tanpa izin dari Jaksa Agung. Padahal, kendati menjabat sebagai Ketua KPK, Antasari merupakan jaksa aktif.

"Alhamdulillah, dengan keputussan MK ini, penahanan, pemeriksaan, penyelidikan, dan penyidikan yang dilakukan terhadap saya harusnya batal demi hukum," kata Antasari seusai sidang pembacaan putusan perkara No 55/PUU-XI/2013 tentang pengujian UU  Kejaksaan Pasal 8 ayat (5) di Gedung MK, Kamis (24/4).

Menurutnya, kalau proses penahanan, pemeriksaan, penyelidikan, dan penyidikan yang dijalaninya tidak memenuhi proses hukum sesuai bunyi Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan maka harus batal demi hukum. Pasal ini berbunyi: ´Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jaksa yang diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung´. "Kok sekarang saya masih dipenjara, ada dugaan saya waktu jaksa penyidik lalai, salah duga, dipikirnya saya mantan jaksa," ujarnya.

Antasari mengatakan, putusan MK ini akan dijadikan dasar dalam proses hukum selanjutnya, antara lain dalam upaya melakukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). "Salah satu item PK nanti, putusan MK ini akan saya pertanyakan karena dulu pasal ini saya sampaikan dalam eksepsi tapi tidak digubris jaksa dan tidak dipertimbangkan hakim," tegasnya.

Antasari mengaku, akan mengajukan PK tahun ini juga setelah memori PK selesai. "Insya Allah lebih cepat lebih baik," ujarnya.

MK menolak permohonan pengujian secara seluruhnya, menyatakan permohonan pengujian para pemohon tentang ketentuan Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan RI, tidak dapat diterima atau niet onvankelijke verkloard. "Menyatakan permohonan pengujian para pemohon tentang ketentuan Pasal 8 ayat (5) UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, tidak dapat diterima untuk seluruhnya," kata Ketua MK Hamdan Zoelva di gedung MK, Kamis (26/4).

Sebelumnya, Antasari bersama Andi Syamsuddin Iskandar dan Ketua Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mempersoalkan Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan pada Juni 2013. Sebab, selama menjalani pemeriksaan, baik sebagai saksi, tersangka hingga akhirnya dipidana 18 tahun penjara, dilakukan tanpa izin dari Jaksa Agung. Padahal, kendati menjabat sebagai Ketua KPK, Antasari merupakan jaksa aktif.

Pemohon juga menilai berlakunya pasal itu bertentangan dengan prinsip nondiskriminasi atau persamaan di muka hukum, yakni Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Karena itu, para pemohon meminta MK membatalkan pasal itu. Sebab, telah membedakan antara warga negara dan jaksa sehingga menimbulkan perlakuan yang berbeda di mata hukum.

Dia menilai, Pasal 8 ayat 5 UU Kejaksaan layak untuk dibatalkan. Selain, ketentuan tersebut kerap dijadikan tameng oleh jaksa yang terlibat dalam beberapa kasus pidana untuk tidak memenuhi panggilan polisi, pasal tersebut juga berimplikasi menimbulkan diskriminasi karena membedakan antara warga negara dengan jaksa dihadapan hukum.

Antasari mengatakan tidak adanya perlindungan yang dimaksudkan lantaran kejaksaan tetap menerima dan menyatakan lengkap (P21) berkas perkara dari kepolisian. Selain itu, para pemohon juga menilai bahwa ketentuan tersebut juga menimbulkan diskriminasi karena telah membedakan antara warga negara dan jaksa di hadapan hukum.

BACA JUGA: