JAKARTA,GRESNEWS.COM - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah memblokir sebelas situs internet yang dianggap menyebarkan kebencian dan mengandung unsur Suku Agama dan Ras (SARA). Pemblokiran ini dilakukan sehari sebelum pelaksanaan demo pada Jumat (4/11) yang menuntut ditangkapnya Ahok karena dugaan kasus penistaan agama. Namun pemblokiran itu dipersoalkan lantaran tak jelasnya mekanisme Kemenkominfo dalam menentukan situs yang diblokir.

Kemenkominfo sendiri telah melayangkan surat pemberitahuan kepada penyedia jasa internet untuk memblokir 11 situs tersebut. Penutupan ini sendiri dilakukan Kemenkominfo berdasarkan dari hasil pengawasan serta laporan dari lembaga/intansi pengawas yang terkait serta masyarakat yang merasa resah terhadap situs yang dianggap mengandung unsur sara tersebut.

Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo telah melayangkan surat pemberitahuan kepada para penyedia layanan internet untuk melakukan pemblokiran. "Dengan ini mohon kiranya dapat menambahkan 11 Situs yang mengandung konten SARA ke dalam sistem filtering setiap ISP," tulis Kominfo kepada para ISP.

Evita Nursanty anggota Komisi I DPR yang membidangi Informatika mengungkapkan dirinya mendukung langkah pemerintah untuk melakukan pemblokiran situs-situs yang dianggap mengandung unsur SARA, separatisme, terorisme dan hal-hal yang menyebarkan kebencian. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang sudah direvisi oleh Komisi I, pemerintah diberikan kewenangan penuh untuk memblokir situs-situs tersebut.

"Saya rasa pemerintah memblok situs-situs tersebut dengan pertimbangan yang matang dan analisis yang sudah diperhitungkan," ujar Evita kepada gresnews.com, Kamis (3/11).

Ia meyakini, Kemenkominfo sudah melakukan monitoring terlebih dahulu terhadap situs-situs yang diblokir sehingga dia membantah apabila pemblokiran tersebut terkait dengan demo besar-besaran yang akan dilakukan besok. Tetapi lebih untuk menjaga keutuhan NKRI dan terciptanya keamanan negara, sebab di era saat ini, banyak media yang kebablasan terutama media sosial sehingga berpotensi membuat masyarakat terpecah belah.

"Dalam UU ITE yang baru telah disebutkan tidak boleh menyebarkan berita yang bersifat SARA dan hal itu telah disetujui oleh seluruh partai politik," tegasnya.

Evita juga mengaku sangat prihatin atas perkembangan informasi di Internet yang banyak disalahgunakan oleh beberapa pihak. Padahal DPR dan Pemerintah telah berupaya membuat peraturan yang ketat terhadap industri penyiaran sekarang ini tapi masih saja banyak berita-berita yang berupaya memecah belah bangsa. Masih banyak situs yang mengandung konten-konten yang tidak mendidik dan tidak mencerdaskan bangsa.

Ia pun berharap agar para pengguna internet terutama di momen Pilkada bisa dengan sehat memilah-milah informasi dan tidak terpancing berita yang berupaya memecah belah persatuan. Momen pilkada yang cuma sesaat ini jangan malah digunakan untuk saling mengadu domba. Ia tidak ingin Indonesia seperti negara-negara lain dimana proxy war terjadi pada masyarakatnya sebab Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika sehingga perbedaan adalah rahmat.

"Ini bukan soal Anis atau Ahok ini soal NKRI," tegasnya.

Kemenkominfo tidak memblokir secara permanen 11 situs tersebut, pemblokiran akan dibuka jika situs yang bersangkutan menghapus kontennya yang mengandung unsur SARA. Sebelas situs yang diblokir oleh Menkominfo adalah portalpiyungan.com, suara-islam.com, smstauhiid.com, beritaislam24h.com, bersatupos.com, pos-metro.com, jurnalmuslim.com, media-nkri.net, lontaranews.com, lemahirengmedia.com, dan nusanews.com.


MINUS TRANSPARANSI PEMBLOKIRAN - Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mempertanyakan tidak adanya mekanisme pengujian atas kebijakan Kemenkominfo dalam memblokir 11 situs yang diduga mengandung konten Suku, Agama, dan Ras (SARA). AJI Indonesia juga menyerukan kepada semua pihak untuk menghormati kaidah-kaidah pelaksanaan kebebasan berekspresi sebagaimana diatur Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) serta Konvenan Sipil dan Politik.

Suwarjono selaku Ketua AJI Indonesia menyatakan selalu memperjuangkan kebebasan pers dan mengawal kebebasan setiap warga negara untuk berekspresi. Dalam Pasal 19 DUHAM disebutkan setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat. Termasuk kebebasan menyampaikan pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas.

Pasal 19 Konvenan Sipil dan Politik menyatakan Pelaksanaan hak-hak untuk berekspresi menimbulkan kewajiban dan tanggung jawab khusus, dan harus dibatasi demi memastikan penghormatan hak atau nama baik orang lain serta melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moral umum.

Dalam Pasal 20 Konvenan Sipil dan Politik juga disebutkan segala bentuk propaganda untuk perang harus dilarang oleh hukum. Pasal itu juga menyatakan segala tindakan yang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras atau agama yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan wajib dilarang oleh hukum.

"Kebebasan berekspresi harus berdasarkan kepada prinsip-prinsip yang diatur DUHAM maupun Konvenan Sipil dan Politik," ujar Suwarjono melalui pesan yang diterima gresnews.com, Kamis (3/11).

Ia juga menyatakan di era Internet pada saat ini, medium internet yang bersifat seketika dan tanpa batas seperti geografis perlu diberlakukan pembatasan sebagai pelaksanaan aturan Konvenan Sipil dan Politik. Misalnya dengan melakukan blokir terhadap situs-situs yang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras atau agama yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan.

"Tetapi harus ada mekanisme pengadilan untuk menguji penilaian pemerintah tersebut," katanya

Mekanisme itu dirasa penting untuk melihat apakah penilaian pemerintah terkait sebuah situs mengandung unsur SARA serta menyebarkan kebencian itu objektif. Agar kewenangan negara untuk memastikan pelaksanaan kebebasan berekspresi mengikuti aturan Konvenan Sipil dan Politik tidak disalahgunakan untuk kepentingan penguasa.

Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia Iman D Nugroho juga menyatakan jika pemerintah dan aturan hukum tidak merumuskan mekanisme uji pengadilan, maka segala macam bentuk pemblokiran berpotensi melanggar kebebasan warga negara untuk berekspresi. Oleh karena itu, mekanisme pengujian pengadilan atas keputusan pemerintah meminta ISP memblokir akses 11 situs harus dilakukan secepat-cepatnya.

"Ini untuk memastikan bahwa hak masyarakat untuk mendapat informasi tidak dilanggar," ujar Iman, Kamis (3/11).

Ia juga menyerukan kepada semua pihak untuk menggunakan kebebasan berekspresi dengan bijak serta menolak segala macam bentuk anjuran kebencian atas dasar kebangsaan, ras atau agama yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan. Pelaksanaan kebebasan berekspresi yang melanggar prinsip Konvenan Sipil dan Politik harus diproses hukum.

BACA JUGA: