JAKARTA, GRESNEWS.COM - Setiap negara lewat para aparatnya mempunyai wewenang melakukan proses pemeriksaan imigrasi untuk mengatur, mengawasi dan mengamankan lalu-lintas keluar masuknya manusia. Sesuai kewenangannya, petugas imigrasi bandara dalam konteks ini memiliki peran sangat penting menjaga pintu gerbang negara sesuai amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Sayangnya, pada tataran pelaksanaan, banyak ditemui kasus pelanggaran yang justru melibatkan petugas migrasi. Salah satunya adalah para petugas yang melakukan pungutan liar ataupun pemerasan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di area embarkasi pemberangkatan bandara.

Data yang dihimpun gresnews.com dari Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) menyebutkan ternyata aparat yang bertugas sebagai otoritas Imigrasi di bandara seringkali terlibat dalam praktik pemerasan. Sesuai temuan JBMI di lapangan, pihak Imigrasi disinyalir meloloskan tenaga kerja dengan meminta uang yang cukup besar yaitu Rp 500 ribu sampai Rp 2 juta.

Kondisi ini diharapkan dapat diatasi melalui proses identifikasi membongkar sindikat pemerasan dan keterlibatan oknum petugas imigrasi.

Kordinator JBMI Karsiwen menyebut, keterangan tersebut diperoleh dari pengaduan korban (TKI) dan hasil penanganan langsung kurang lebih sekitar 112 kasus. Sebagian besar aksi pemerasan itu terjadi ketika pelaksanaan cuti saat hari raya.

Kasus berlangsung cukup marak utamanya terjadi di sejumlah pintu keberangkatan internasional seperti di Bandar udara Soekarno Hatta, Jakarta, Adisucipto, Jogja dan Ahmad Yani, Semarang. Pada 2014 lalu, JBMI juga menemukan adanya petugas imigrasi bandara Batam dan Bandung yang juga terindikasi melakukan dugaan pemerasan.

Karsiwen menjelaskan para TKI ini terpaksa memberikan sejumlah dana yang diminta petugas nakal tersebut. Mereka tak mau tersendat sejumlah konsekuensi dan ancaman seperti gagal terbang, tiket pesawat hangus, sanksi majikan karena alasan keterlambatan hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Koordinator Aliansi TKI Menggugat Yusri Albima mengatakan, kinerja aparat negara di area area embarkasi bandara patut dipertanyakan. Sebagai aparat negara, Yusri menilai, aksi pelanggaran para petugas dan buruknya kinerja migrasi bandara tak bisa diterima. Perlu ada pembenahan menyeluruh agar para TKI ini tak diperas.

"Pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla perlu merevolusi kinerja migrasi bandara. Ini masalah mentalitas aparat negara di area embarkasi," kata Yusri kepada gresnews.com, Selasa (8/12).

MELOLOSKAN TKI BERMASALAH KE LUAR NEGERI - Aparat migrasi tidak hanya dikritik terkait kasus pemerasan, tetapi juga meloloskan TKI non prosedural. Pihak migrasi bandara patut dipersalahkan karena dalam konteks ini bertindak sebagai pihak yang berperan menjaga pintu keluar dari seluruh aktifitas pemberangkatan ke luar negeri.

Yusri menyebut, contoh konkret sesuai temuan Migrant Care tahun 2015, ada sekitar 1.650 orang ke Timur Tengah via Bandara Soekarno Hatta, Jakarta dan diperkirakan minimal 3.000 TKI terus mengalir tiap bulan ke wilayah tersebut.

Hal ini telah melanggar aturan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 260 Tahun 2015 tentang penghentian pengiriman TKI untuk pengguna individu atau Pekerja Rumah Tangga (PRT) ke Timur Tengah yang mulai berlaku pada Mei 2015 lalu.

Berlangsungnya keberangkatan TKI secara ilegal ke luar negeri tentu menimbulkan pertanyaan bagaimana mereka bisa lolos melewati pintu Imigrasi.

Pada Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menegaskan bahwa Pejabat Imigrasi berwenang menolak orang untuk keluar Wilayah Indonesia apabila tidak tidak memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan masih berlaku.

Proses pemeriksaan dokumen perjalanan (document clearance) menjadi syarat yang belum dipatuhi dan dilaksanakan secara tegas oleh petugas migrasi bandara.

Yusri menyebut, banyak permasalahan yang terjadi di pos-pos keberangkatan internasional diantaranya seperti bandara Soekarno Hatta, Jakarta dan bandara Juanda, Surabaya.

Arus migrasi TKI pada umumnya, kata dia, berangkat melalui jalur-jalur tersebut, dari Soekarno Hatta menuju Juanda kemudian transit melalui Brunei Darussalam atau Kuala Lumpur lalu menuju Timur Tengah.

Mengalirnya para TKI non prosedural ke luar negeri cukup meresahkan karena banyak menimbulkan masalah. Data Kementerian Luar Negeri pada tahun 2014 yang dihimpun dari KBRI Riyadh dan KBRI Jeddah, jumlah kasus TKI di luar negeri di Arab Saudi cukup besar mencapai 2.033.

Terkait itu, kritik terus dilakukan menggugat peran aparat imigrasi bandara guna memperkuat fungsi pengawasannya. Hal ini juga berdampak penting bagi peran lembaga terkait lainnya seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI yang sama-sama melindungi TKI.

Yusri menilai, perlu penguatan instrumen pengawasan terhadap para petugas migrasi di bandara. Menurutnya, salah satu solusi pemerintah saat ini bisa mencegah kasus yang ada dengan membentuk Tim Pengawas khusus inteligen yang berada di Staf Kepresidenan mengawasi seluruh instansi pemerintah yang sarat pungutan liar.

Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengakui, soal sistem pengawas imigrasi bandara yang masih longgar. Menurutnya, langkah antisipasi terkait hal ini akan dilakukan melalui berbagai upaya penegakan hukum agar pihak-pihak terlibat dapat ditindak.

"Jika ada pihak meloloskan data TKI yang tidak akurat dan otentik maka akan ada sanksi pidana kepada semua pejabat termasuk otoritas bandara," kata politisi Demokrat itu kepada gresnews.com, Selasa (8/12).

BACA JUGA: