JAKARTA, GRESNEWS.COM  -  Konflik Golkar kian meruncing. Dua kubu saling berebut kantor fraksi di parlemen. Namun petinggi Golkar kubu Agung Laksono tak juga berhasil memasuki ruang pimpinan fraksi di ruang Fraksi Partai Golkar DPR. Mereka kemudian menuju ke Bareskrim Mabes Polri untuk melaporkan petinggi FPG DPR versi Aburizal Bakrie (Ical) yang menghalangi upaya pengambilalihan FPG DPR itu.

Sejak pukul 16.00 WIB, Jumat (27/3/2015), Ketua Fraksi Golkar kubu Agung Laksono, Agus Gumiwang Kartasasmita, dan sejumlah anggota DPR dari kubunya memasuki ruang FPG DPR. Namun mereka gagal menembus pintu masuk ke ruang pimpinan FPG yang diduga masih ditinggali Ketua Fraksi versi Ical, Ade Komaruddin. Namun tak sampai lima belas menit berselang, kubu Agung kembali keluar pintu. "Ada indikasi kuat mereka  sengaja mengunci akses masuk," kata Agus Gumiwang, di Ruang Fraksi Partai Golkar, Senayan, Jumat (27/3).

Padahal, diketahui Ade Komarudin tengah berada di pintu sebaliknya. Kepala sekretariat pun tak bisa dicari, sedangkan Kepala Pamdal tak memiliki akses membuka pintu. Perlakuan ini ia kategorikan sebagai pelanggaran hukum. Sebab mereka sama sekali tak memiliki kesempatan untuk masuk. "Kami buat langkah hukum lanjutan sekarang juga, karena banyak peraturan undang-undang yang mereka langgar," katanya.

Mereka yang mendampingi Agus Gumiwang antara lain Laurence Siburian, Agun Gunandjar Sudarsa, Airlangga Hartarto, Budi Supriyanto, Eni Saragih, Gede Sumarjaya, dan beberapa anggota DPR lainnya. Setelah upaya mengambil alih FPG DPR gagal mereka meluncur ke Bareskrim Polri.

Ia mengakui akan menyusun alat kelengkapan dewan (AKD) setelah semua persoalan kantor fraksi selesai. Langkah ini terpaksa ditempuh untuk mengambil hak, termasuk infrastruktur yang diyakini menjadi milik Kubu Munas Jakarta. "Kami hanya ingin persoalan Golkar cepat selesai agar tak menghambat kinerja DPR, masih banyak yang harus dilakukan," kata Agus.

Sebelumnya mereka juga sudah melakukan rapat bersama kesetjenan DPR RI untuk memberikan pemahaman hukum yang tepat. "Hanya menjelaskan bahwa tindakan kami memiliki dasar hukum kuat," katanya.

Hal senada diungkapkan Agun Gunanjar, Wakil Ketua Umum DPP Golkar Kubu Munas Jakarta, ia tak ingin konflik Golkar menjadi kevakuman penyelenggaraan tugas negara. "Kami bukan memaksa ingin cepat berkuasa tapi mekanisme pergantian fraksi sudah kami lalui," katanya di tempat yang  sama.

Menurutnya terhitung sejak SK Menteri Hukum dan HAM keluar, dan Surat Rotasi Fraksi dibacakan pada paripurna lalu. Saat itu pula lah fraksi harus mengalami penyesuaian. "Tadi Setjen DPR juga mulus-mulus saja, jadi tak perlu ke paripurna lagi, pimpinan hanya mengumumkan," katanya.

Sementara surat pergantian pimpinan dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) Kubu Munas Jakarta telah  dikembalikan Kubu Munas Bali. Mereka meminta penyelesaian susunan fraksi mengikuti hukum dan peraturan undang-undang. Sehingga Kubu Munas Jakarta tak boleh melakukan penggusuran sampai proses hukum final keluar.

"Saya mendengar laporan dari salah satu anggota yang ikut rapat di sana bahwa mereka mau ambil alih kantor fraksi dengan berbagai cara," ujar Ade di Ruang Fraksi Golkar, Senayan, Jumat (27/3).

Walaupun tengah diperbincangkan dalam rapat, ia tetap meyakini kelompok Agung Laksono tersebut masih mengerti peraturan undang-undang, MD3 dan tata tertib DPR. Sehingga tak akaan melakukan pendudukan paksa karena melanggar kesemua aturammn konstitusi tersebut.

"Mungkin info itu dibuat saat teman-teman sedang emosi, dan suasananya sedang bernafsu," kata Ade.

Ia yakin langkah yang dibuat kubunya selalu sesuai peraturan. Sehingga jika kubu rivalnya benar mengosongkan, maka mereka telah melakukan pelanggaran perundang-undangan.

Mengenai surat yang diterbitkan kubu Agung dengan memakai kop dan stampel Golkar, ia meminta Agung untuk segera menyadari kekhilafan dan bisa memperbaikinya. "Saya sudah terima copy surat tersebut dan resmi dikembalikan, lagi pula belum ada proses paripurna sehingga kami masih sah," katanya.

Menurutnya, jika proses yang dilakukan kubu Ical telah mengikuti aturan hukum, tak perlu ada pengosongan paksa dirinya dan rekan se-kubu akan dengan sukarela menyerahkan.

Mengenai pengamanan yang super ketat ia mengaku tak ikut campur. Karena hal tersebut merupakan urusan kesetjenan, pamdal, dan biro keamanan lain yang memang harus dijalankan. "Situasi ini sangat tidak menyenangkan, saya malu partai besar bisa seperti ini," ujar Ade.

BACA JUGA: