JAKARTA, GRESNEWS.COM - Lembaga-lembaga survei yang terlibat dalam penghitungan cepat alias quick count hasil Pilpres 2014, ternyata tak ada nyali untuk hadir dalam acara konferensi pers terkait rencana audit atas lembaga-lembaga tersebut. Wacana audit muncul setelah lembaga-lembaga itu menghasilkan output quick count yang berbeda-beda. Kredibilitas mereka pun kemudian dipertanyakan karena dianggap menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.

Konferensi pers yang digelar di Hotel Atlet Century pun alhasil sepi dari kehadiran lembaga-lembaga survei terkait. Indonesia Research Center (IRC), Lembaga Survei Nasional (LSN) dan lembaga-lembaga survei yang tergabung dalam Jaringan Suara Indonesia (JSI) tidak hadir dalam acara ini. Padahal panitia sebelumnya mengatakan sejumlah lembaga tersebut sudah mengkonfirmasi kehadiran mereka.

Alih-alih datang untuk melakukan klarifikasi, para pimpinan lembaga-lembaga survei itu malah berwacana di luar forum. Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan Nasbi misalnya, mengaku geram dengan adanya perbedaan hasil yang cukup signifikan antar lembaga survei dalam perhitungan cepat (quick count) pemilu presiden 9 Juli 2014 lalu. Bahkan Hasan menantang para lembaga survei tersebut untuk membuka datanya demi membuktikan kebenaran hasil quick count.

"Saya sih maunya buka-bukaan. Pasti ada bangkainya. Jika mereka benar melakukan penelitian, di laptopnya juga pasti ada. Kita sama-sama bawa laptop, lalu print di sini bareng. Kalau perlu disiarin live dengan semua media," kata Hasan di Hotel Atlet, kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (10/7) malam kemarin.

Hasan mengatakan, pembuktian tersebut bisa melalui data yang ada dilapangan dan tidak perlu menggunakan metode penelitian. Karena jika mereka benar tentu mereka mempunyai data yang valid dalam quick count lalu. "Jadi bisa saling tukar data, bekerja di TPS mana, siapa yang bekerja disana. Kalau mereka bilang di 2000 TPS, pasti juga ada 2000 orang. Dan itu kan juga ada nomor telponnya. Nanti kita cek sama-sama dari nomor telepon, bener gak itu. Apa jangan-jangan jumlah TPS nya aja mereka ga tau lagi," tandasnya.

Sekarang ini menurut Hasan pengiriman data mayoritas melalui handphone. Kemudian dari laporan tersebut muncullah hasil quick count. Ia menambahkan, hasil pengiriman data memang tidak bisa sepenuhnya langsung diterima, tetapi ada grafik yang menggambarkan penerimaan tersebut. "Dari grafik, kita bisa menemukan ada permainan angka atau tidak. Kalau pergerakan suara lebih dari 1 persen, ada problem. Dan dengan grafik tersebut tentunya data yang masuk tidak bisa dimanipulasi," tambahnya.

Selain itu menurut Hasan, dalam penghitungan quick count juga ada tingkat partisipasi. Dan dari situ bisa dilihat berapa tingkat partisipasi dalam TPS. Banyak sekali cara untuk menentukan kebenaran dari quick count tanpa harus berargumen tentang metodelogi. "Ini semudah membalikkan tangan," selorohnya.

Sementara itu Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Buhanudin Muhtadi lebih berpendapat diplomatis. Menurutnya untuk menyelesaikan perbedaan ini, seharusnya Dewan Etik Persepi memanggil seluruh lembaga survei yang mengadakan quick count untuk mengklarifikasi hal tersebut. "Walaupun tidak seluruhnya menjadi anggota, tetapi kan Dewan Etik bisa mengundang," kata Burhanudin di tempat yang sama.

Ia menambahkan, bisnis survei maupun quick count, didasarkan atas kepercayaan. Dan dirinya sangat menyayangkan jika ada lembaga survei yang tidak menyajikan data berdasarkan fakta yang ada. "Kalau survei itu mungkin bisa dimanipulasi. Tetapi kalau quick count menurut saya itu blunder. Mereka mempertaruhkan kredibilitas demi satu order. Quick count itukan datanya sudah ada, dan bisa dicek kebenarannya," tandas Burhanudin.

BACA JUGA: