JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemilihan menteri dalam perombakan (reshuffle) Kabinet Kerja yang dilakukan Presiden Jokowi beberapa hari lalu dinilai tak menggunakan standar dan kualifikasi  tertentu. Kriteria dan tolok ukur yang digunakan Jokowi untuk memilih menterinya terus menjadi pertanyaan masyarakat. Pasalnya, beberapa nama yang santer diusulkan masyarakat untuk di-reshuffle justru tak tergeser, begitu pula sebaliknya.

Menurutengamat komunikasi politik Emrus Sihombing, walaupun reshuffle menteri merupakan hak prerogatif presiden, namun Jokowi seharusnya melakukan evaluasi terhadap semua menteri dengan standar yang telah ditetapkan. "Tentu dengan alat ukur dan kriteria yang jelas serta objektif sehingga dapat ditransparansikan ke masyarakat," kata dosen Universitas Pelita Harapan (UPH) itu kepada gresnews.com, Kamis (13/8).

Sayangnya, kriteria yang dipakai tak pernah diketahui peringkat maupun standarisasinya. Padahal, Jokowi selama ini dianggap menjunjung nilai-nilai transparansi. Seharusnya dalam evaluasi diketahui kriteria yang mendalam untuk menentukan peringkat kinerja para menteri.

"Menteri yang menggantikan cukup berkapabilitas, tapi seharusnya Rizal Ramli yang berlatar belakang pengamat ekonomi makro ditempatkan di Menko perekonomian," katanya.

Di sisi lain, pengganti Rahmat Gobel sebagai Menteri Perdagangan pun tak diketahui latar belakang dan rekam jejaknya. "Kita tak tahu, dia lebih baik atau tidak profesionalismenya,  tak diketahui," katanya.

Merunut pada survei sejumlah lembaga, terdapat beberapa nama menteri yang didukung masyarakat untuk di-reshuffle namun tak tergeser. Lembaga survei Alvara, misalnya, melakukan riset tentang tingkat kepuasan rakyat terhadap kinerja menteri pada 23 Maret sampai 6 April 2015.

Survei ini dilakukan melalui wawancara tatap muka terhadap 2.000 responden di sembilan kota besar di Indonesia dengan jumlah sampel 2.277 responden dengan margin of error 2,24 %. Dengan menggunakan skala 1 untuk kategori sangat tidak puas sekali sampai 6 untuk kategori sangat puas sekali.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mendapat kepuasan publik yang paling tinggi 4,50 persen, diikuti Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan 4,11 persen, serta Menteri Perhubungan Ignatius Jonan 4,10 persen. Sementara itu menteri-menteri berkategori bintang dua antara lain Menteri ESDM Sudirman Said 3,906 persen, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi 3,904 persen, Menteri Negara BUMN Rini M. Soemarno 3,900 persen.

Lalu Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo 3,882 persen, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edy Purdjianto 3,881 persen, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly 3,849 persen, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil 3,800 persen, dan paling rendah Menteri Koordinator Pembangunan Manusia Kebudayaan Puan Maharani 3,545 persen.

PENILAIAN MEDIA - Dalam pantauan media sebulan terakhir nama Rini Soemarno, Bambang Brodjonegoro, Andi Widjajanto, Sofyan Djalil, dan Tedjo Edy Purdijatno pun paling sering dinyatakan pantas di-reshuffle. Sedangkan, dalam seminggu terakhir, nama menteri yang disebut layak diganti adalah Tedjo Edy (82 berita), Andi Widjajanto (71 berita), Rachmat Gobel (68 berita), Andrinof Chaniago (50 berita) dan Indroyono Soesilo (43 berita).

Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) pun pernah merilis hasil survei terhadap para profesional di Jakarta. Survei dilakukan kepada 250 responden berasal dari kalangan profesional dengan posisi minimal asisten manajer menggunakan metode purposive sampling pada 26 Mei sampai 3 Juni 2015.

Dalam kajiannya, ada empat menteri dengan nilai terendah dalam kinerja di kabinet Kerja, yakni Yasonna H. Laoly (Menkum HAM), Sofyan Djalil (Menko perekonomian), Puan Maharani (Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), dan Sudirman Said (Menteri ESDM). Dari survei keseluruhan menteri, Puan Maharani menduduki posisi teratas untuk dirombak. Hal ini lantaran sentimen masyarakat kepada Puan sebagai anak mantan Presiden Megawati. Selain itu, ia juga dianggap minim terobosan dan tidak begitu dikenal di publik.

Ketua Komisi VIII DPR Saleh Parthaonan Daulay yang bermitra dengan kementerian-kementerian yang dikoordinasikan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani juga turut mengkritik kinerja satu-satunya menko yang tak kena geser ini.

Ia menyatakan terus terang belum melihat dan mendengar satu kebijakan koordinatif yang signifikan dalam memperbaiki kinerja kementerian yang ada di bawah Puan. "Program-program yang ada sifatnya masih copy paste dari periode yang lalu," kata Saleh kepada gresnews.com, Kamis (13/8).

Sementara program-program yang ada di dalam nawacita dan digariskan presiden belum berjalan sebagaimana diharapkan banyak pihak. Ia melihat reshuffle yang dilakukan belum semuanya sesuai harapan publik.  "Apalagi, reshuffle yang dilakukan sepertinya bersifat akomodatif terhadap partai-partai pendukung," ujarnya.

Diketahui bersama, PDIP sebagai partai pendukung menambah kursi jabatan setara menteri dengan diangkatnya Pramono Anung menjadi Seskab menggantikan Andi Widjajanto. Menurut Saleh, reshuffle ini lebih tepat disebut reshuffle terbatas dengan persoalan yang semakin kompleks.

SPEKULASI NEGATIF - Tidak dibeberkannya kriteria yang dibuat oleh presiden untuk mengganti para pembantunya ini memunculkan berbagai spekulasi dan dugaan negatif. Peneliti Formappi Lucius Karus, misalnya, menyayangkan sikap presiden yang mencopot Rachmat Gobel sebagai Menteri Perdagangan (Mendag). Ia menganggap kinerja Mendag selama ini sangat positif, dan berupaya memperkuat peran negara dan memberdayakan Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai penyangga pangan nasional.

"Saya menduga, Rachmat Gobel diganti karena banyak pihak yang tidak suka dengan dia. Ada kepentingan politik dan ekonomi," katanya.

Apalagi melihat kebijakan Kemendag yang selalu mengarah melindungi produk-produk lokal dari merebaknya produk luar negeri di Indonesia. Kebijakan ini pula yang disinyalir membuat para mafia impor perdagangan gerah.

"Terutama para mafia beras, gula, pakaian bekas, dan yang terakhir mafia impor daging sapi," ujar Lucius.

Diketahui, Gobel terakhir sempat memberikan wewenang kepada Bulog langsung untuk mengimpor daging sapi, dan tidak lagi kepada importir swasta. Ia pun mengancam untuk mempidanakan para penimbun sapi saat terbukti sebagai penyebab dari meroketnya daging sapi baru-baru ini.

AGENDA TERSELUBUNG - Menurutnya, jika kriteria pergantian menteri adalah karena prestasi maka tentu masih banyak menteri lain yang ikut dicopot. Sayangnya, kriterianya sendiri tak dijelaskan secara gamblang, sehingga Wakil Ketua DPD RI Laode Ida pun menganggap reshuffle yang dilakukan Presiden boleh jadi merupakan agenda terselubung dari kelompok kepentingan tertentu untuk menciptakan instabilitas di internal pemerintahan Jokowi-JK.

Ia menjelaskan, untuk me-reshuffle kabinet harus dengan tolak ukur kinerja yang jelas, salah satunya dengan mengukur serapan anggaran dikaitkan dengan capaian hasil di lapangan yang bisa ditunjukkan langsung atau dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Laode menilai tidak tepat jika alasan reshuffle adalah memburuknya kondisi ekonomi di negeri dan langsung dikaitkan dengan menteri yang bersangkutan. Hal ini lantaran kondisi ekonomi global yang juga memburuk.

"Pengukuran kinerja baru bisa dilakukan setidaknya setelah satu tahun penyelenggaraan program berikut anggarannya. Sekarang, satu tahun saja belum, lalu mana yang bisa diukur," kata Laode.

Rachmat Gobel sendiri yang digantikan Thomas Trikasih Lembong mengaku lega meninggalkan kursi nomor satu di Kementerian Perdagangan. "Enak jadi rakyat biasa, bebas. Tidak pusing dikejar-kejar mafia," katanya.

BACA JUGA: